Islam di China

2 comments

 

ISLAM di China

20 Juta Penduduk China Memeluk Agama Islam


Xie Feng (Kiri) dan Said Iqbal Siroj (Kanan)
JAKARTA - Duta Besar China untuk Indonesia, Xie Feng, membeberkan data umat Muslim di Negeri Tirai Bambu itu yang mencapai puluhan juta orang. Dia juga mengatakan bahwa Pemerintah China selalu mendukung kebebasan beribadah umat Islam di sana.


"Di China, ada lebih dari 20 juta Muslim. Di Xinjiang ada lebih dari 3.000 masjid. Para warga Muslim sekarang sedang berpuasa seperti di Indonesia," ujar Xie Feng dalam buka puasa bersama Pengurus Besar Nadhlatul Utama (PBNU) dan anak yatim piatu di kantor PBNU, Jakarta Pusat, seperti pernyataan yang diterima Okezone, Senin (6/7/2015).

MASJID DAN PERKEMBANGAN UMAT MUSLIM DI CHINA

Masjid Qingjing di Kota Quanzhou, Provinsi Fujian merupakan salah sebuah masjid yang tertua di China. Masjid itu paling awal tercantum sebagai peninggalan sejarah tingkat nasional oleh Dewan Negara. Masjid Qingjing merupakan bukti yang menunjukkan hubungan persahabatan dan interaksi kebudayaan antara rakyat China dengan rakyat di negara-negara Arab pada masa lampau serta keunggulan Jalur Sutera Laut yang berkedudukan di Kota Quanzhou.




Masjid Liuzhou terletak di Jalan Taman Kota Liuzhou, Daerah Otonom Zhuang Guangxi China. Menurut catatan pada tugu peringatan yang dibangun pada tahun 1695 Masehi, hanya ada masjid yang kecil di luar Kota Liuzhou pada zaman itu. Komandan pasukan yang ditempatkan di daerah itu bernama Ma Xiong. Ia adalah umat Islam berasal dari Provinsi Gansu yang patuh pada ajaran agama dan memimpin banyak tentara yang merupakan penduduk etnis Hui yang beragama Islam sejak turun-temurun. Masjid yang kecil itu sangat jauh dari kamp yang terletak di Kota Liuzhou, dan menyulitkan tentara yang beragama Islam untuk beribadah. Ma Xiong telah mengumpulkan derma untuk membangun sebuah masjid yang agak besar di wilayah Kota Liuzhou. Selain itu, beliau mengundang imam yang terkenal dari beberapa daerah di China untuk memberikan ceramah tentang agama dan mendirikan sekolah Islam yang paling awal di daerah Guangxi di masjid tersebut.

Umat ​​Islam hijrah ke Kota Yagshi, Daerah Otonom Mongolia hanya dlm puluhan tahun saja. Menurut catatan sejarah, hanya 24 keluarga yang terdiri dari sekitar 150 orang umat Islam etnis Hui yang berhijrah ke daerah tersebut akibat perang dan bencana alam. Kebanyakan mereka bekerja sebagai petani, dan peternak
Setelah tahun 1945 Masehi, jumlah umat Islam yang berhijrah ke Kota Yagshi semakin bertambah. Mereka tinggal di sekitar tempat hutan Gunung Xing’an Besar. Masjid lama tidak dapat menampung begitu banyak umat Islam untuk beribadah. Pada tahun 1947, imam Masjid Yagshi mengumpulkan sedekah untuk membangun masjid baru. Kawasan masjid baru luasnya 2,800 meter persegi dan ruang shalat luasnya 120 meter persegi. Ketika menyambut Hari Raya Idul-fitri dan Hari Raya Korban, umat Islam yang tinggal di tempat tsb akan berkumpul di Masjid itu untuk menyambut hari kebesaran dan shalat berjamaah.

 

Masjid Nanguan di Kota Anqing, Provinsi Anhui yang dibangun pada tahun 1469 Masehi merupakan salah satu dari 100 masjid yang paling terkenal di China. Masjid itu telah musnah akibat perang dan dibangun kembali pada tahun 1824 sampai 1897 Masehi.



Masjid Shaowu di kota Shaowu merupakan masjid yang terletak paling utara di Provinsi Fujian. Tidak ada entri resmi yang dapat membuktikan masa pembangunan masjid tersebut. Menurut penelitian pakar tentang arsitektur masjid itu, Masjid Shaowu dibangun pada zaman Dinasti Ming dan dibangun kembali pada dinasti Qing. Pada tahun 1957 dan 1983, otoritas menyediakan dana dua kali untuk memperbaiki masjid itu. Masjid Shaowu luasnya sekitar tiga ribu meter persegi di masa ini dan bangunannya bercirikan arsitektur tradisional China.



Masjid Xiamen terletak di Jalan Selatan Taman kawasan lama Kota Xiamen, Provinsi Fujian dan merupakan satu-satunya masjid di kota tersebut. Menurut catatan yang tertulis di tugu yang dibangun pada tahun 1902 Masehi, masjid itu dibangun oleh komandan pasukan Provinsi Zhejiang pada tahun 1850. Pada tahun 1862 sampai 1874 Masehi, komandan pasukan Xiamen menyumbang uang untuk memperluas masjid tersebut. Pada tahun 1924 pula, Direktur Bea Cukai Xiamen bersama-sama umat Islam setempat membangun kembali masjid tersebut.

          Masjid Guilin terletak di Jalan Ximenwai Kota Guilin, Daerah Otonom Zhuang Guangxi, China. Masjid itu dibangun pada abad ke-12. Pada tahun 1661 sampai 1664 Masehi, Ma Xiong, komandan wilayah Guangxi yang berasal dari Provinsi Ningxia dan merupakan penganut Islam yang taat telah menyumbang uang untuk memperluas masjid itu dan membangun kembali ruang shalat masjid tersebut. Masjid Guilin bercirikan arsitektur tradisional China. Menurut buku Arsitektur Islam China, ruang shalat Masjid Guilin merupakan salah satu ruang shalat yang terbesar antara berbagai masjid di China.

Masjid Nanning merupakan satu-satunya masjid di Kota Nanning, ibu kota Daerah Otonom Zhuang Guangxi China. Masjid itu mulai dibangun pada tahun 1607 Masehi dan diperbaiki secara besar-besaran pada tahun 1804 Masehi. Kawasan masjid luasnya 953 meter persegi dan bangunannya seluas sekitar 400 meter persegi. Bangunan dua lantai itu bercirikan arsitektur tradisioanal China dan dibangun dengan batu bata dan kayu.

Masjid Jiujiang di Provinsi Jiangxi yang dibangun pada tahun 1450 Masehi merupakan salah satu masjid tertua di bagian selatan China. Menurut catatan sejarah, 1.500 orang tentara etnis Hui beragama Islam yang berasal dari Provinsi Shaanxi ditempatkan di daerah Jiujiang di tahun 1450 Masehi. Panglima mereka telah mengundang 3 orang imam dan membangun sebuah masjid di daerah tersebut yang kini dikenal sebagai Masjid Jiujiang. Keturunan tentara yang beragama Islam itu telah menetapkan di Jiujiang sampai sekarang.


          Masjid Fuzhou merupakan satu-satunya masjid di Kota Fuzhou, ibu kota Provinsi Fujian dan juga salah satu dari empat masjid yang terbesar di provinsi tersebut. Menurut catatan tugu yang dibangun pada tahun 1549 Masehi, Masjid Fuzhou dibangun pada tahun 628 Masehi. Namun, tidak ada bukti yang lain mendukung catatan tersebut. Pada tahun 1341 sampai 1368 Masehi, seorang pejabat senior yang bernama Zhang Xiaosi mendermakan gajinya untuk membangun kembali masjid tersebut.



Kota Changchun yang berusia 200 tahun merupakan ibu kota Provinsi Jilin di bagian timur laut China. Masjid Jalan Changtong yang terletak di daerah Nanguan merupakan masjid tertua dan terbesar di kota tersebut. Pada zaman Kaisar Jia Qing dinasti Qing (1796-1820 Masehi), semakin banyak penduduk etnis Hui yang beragama Islam berhijrah dari pedesaan ke kota Changchun. Pada tahun 1824 Masehi, mereka mengumpulkan sedekah untuk membangun sebuah masjid di Jalan Dongsandao. Pada tahun 1862 Masehi, masjid itu dipindahkan dan dibangun kembali di Jalan Changtong, yaitu Masjid Jalan Changtong kini. Sebagai masjid paling besar dalam sejarah, luasnya mencatat 13 ribu meter persegi.


           Gunung Lushan di bagian utara Provinsi Jiangxi Cina merupakan tujuan wisata yang terkenal di dunia. Selain pemandangan yang indah, gunung itu juga terdapat warisan budaya China yang berusia ribuan tahun. Gunung Lushan menjadi pusat pendidikan, budaya, politik dan agama. Enam agama termasuk Islam, Buddha, Tao, Kristen, Katolik dan Ortodoks sudah lama berakar di gunung tersebut. Pada tahun 1996, Gunung Lushan terdaftar sebagai warisan budaya dunia.

Kawasan Lingtang merupakan satu-satunya pemukiman etnis hui yang beragama Islam di Kota Gaoyou, Provinsi Jiangsu China. Masjid Lingtang yang terdaftar sebagai peninggalan sejarah tingkat provinsi berada di bagian utara pemukiman tersebut. Menurut catatan sejarah, seorang imam bernama Xue Qi yang berhijrah ke daerah tersebut untuk mengembangkan agama Islam telah membangun masjid itu pada tahun 1844 Masehi. Masjid yang luasnya 3.500 meter persegi ini terdiri dari ruang shalat, kamar wudhu, kamar imam, kamar menyembahyangkan jenazah dan taman bunga. Arsitektur masjid itu bercirikan arsitektur tradisional etnis Hui.


Di bagian barat daya Datong, kota lama di Provinsi Shanxi China, ada sebuah masjid yang bersejarah dan sangat terkenal. Masjid itu merupakan satu-satunya masjid yang tercatat dalam buku 24 Sejarah, yaitu catatan sejarah yang resmi di China.  Di dalam masjid itu, ada sebuah monumen yang diukir pada tahun 1546 Masehi. Tugu itu juga merupakan satu-satunya monumen batu meteorit yang tertulis dalam bahasa Mandarin dan bahasa Arab di Cina.



           Masjid Gaotou terletak di bagian barat daya Desa Gaotou pemukiman Otonom Etnis Hui Kabupaten Wuji Provinsi Hebei. Masjid yang luasnya 4,567 meter persegi itu dibangun pada tahun 1541 Masehi. Arsitektur masjid itu bercirikan arsitektur tradisional China dan Arab.
           Ketika masjid itu diperbaiki pada tahun 1902 Masehi, di belakang ruang sholat telah dibangun bangunan kayu setinggi 10 meter. Di atap bangunan itu dipersembahkan dengan sebuah vas bersepuh yang dihadiahkan oleh Ci Xi, bunda Kaisar Guangxi pada zaman Dinasti Qing.



Masjid Kaohsiung di Kota Kaohsiung, Taiwan dibangun oleh tentara dan politisi beragama Islam yang berhijrah dari daratan pada Januari 1949. Awalnya, masjid itu hanya merupakan sebuah surau yang luasnya 27 meter persegi. Pada tahun 1951, masjid itu dipindahkan ke sebuah bangunan yang bercirikan arsitektur Jepang dan seluas sekitar 460 meter persegi. Ruang shalat masjid itu memiliki luas 135 meter persegi.




Seiring dengan pertambahan jumlah umat Islam di Kota Kaohsiung, surau yang kecil itu tidak dapat menampung begitu banyak umat Islam shalat berjamaah. Proyek membangun kembali Masjid Kaohsiung mulai pada bulan Desember 1990 dan selesai pada April 1992. Bangunan baru masjid itu memiliki tiga lantai dan luasnya 2,657 meter persegi. Tingkat satu merupakan pusat aktivitas agama. Tingkat kedua merupakan ruang sembahyang dan program studi bahasa Arab dan berbagai ilmu tentang agama Islam. Dan tingkat ketiga adalah ruang shalat untuk muslimah. Selain itu, masjid itu juga menyediakan kantor imam, kantor administrasi, ruang tamu kenamaan, perpustakaan, tempat wudhu, tempat menyembahyangkan jenazah dan dapur.

                                                                               Masjid Kabupaten Ju yang berusia lebih 150 tahun ini terletak di bagian selatan kota Kabupaten Ju, provinsi Shandong China. Pada tahun 1858 Masehi, umat Islam lokal telah membangun sebuah surau kecil yang menjadi situs Masjid Kabupaten Ju pada masa ini.
Beberapa tahun terakhir ini, kondisi ekonomi di Kabupaten Ju berkembang dengan pesat. Umat ​​Islam dari wilayah lain yang mengunjungi dan bertransaksi di Kabupaten Ju semakin banyak. Surau yang kecil sudah tidak dapat menampung begitu banyak umat Islam untuk beribadah. maka dibangun Mesjid.


          Kota Zhuxian yang sejauh 22 kilometer di sebelah selatan kota Kaifeng, provinsi Henan merupakan salah satu dari 4 pekan bersejarah yang paling terkenal di China. Pada zaman Dinasti Ming dan Dinasti Qing, sejumlah besar saudagar Islam dari dalam dan luar negeri terutama keturunan orang Arab di China dan umat Islam dari provinsi Shaanxi berhijrah ke kota itu untuk berbisnis. Mereka telah membangun 7 buah masjid di kota tersebut termasuk masjid timur, masjid barat, masjid selatan, masjid utara, masjid pusat dan dua buah ruang shalat Muslimah.


          Masjid Jianguoxiang terletak di Jalan Jianguo, daerah baru kota Xi’an. Ia juga dikenal sebagai “Masjid Timur”.
Masjid ini dibangun pada tahun 1939 oleh penduduk Islam lokal dan memiliki reputasi tinggi di Xi’an. Banyak tokoh terkemuka agama Islam dari seluruh China pernah menjadi Imam Besar masjid tersebut.
Aktivitas keagamaan tidak pernah berhenti dalam masjid tersebut meskipun mengalami perang dan pergolakan masyarakat sebelum Tiongkok didirikan pada tahun 1949. Setelah dasar bebas beragama khususnya dasar pembaharuan dan buka pintu dilaksanakan di China, masjid ini dapat dibangun menjadi lebih sempurna. Dewan shalat yang dapat menampung lebih banyak jamaah telah dibangun                              .


Masjid Jinjiayao di daerah Hebei kota Tianjin mulai dibangun pada tahun 1574 Masehi. Pada zaman itu, sejumlah besar anak kapal Islam bertugas mengirim bahan makanan untuk kaisar dari bagian selatan ke utara China melalui terusan besar. Mereka selalu singgah di kawasan Sungai Jinjiayao di Tianjin. Lama-kelamaan, mereka telah membangun sebuah surau yang kecil di daerah tersebut untuk beribadah. Itulah masjid yang paling awal di daerah kota Tianjin.
Di kota Yuxi di bagian tengah provinsi Yunnan China, ada sebuah masjid besar yang sangat megah dan cantik. Kubah dan kaca jendela bangunan berwarna hijau dan dindingnya dicat warna kuning. Inilah Masjid Yuxi yang sangat terkenal di provinsi Yunnan.



Masjid Yuxi bernama Masjid Zhoucheng awalnya. Pada zaman dahulu, jumlah umat Islam di daerah itu tidak banyak. Pada tahun 1827 Masehi, umat Islam provinsi Yunnan mengadakan pemberontakan untuk melawan kaisar pada dinasti Qing. Sejumlah besar umat Islam yang bergabung pemberontakan itu telah berhijrah ke kawasan Yuxi dan membangun masjid yang pertama di daerah tersebut.
Sumber : http//chindonews.blogspot.com





SEJARAH  ISLAM DI CHINA

      Cina sebagai negeri yang aktif dalam perdagangan Internasional menyebabkan pedagang-pedagang muslim dari Arab melakukan perdagangan ke Cina sambil menyebarkan Islam di berbagai wilayah yang disinggahi. Adapun perjalanan yang dilalui dalam persebaran Islam di Cina adalah dengan melalui perjalanan darat dan laut. Perjalanan darat dimulai dari daratan Arab sampai ke bagian barat Laut Tiongkok dengan melewati Persia dan Afganistan. Jalan ini terkenal dengan nama jalan sutra atau silk road. Akibat dari interaksi-interaksi yang dilakukan mereka dengan pedagang-pedagang lain termasuk pedagang-pedagang Cina menyebabkan adanya suatu pengenalan kehidupan negeri asal pedagang-pedagang tersebut baik dari segi sosial, budaya maupun agama, termasuk pengenalan yang dilakukan pedagang-pedagang muslim mengenai Islam yang secara tidak langsung. Pedagang-pedagang Cina yang berinteraksi dengan pedagang-pedagang muslim sedikit banyaknya menerima kehadiran Islam bahkan mereka memeluk Islam sebagai agama mereka. Penyebaran Islam ini kemudian meluas hingga ke masyarakat Cina, khususnya wilayah-wilayah yang digunakan sebagai pusat perdagangan. Masyarakat Cina yang telah memeluk Islam meminta pedagang-pedagang muslim untuk mengajarkan Islam lebih banyak lagi.

Dalam buku Cheng Ho-Penyebaran Islam di Cina ke Nusantara disebutkan bahwa perkembangan Islam berjalan lambat di Cina pada awalnya. Hal itu disebabkan karena pedagang-pedagang Islam dari Arab itu tidak diperbolehkan menikah dengan penduduk setempat ataupun berinteraksi pada masa itu. Seiring berjalannya waktu mereka diberi kelonggaran untuk dapat berinteraksi maupun menikahi wanita setempat bahkan mereka diperbolehkan membangun pemukiman-pemukiman bagi mereka dan keturunannya.

Para pedagang Arab dan Persia yang berniaga ke Tiongkok pada umumnya orang-orang Islam yang datang secara perorangan itu kemudian memanfaatkan kebebasan tersebut dengan menikahi wanita setempat. Keturunan mereka dari generasi ke generasi memeluk Agama Islam dan menjadi penduduk di Tiongkok. Hal yang sama juga dilakukan oleh para tentara mongol muslim yang menetap di Cina setelah mengikuti ekspedisi ke Barat yang dipimpin oleh Genghis Khan. Dalam memenuhi kebutuhan mereka sebagai eks tentara mongol, mereka juga melakukan perdagangan atau bekerja sesuai dengan keahliannya seperti pengrajin kayu, pandai besi dan lain-lain. Selain menikahi perempuan setempat, pedagang-pedagang dan tentara-tentara mongol ini sudah tentu membangun pemukiman-pemukiman yang dijadikan sebagai tempat menetap yang nyaman dan dapat melangsungkan kehidupan sehari-harinya. Mereka membangun masjid-masjid untuk memenuhi kewajiban beribadahnya.

Sedangkan orang-orang Islam Cina yang sudah berhasil dalam mempelajari Agama Islam di daratan Arab kembali ke Cina, mereka sebagai orang-orang Islam mempunyai misi untuk berupaya mengembangkan agar ilmu dan hasil yang di dapat dalam mempelajari Islam dapat di wariskan ke anak cucu mereka di Cina. Dari sinilah kemudian muncul pemuka-pemuka Islam untuk mengajarkan Islam kepada orang-orang Cina Islam lainnya dengan memanfaatkan masjid selain tempat beribadah juga sebagai sarana untuk belajar mengajar atau pusat pendidikan dan pusat komunitas. Anak-anak diajarkan membaca Al-Qur’an, bahasa Arab dan bahasa Persia.

Ketika Dinasti Tang berkuasa (618 – 690 dan 705 – 907), Cina tengah mencapai masa keemasan, sehingga ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok. Berawal dari kaisar Cina pada masa Dinasti Tang yang tampaknya memiliki pengetahuan tentang nabi-nabi Islam dan Kristen, sebagaimana yang dituturkan oleh penjelajah Arab Ibn Wahab dari Basra kepada Abu Zaid sekembalinya ke Irak. Kaisar Dinasti Tang meminta bantuan Kerajaan Persia untuk mengutus pengajar-pengajar Islam ke Cina. Namun, raja Persia yakni Raja Firus menolaknya karena daratan Cina terlalu jauh untuk didatangi. Akibat dari penolakan tersebut, Kaisar Cina lah yang mengutus orang-orang Cina untuk belajar Islam di Madinah pada masa kekhalifahan Utsman Bin Affan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Di dalam kitab sejarah Cina, yang berjudul Chiu T’hang Shu diceritakan Cina pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih (Arab). Orang-orang Ta Shih ini, merupakan duta dari Tan mi mo ni’ (Amirul Mukminin), yang ke-3 (Khalifah Utsman bin Affan).  Pada masa ini Khalifah Utsman bin Affan menugaskan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk membawa ajaran Illahi ke daratan China (Konon, Sa’ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M, dan kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars). Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Sejak saat itu Islam dikenal dan mulai tersebar di berbagai wilayah di Cina. Tidak hanya itu, khalifah-khalifah Islam lainnya juga sering mengirim delegasi ke Cina untuk mengajarkan Agama Islam kepada orang-orang Islam Cina seperti halnya yang dilakukan Harun Al Rosyid (A-Lun), Abu Abbas (Abo-Loba)  dan Abu Dja’far (A-pu-cha-fo) dalam riwayat Dinasti Tang. Buya HAMKA didalam bukunya Sejarah Umat Islam menulis, pada tahun 674M-675M, Cina kedatangan salah seorang sahabat Rasulullah, Muawiyah bin Abu Sufyan (Dinasti Umayyah), bahkan disebutkan setelah kunjungan ke negeri Cina, Muawiyah melakukan observasi di tanah Jawa, yaitu dengan mendatangi kerajaan Kalingga. Berdasarkan catatan, diperoleh informasi, pada masa Dinasti Umayyah ada 17 duta muslim datang ke China, sementara di masa Dinasti Abbasiyah dikirim sebanyak 18 duta.

Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di China adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang China yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Kemudian Kaisar Yung Wei memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Kanton, yang merupakan masjid pertama di daratan Cina. Orang China mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti ‘agama yang murni’. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran ‘Ma-hia-wu’ (Nabi Muhammad SAW).
Pada pertengahan periode Dinasti Tang, jalur sutra diganggu orang-orang Turki dan mengakibatkan pedagang-pedagang Arab melakukan perjalanan laut. Perjalanan itu dilakukan mulai dari Teluk Persia dan Laut Arab sampai ke pelabuhan-pelabuhan di Tiongkok seperti Guangzhou, Quanzhou, Hangzhou, Yang hou melalui teluk Benggala, Selat Malaka, dan Laut Tiongkok  Selatan.

Ketika Dinasti Song (960 – 1279) bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim. Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di China. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara China dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut.

Pada awal abad ke-13 Genghis Khan mengadakan ekspedisi ke Barat, Genghis Khan memerintah orang-orang Islam di Asia Tengah dan Asia Barat membantu tentara Mongol. Orang-orang ini terdiri atas prajurit, tukang kayu, pandai besi dan sebagiannya ikut ke Tiongkok bersama tentara Mongol. Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di China semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina Han. Sehingga pengaruh umat Islam di Cina semakin kuat. Ratusan ribu imigran Muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.
Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq (Sumber : Sejarah Islam di Negeri Tirai Bambu ).
Pada masa Dinasti Yuan (1274-1368) berbagai bangsa di Xi Yu disebut sebagai bangsa Se Mu. Pada waktu itu bangsa Se Mu mempunyai kedudukan sosial yang lebih tinggi daripada bangsa Han, akan tetapi di bawah status bangsa Mongol. Dengan ditempatkannya banyak prajurit yang muslim dan dibangunnya masjid di berbagai tempat oleh penguasa Dinasti Yuan, Agama Islam mulai tersebar luas di Tiongkok. Orang-orang Islam tersebut pada umumnya berasal dari bangsa Se Mu. Sebagaimana diketahui, pada masa Dinasti Han (206-220M) Xi Yu mengacu Xinjiang (bagian barat Laut Tiongkok). Asia Tengah dan daerah-daerah lainnya yang terletak di sebelah barat kota Yung Meng Guan (Provinsi Ghansu). Orang-orang Bukhara itu lalu menetap di daerah antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias ‘So-Fei Er’, yang kemudian dikenal sebagai `bapak’ komunitas Muslim di China.

Pada masa kekuasaan Dinasti Ming (1368 – 1644), Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka. Ada lagi Lan Yu Who pada sekitar tahun 1388. Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Selain itu, di masa Kaisar Yong Le (Zhu Di) muncul seorang pelaut Muslim yang handal, yang bernama Laksamana Cheng Ho.

Sumber: okky-fib11.web. unair.ac.id, Kanzulqalam.com


KOTA MUSLIM DI CHINA




 Islam adalah agama universal, yang bisa diterima oleh semua golongan; suku, bangsa, dan adat istiadat. Karena itu, Islam cepat diterima masyarakat karena prinsip toleran (tasamuh), moderat (tawasuth), berkeadilan, dan seimbang (tawazun).  Hal ini pun terjadi pula pada masyarakat Cina. Negeri yang dikenal dengan sebutan negeri tirai bambu dengan penduduknya kini lebih dari satu miliar ini, menerima Islam dengan sambutan hangat.
Negara China saat ini mengakui lima agama selain atheisme, antara lain adalah Islam, Protestan, Katolik, Taoisme, dan Buddhisme. Menurut data resmi, China memiliki 22 juta Muslim, sebagian besar terkonsentrasi di Xinjiang, Ningxia, Gansu, dan Qinghai. Sedangkan menurut data tidak resmi. populasi umat Islam di China berada pada tingkat tertinggi kedua setelah atheis, sekitar 65-100 juta Muslim atau sekitar 7,5 persen dari populasi dibandingkan agama lainnya, seperti dikutip dari Onislam.net

 Terdapat sebuah kota yang menjadi surganya umat muslim di China, yaitu Xian, ibu kota Provinsi Shaanxi di bagian barat laut China. Kota Xian merupakan  kota tua yang  eksotis dan kaya akan sejarah. Kota yang didirikan pada sekitar 300 tahun sebelum Masehi ini memiliki berbagai cerita dan peninggalan sejarah cikal bakal berdirinya bangsa China yang sangat menarik. Dan meskipun kini Xi’an telah menjadi 1 dari 13 kota megapolitan di China, namun berbagai peninggalan sejarah kota yang pernah menjadi ibu kota kerajaan China kuno tersebut dapat dengan mudah dijumpai karena tetap dilestarikan dan dirawat dengan baik. Di Xi’an, antara lain kita masih bisa melihat benteng kokoh mengelilingi kota yang berdiri sejak jaman Dinasti Ming pada tahun 1370 Masehi seluas 14 km2, lengkap dengan gerbang (gate) yang terdapat di beberapa titik.

Masih di dalam kota, kita pun dapat menjumpai perkampungan Muslim yang sudah ada sejak sekitar 1.400 tahun lalu yang disebut ‘Muslim Quarter’ atau ‘Hui People’s Street, suatu kawasan yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat suku Hui yang beragama Islam.  Bagi para wisatawan muslim yang berkunjung ke Cina memang tidak afdol bila tidak datang  ke kota Xian. Pasalnya, di kota ini lah sejarah muslim tertua tercatat. Konon ceritanya, Kota Xian adalah kota pertama Islam dimulai setelah Arab. Ketika berkunjung kekota Xian para wisatawan biasanya langsung melihat 2000 patung tembikar prajurit beserta kuda perangnya.

 Untuk berwisata ke kota ini, para pengunjung akan lebih santai bila berjalan kaki, selain dapat melihat-lihat bangunan lama yang masih berdiri, para wisatawan juga dapat membeli souvenir di sana. Ada banyak toko souvenir di Xian, karena banyaknya pengunjung yang datang setiap harinya. Pernak-pernik yang dijual di toko-toko souvenir itu meliputi: barang antik, kaligrafi, lukisan, hingga aneka busana.
Bila sudah lelah berjalan, para wisatawan muslim dapat beristirahat di resto-resto di kota Xian. Bila di negara lain wisatawan muslim khawatir untuk menyantap makanan karena ketidakjelasan kehalalan dan haramnya, di kota ini para wisatawan dapat memilih menu makanan sesuka hati mereka karena makanan  yang dijajakkan di sana terjamin halal, itulah mengapa kota Xian juga  bisa disebut sebagai ‘Surganya kuliner Muslim Cina’. Salah satu jenis makanan halal yang paling terkenal di kota ini adalah Roupaomo sejenis bakmi daging kambing yang berisi bihun, daging kambing, dan adonan bakmi yang dipotong kotak-kotak.

Selain Roupaomo, di kota ini juga tersedia makanan ala timur tengah seperti Roti Cane ataupun Kare. Soal minuman, sepertinya para penyuka kopi harus berpuasa dulu, karena di kota ini hanya menyediakan minuman khas seperti  teh hijau panas, atau air sirup berwarna cokelat yang rasanya seperti larutan gula merah.  Bukan hanya wisata alam dan  kuliner nya yang menarik, di Xian juga terdapat bangunan bersejarah bagi umat muslim yaitu Masjid Raya Xian.

 Berkunjung ke kampung Muslim Xi’an tanpa mengunjungi masjidnya tentu tidak terasa lengkap karena disanalah jantung kampung Muslim yang sesungguhnya. Masjid tersebut berada di tengah kawasan, yang mana untuk menuju kesana kita mesti melewati lorong-lorong di antara toko-toko penjual cindera mata dan pakaian.

 Masjid  Raya Xian merupakan masjid pertama di daratan China, sehinga menjadikannya yang tertua di negeri tirai bambu ini. Di sisi kiri pintu gerbang, terdapat sebuah loket untuk membayar tiket masuk sebesar 25 yuan per orang. Berada di kawasan masjid seluas 6.000 m2 ini dengan berbagai bangunan tua dan antik dengan arsitektur khas China, kita akan merasakan ketenangan dan seolah menemukan oase di tengah hiruk pikuk transaksi dagang di lorong-lorong bagian luar.

 Dari berbagai sumber terpercaya, sebagian menceritakan Masjid ini sudah berusia lebih dari 650 tahun, dan sebagian lagi menyatakan masjid ini sudah berusia lebih dari 1250 tahun. Masjid ini juga termasuk dalam salah satu masjid terindah di Dunia. Pasalnya bangunan dari masjid ini masih mengadopsi bangunan terdahulunya yaitu tempat sembahyang umat Budha atau kuil.

Masjid ini ditemukan oleh Laksamana Cheng Ho, penjelajah China yang merupakan penganut Islam. Selama lebih dari satu milenium, Masjid Raya Xian telah menjadi bagian dari komunitas Muslim China. Masjid ini memiliki arsitektur seperti seperti kuil tradisional China, dengan banyak halaman dan pagoda. Namun semakin ke dalam, akan semakin terasa nuansa islaminya, berupa hiasan kaligrafi Arab dan China. Komplek masjid ini juga mengarah ke Mekah, kiblat  bagi umat Muslim.

 Masjid Raya Xi’an memiliki lima halaman, yang semuanya menghadap ke ruangan ibadah di sebelah barat. Setiap halaman memiliki paviliun dan gerbang sendiri. Di bagian pertama, terdapat dua bangunan yang digunakan untuk menerima tamu. Di bagian kedua terdapat ruang pembersihan diri (mandi, wudhu dan sebagainya).
Halaman ketiga masjid ini, yaitu Qing Xiu Dian atau tempat meditasi, memiliki menara masjid tertinggi di kompleks ini. Tingginya mencapai 10 meter. Selain itu terdapat dua menara lainnya yang digunakan sebagai tempat instrospeksi yang disebut Xing Xin Ting dan tempat mengunjungi hati atau Sheng Xin Lou. Di dua menara terakhir ini, meski namanya tempat introspeksi dan mengunjungi hati, pada hakekatnya kedua menara ini memiliki dua fungsi, yakni sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan, dan juga  tempat melihat bulan. Menara ini didesain dengan gaya tradisional China, dihiasi dengan keramik biru dan patung kepala naga. Di dalamnya, langit-langit menara diwarnai dengan lukisan bunga teratai.
Di bagian keempat, terdapat sebuah pavilion di tengah halaman yang disebut Feng Hua dan dua bangunan di kiri kanan yang dibangun pada masa Dinasti Qing. Pavilion dan 2 bangunan lain di bagian ini merupakan tempat belajar para santri.

Bagian terakhir adalah ruang berdoa atau masjidnya itu sendiri seluas 1.270 meter persegi dengan interior perpaduan kaligrafi China dan Islam serta dinding yang didekorasi ukiran bertuliskan ayat-ayat suci Al Quran.  Keindahan masjid tua yang merupakan kombinasi gaya tradisional Cina dan Arab melambangkan kerukunan umat Muslim yang minoritas di China dengan masyarakat Tionghoa.

Hingga kini penduduk muslim di negeri tirai bambu semakin meningkat, Islam semakin eksis meski ditengah belantara penduduknya yang menganut paham komunis. Di negeri China inilah sejarah mencatat peradaban Islam yang tertua terlahir, setelah dataran Arab, dan kota Xian merupakan bukti sejarah yang telah menjadi pusat pemerintahan bagi banyak dinasti-dinasti Islam yang berpengaruh. Semoga Islam akan mencapai kejayaannya kembali dinegeri yang terkenal karena rakyatnya giat dan gigih sebagai pakar dalam perniagaan dunia ini.


Kota Muslim di China sumber dari farum kajian Muslimah Kuwait Al Husna 




2 comments :

  1. Bangunan masjid di china punya ciri khas tersendiri

    ReplyDelete
  2. semoga Muslim China memperoleh ruang lebih baik dalam hubungannya dengan pemerintah agar bisa lebih leluasa mengembangkan dakwa disana

    ReplyDelete