Islam di Rusia

1 comment


Di Rusia, Islam Agama Terbesar Kedua

Muslim Rusia melaksanakan shalat Jumat berjamaah.
     REPUBLIKA.CO.ID, Islam adalah agama kedua yang paling banyak dianut di Rusia setelah Kristen Ortodoks. Jumlahnya sekitar 21-28 juta penduduk atau 15-20 persen dari sekitar 142 juta penduduk. Islam dianggap sebagai salah satu agama tradisional yang merupakan warisan sejarah Rusia.
Menurut sebuah jajak pendapat oleh Pusat Riset Opini Publik Rusia, enam persen responden menganggap diri mereka Muslim. Ada lebih dari 5.000 organisasi Muslim yang terdaftar. Kelompok ini terdiri dari Sunni, Syiah dan sufi. Muslim di Rusia kini memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan masa komunis dulu.  Untuk pertama kalinya dalam sejarah Rusia, pemimpin Rusia (Vladimir Putin) memasukkan menteri Muslim dalam kabinetnya dan mengakui eksistensi Muslim Rusia.

                Suku Dagestani diketahui sebagai kaum Muslim pertama di Rusia. Mereka memeluk Islam setelah penaklukan oleh Arab pada abad ke-8. Negara bagian Muslim pertama di Rusia adalah Volga Bulgaria (922 M). Orang Tatar mewarisi agama dari negara ini. Kemudian sebagaian besar orang Eropa dan Turki Kaukasia mengikuti memeluk Islam.
Penaklukan Rusia atas Kaukasus Utara pada abad ke-18 dan 19 membawa Muslim dari kawasan Dagestan, Chechen, Circassia, Ingush dan sekitarnya ke dalam negara Rusia. Sebagian besar kaum Muslim di negara federasi ini menganut Islam Sunni.
Di beberapa kawasan, terutama di Dagestan dan Chechnya, ada tradisi sufisme yang diwakili oleh tarekat Naqsyabandi dan Shazili dipimpin oleh Syekh Said Afandi al-Chirkawi ad-Daghestani.
             Alquran pertama yang dicetak  diterbitkan di Kazan pada 1801 M. Pada era 1990-an, jumlah percetakan risalah Islam meningkat. Surat kabar dan majalah Islam dalam bahasa Rusia diterbitkan. Penduduk Muslim biasanya bermukim di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia, yakni masyarakat Avar, Adyghe, Balkar, Nogai, Chechnya, Circassian, Ingush, Kabardin, Karachay dan Dagestan. Di Volga Basin tengah juga terdapat penduduk Tatar dan Bashkir. Banyak Muslim juga yang tinggal di Perm Krai dan Ulyanovsk, Samara, Nizhny Novgorod, Moscow, Tyumen, dan Leningrad Oblast (kebanyakannya kaum Tatar).
Secara resmi jumlah masjid di Rusia mencapai 4.750 masjid. Namun jumlah sebenarnya jauh lebih besar dan terus bertambah. Di Dagestan saja terdapat antara 1.600 - 3.000 masjid. Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah masjid di Tatarstan telah melebihi 1.000.

              Di ibu kota Rusia dengan jumlah pemeluk Islam yang melebihi satu juta orang, terdapat 20 komunitas Muslim dan lima masjid. Menurut pakar data Rusia, sedikitnya terdapat 7.000 masjid di Rusia. Masjid Marcani adalah masjid tertua yang dibangun di Kazan. Masjid ini dibangun pada 1766-1770 M saat Catherine Agung berkuasa dengan donasi dari masyarakat. Masjid Marcani menjadi satu-satunya masjid yang lolos dari penutupan ketika periode Uni Soviet. Arsiteknya, Vasily Kaftyrev menggabungkan gaya barok dan gaya arsitektur abad pertengahan. Masjid dua tingkat ini berlokasi di tepi Danau Qaban

Presiden Rusia: Muslim Penduduk Asli Tanah Kami
          
RUSIA (voa-islam.com) Seperti dilansir Sharia.co.id, Pada tanggal 11 Juni 2015 diselenggarakan International Forum Muslim Visi Strategis ?Rusia ? Dunia Islam? di Hotel President Moscow, Russia.
Dalam pertemuan International Forum muslim Russia ? Dunia Islam membahas perkembangan dialog visi strategis dengan dunia islam yang dihadiri oleh 15 tokoh muslim dari 15 negara dari negara islam.
Forum ini terbentuk atas prakarsa Presiden Russia Vladimir Putin pada 2006, dalam sidang ini untuk menciptakan kedekatan Russia dengan Dunia Islam dan mengembangkan kemitraan strategis dalam berbagai bidang.
                 Kemudian sidang dilakukan secara berkala di Moskow, St. Peter, kazan, dan negara-negara islam anggota. Setelah vakum selama 2011 hingga 2014.  Hadir dalam acara ini, Sekjen OKI Mr. Iyad Madani, Presiden Republik Tatarstan Rustam Minnikhanov Nurgalievich, tokoh kementrian Russia Sergey Victorovich, Mufti Russia Syeikh Ravil Gainutdin, termasuk Tokoh Muslim Indonesia Prof. Dr. Din Syamsuddin yang diangkat kembali sebagai anggota group kemitraan Strategis Russia ? Dunia Islam.
                  Dalam pidato sambutan Syeikh Ravil Gainutdin Presiden Dewan Mufti Russia dan Administrasi Spiritual Muslim Federasi Russia menyebutkan bahwa atas permintaan Presiden Vladimir Putin kelompok kami dipimpin oleh Presiden Tatarstan Rustam Minnikhanov Nurgalievich. Republik Tatarstan memberi kontribusi berharga untuk pengembangan dialog strategis dengan dunia islam, hal ini telah menunjukkan relevansi inisiatif Presiden Rusia untuk pemulihan hubungan dengan negara-negara muslim.  Pada periode awal sidang forum ini dipimpin oleh mantan perdana menteri Russia Yevgeny Maksimovich Primakov.
                 Vladimir Vladimirovich Putin, berulang kali mencatat bahwa Warga Muslim Rusia ? bukan pengunjung, penduduk asli dari tanah kami, bagian organik peradaban Eurasia. Misi diplomatik tinggi ini akan terus kondisi baru.  Setelah hari ini Rusia-negara Eropa dengan jumlah muslim terbesar, warganya 20 juta. Moskow, salah satu ibu kota dunia 90 persen dari muslim di negara itu hidup tepatnya di bagian Eropa dari Rusia. Penyelenggaraan konferensi Ilmiah internasional, kursus pelatihan Imam Kompetisi Internasional Hifzil Qur?an, dan pameran Expo Halal Internasional.  Melalui konferensi Ilmiah dan seminar menjelaskan kepada masyarakat (para ilmuwan dan praktisi urusan publik) mengenai ekonomi Islam dari fitur perbankan dan sistem keuangan negara-negara Muslim, penyesuaian standar sistem Industri halal mereka dan memberikan pernghargaan kepada hasil yang terbaik. Selain itu, di Russia dalam beberapa tahun terakhir ini telah menerapkan kerjasama dengan perguruan tinggi negeri terkemuka.  Dalam studi mendalam penelitian tentang sejarah dan budaya Islam diantara lain Moscow State University, St. Petersburg State University dan Kazan (Volga) Federal University. Dari hasil penelitian tersebut mereka memberi rekomendasi untuk diterapkan dalam sosialisasi islam. Sistem akademik Rusia dan Pencegahan analisis konflik agama, realisasi potensi perdamaian islam di dunia.  Di Russia ada keseimbangan berabad-abad peradaban, agama dan negara. Dari pengalaman kami dengan ikatan dan kedekatan Ortodoks, Islam, sekolah tradisional dan pendidikan tinggi humanisme sukeler Turki Eurasia ? kaukasia ? Slavia. Kami memiliki alat media dasar Majalah Rusia ?Menara Islam? (Minaret Islama) yang diterbitkan dalam bahasa Inggris, Rusia, Arab, Turki, dan Farsi.
              Dalam sambutan sekjen OKI (Organisasi Konferensi Islam) Mr. Iyad Madani menekankan pentingnya kemitraan strategis Russia ? Dunia Islam, karena antara kedua pihak terdapat hubungan historis, ekonomi, dan sosial-budaya. Untuk itu Russia telah diterima sebagai pengamat pada sidang-sidang OKI.  Din Syamsuddian mendapat kesempatan pertama berbicara dalam pembukaan ini. Dunia Islam memiliki 4 sumber daya, yaitu Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Nilai yaitu ajaran-ajaran Islam itu sendiri yang menggerakkan kehidupan dan Sumber Daya Sejarah yaitu adanya masa lalu yang jaya (glorious past) pada abad pertengahan. Begitu pula Russia masih menyisakan kekuatan-kekuatan Sumber Daya Manusia dan Ilmu pengetahuan serta teknologi.  Din menegaskan, kemitraan strategis antara Russia ? Dunia Islam perlu bersifat konprehensif dalam meliputi berbagai aspek peradaban. Jika hal ini terealisasi maka kemitraan ini menjadi kekuatan dunia baru yang signifikan dalam merestorasi kebangkitan dan kemajuan peradaban bagi umat semua manusia.  Pada sidang ini dibahas, resolusi bersama dalam menghadapi ancaman radikalisme atas dasar agama yang menggunakan kekerasan, psedo negara, psudo Islam, dengan mengakui pentingnya faktor kebutuhan untuk menghormati tiga agama Ibrahim yaitu: Yahudi, Kristen dan Islam, juga disepakati langkah-langkah bersama dalam mengarahkan kehidupan global ke arah yang lebih baik, lebih damai dan lebih maju. Di akhir sidang disepakati agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah di sidang tahun depan.
Penulis: Nurul Wirda. Lulusan Master Psikologi Moscow State Pedagogical University, Moskow ? Russia. [adivammar/voa-islam.com]


Keniscayaan Bangkitnya Islam di Rusia

Al Furqan – Selasa, 11 Rajab 1431 H / 22 Juni 2010 15:41 WIB
ERAMUSLIM, Oleh:Frassminggi Kamasa*

Pascaruntuhnya Uni Soviet, Islam memainkan peranan penting dalam perkembangan di Rusia. Umat Islam terus berkembang menjadi salah satu soko guru bagi Rusia secara keseluruhan. Bahkan bila ingin mengetahui politik Rusia secara utuh, mau tidak mau harus memahami pula perkembangan Islam kontemporer di Rusia dan peranannya dalam masyarakat. Benarkah Islam sedang bangkit di Rusia? Memang tidak banyak orang Indonesia yang mengetahui bahwa umat Islam di Rusia merupakan kelompok kedua terbesar setelah penganut Ortodoksi (Pravoslaviya). Beberapa data dan pernyataan menyebutkan angka sampai 25 juta muslim dari 145-an juta penduduk Rusia keseluruhan. Hubungan antara umat Islam dan mayoritas Ortodoksi nampak cukup harmonis dan pemerintah sekarang juga memberikan keleluasaan bagi perkembangan kedua kelompok terbesar ini.
                  Dalam membangun kehidupan antarumat beragama di Rusia terdapat fundamental yang melandasinya. Fundamental itu adalah setiap etnis grup mempunyai agama dan tiap etnis dapat menghitung berapa pemeluknya. Andaikan terjadi pindah agama dalam suku tertentu maka akan dianggap radikal dan teroris.  Islam sebagai agama terbesar kedua di Rusia mempunyai pola yang berbeda dengan Ortodoksi. Islam tidak mengenal patriarki atau sentralisasi kekuasaan agama. Hal ini membuat pemerintah sulit untuk mengontrol Islam meski mekanisme pengontrolan Islam telah diatur dalam Departemen Spiritual yang dibentuk sejak abad ke-18 di masa pemerintahan Tsarina Catherine Agung.  Islam yang diatur menurut pengaturan Ortodoksi semacam ini mendapat pertentangan keras dari umat Islam tetapi mereka masih melaksanakannya dengan bernaung dalam grup besar yang akan terlihat di bawah nanti.  Membicarakan perjalanan Islam di Rusia tidak bisa dilepaskan bagaimana suatu masyarakat berproses dan bermetamorfosis dari satu bentuk ke bentuk lainnya dalam rangka pencapaian tujuan bangsa. Dinamika beragama di Rusia dimulai pada fase pascaruntuhnya Uni Soviet. Pada periode ini terjadi vakum ideologi dalam masyarakat Rusia secara keseluruhan.
                  Ideologi Sosialisme/Komunisme yang memerintah selama 74 tahun dianggap tidak efektif mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dicita-citakan, tidak berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan, dan bertindak represif terhadap agama.Oleh karena itu, terdapat pencarian kembali ideologi menurut akar masyarakat Rusia sendiri yang berbeda-beda tiap kawasan dengan perkembangan yang berbeda pula tetapi mempunyai karakteristik yang sama: menggali dari nilai agama dan kepercayaan.  Dalam hal ini, kebangkitan Islam bagi muslim Rusia berarti memengaruhi pula cara pandang mereka dalam keagamaan, sosial, politik, dan ekonomi yang selama masa Soviet ditundukkan oleh negara. Meskipun perkembangan Islam di kawasan Privolga (Rusia tengah) yang adem ayem berbeda dengan Kawasan Kaukasus Utara yang relatif bergolak, tetapi mereka sama-sama bercirikan warna hijau. Bahkan khusus wilayah Kaukasus, mereka sudah menyentuh aktivitas dan realitas politik dan dalam batas-batas tertentu menggunakan organisasi keagamaan bukan hanya untuk tujuan spiritual tetapi juga untuk tujuan sosial yang kadang harus berbenturan dengan kepentingan persatuan nasional.
Tren Umum dan Faktor Penyebab
             Meski evolusi Islam Rusia berkembang dalam tingkat dan arah yang berbeda-beda, namun terdapat kecenderungan (tren) umum dan dan kemiripan faktor peyebabnya. Tren umumnya biasanya diberikan julukan revitalisasi Islam yang berarti kegairahan masyarakat dalam mencari, menggali, dan menemukan Islam secara menyeluruh sedangkan faktor penyebabnya menurut kami dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu proses kesejarahan yang berakar pada perjalanan Islam di Rusia yang dahulu dimasukkan dalam imperium Tsar Rusia, masa pengekangan oleh Soviet, dan ketidakseimbangan sosial-ekonomi. Tiga faktor dalam evolusi kebangkitan Islam ini berbaur dengan lima faktor kontemporer yakni pengaruh Timur Tengah; pengaruh ajaran radikal; masih berlanjutnya ketidakseimbangan sosial ekonomi; persepsi dan respons terhadap dunia luar; dan kebijakan sistem Federal Rusia dalam menyikapi perkembangan yang ada.
             Pengaruh Timur Tengah bukan hanya datang dari Arab Saudi atau gejala “Arabisasi” misalnya di Kaukasus Utara, tetapi juga peran dan karakter revolusi Islam Iran. Di Kaukasus Utara, semangat puritanisme Islam menjadi semakin kuat dan muncul dalam pemerintahan. Di Dagestan, pengaruh keduanya mucul pada elit politik dan pemuka agama yang mengembangkan kebijakan “Arabisasi”. Berlanjutnya ketimpangan sosial-ekonomi antara daerah Islam dengan non-Islam ditengarai memunculkan ingatan kolektif masa lalu. Pemasukkan wilayah mereka ke dalam imperium Tsar Rusia, perebutan tanah air, gejolak resistensi Rusifikasi, deportasi penduduk muslim besar-besaran zaman Soviet, penindasan kebebasan beragama, kerja paksa di Gulag, dan perang menjadi ingatan yang sudah berlalu tetapi masih belum dilupakan.
Menurut Badan Statistika Nasional Rusia, Rosstat, pendapatan daerah terkaya di Rusia hampir mencapai 10 kali lebih tinggi dibanding dengan daerah yang termiskin. Menurut harian Kommersant, perbedaan antara rata-rata pendapatan perkapita di daerah yang maksimum (Moskwa) dengan yang minimum (Ingushetia) adalah sebesar 9,8 kali di paruh pertama tahun 2007.  Pada faktor keempat, Islam dipengaruhi tentu saja oleh persepsi lokal dan orientasi terhadap dunia luar. Etnis Muslim mayoritas ada di tujuh republik Federasi Rusia yakni Republik Bashkortostan dan Tatarstan di kawasan Volga-Ural, dan Republik Chechnya, Ingushetia, Dagestan, Kabardino-Balkaria dan Karachay-Cherkessia di Kaukasus Utara. Komunitas Islam begitu majemuk sehingga tidak terlepas dari benturan apabila masing-masing ingin mengadaptasikan Islam menurut kepentingan mereka sesaat. Dalam konteks ini seperti halnya sejarah pemikiran Rusia yang terbagi dua menjadi zapadniki (pro-Barat) dan slavophil (pro-Rusia) maka dalam konteks Islam pun terdapat Ero-Islam dan Eroasia Islam yang mempunyai karakteristik dan perkembangannya masing-masing.  Faktor kelima adalah kegamangan bentuk subjek republik antara federalisme dengan unitarianisme. Republik Islam telah menjadi bagian dari Rusia tetapi mereka masih bergelut dengan status hukum integrasi mereka dengan Federasi Rusia.
             Setelah runtuhnya Uni Soviet maka konstitusi federal Soviet Rusia diamandemen untuk menghapus istilah otonomi dari bekas republik di dalam Soviet Rusia yang kemudian diganti dengan Federasi Rusia. Jadi, seluruh wilayah, kawasan, dan kota federal kemudian diakui sebagai bagian Federasi Rusia.  Subjek federasi Rusia terikat dengan pemerintah Federal Rusia melalui Perjanjian Federal, yaitu persetujuan mengenai yurisdiksi dan kekuasaan antara badan federal dan pemerintah pusat di Moskwa. Pada prinsipnya, UUD Rusia membayangkan adanya hak-hak yang sama bagi seluruh subjek; tetapi republik-republik federal menikmati status yang berbeda yang memungkinkan mereka untuk mengadopsi UUD domestik, menetapkan bahasa negara, memilih presiden, dan membentuk Mahkamah Konstitusi.  Rusia adalah negara berbentuk federasi dengan subjek federasi yang terdiri dari 83 subjek federasi (dahulu 89 menurut UUD 1993) yakni: 21 republik; 46 oblast (provinsi); 9 kray (daerah besar/wilayah/teritori); 1 oblast-otonom (provinsi otonom); 4 okrug otonom (distrik otonom); dan 2 kota federal.
              Status yang berbeda mengandung arti federalisme yang asimetris dalam pengertian tidak seluruh unit konstituen sama dalam lingkup ekonomi, geografi, dan sosial. Inilah masalah pelik sistem dan struktur politik Federal Rusia dalam tingkat sub-nasional dan level lokal.  Pemerintah pusat mencoba untuk menaklukkan negara-negara federal tidak hanya semata-mata demi federalisme terpusat tetapi malah menjadi de-federalisasi, seperti negara kesatuan (unitarianisme).
Peta Pembagian Administrasi Pemerintahan Federasi Rusia
Potensi Kebangkitan
Di Federasi Rusia, awal abad ke-21 adalah periode kebangkitan kembali rohani dan keagamaan, termasuk Islam. Mayoritas muslim Rusia adalah sunni. Terdapat dua mazhab di Rusia: mazhab Shafii di Kaukasus Utara dan mazhab Hanafi di wilayah negara lainnya. Dalam beberapa kawasan terdapat tradisi sufi, utamanya pada suku Chechen dan Azeri. Bangunnya kembali Islam di Rusia dimulai dengan pembentukan berbagai organisasi Islam dan masjid sebagai tempat berkumpulnya umat. Muslim Rusia membentuk organisasi dan masjid ini untuk mengorganisir struktur, pengaturan, dan pendekatan yang efesien, dan tertib untuk mencapai tujuan dan kerja kebangkitan Islam.
Pendidikan adalah prioritas utama organisasi Islam Rusia. Mereka menyadari bahwa kebangkitan Islam tidak mungkin tanpa kebangkitan pendidikan Islam, karenanya sampai tahun 2007, tercatat telah berdiri 16 sekolah tinggi Islam hasil upaya mereka.  Menurut data register negara, terdapat 3.345 organisasi keagamaan muslim di tingkat lokal. Jumlah yang terbesar dari organisasi keagamaan tersebut terdaftar di daerah Volga sebanyak 1.945, Kaukasus Utara mencapai 980, dan Ural mencapai 316 lembaga.
                Di beberapa kawasan lain pun bermunculan organisasi serupa meski jumlahnya lebih kecil. Untuk jumlah masjid, yang tercatat resmi saat ini sebanyak 4.750 masjid. Kawasan yang paling banyak terdapat masjid adalah di Dagestan dengan jumlah 3.000 masjid. Begitu pula di Tatarstan, yang dalam 10 tahun terakhir telah mencapai lebih dari 1.000 masjid. Sementara di ibukota Moskwa, yang populasi muslimnya sekitar satu juta jiwa, terdapat 20 komunitas Islam dan lima masjid besar. Pakar data Rusia memperkirakan, jumlah masjid seluruhnya dapat mencapai sedikitnya 7.000 masjid di Rusia. Bukti konkret potensi kebangkitan yang dapat dilihat saat ini antara lain makin maraknya muslim Rusia untuk mempelajari Al-Quran, tingginya animo untuk berangkat ke tanah suci untuk haji dan umrah, jamaah masjid yang meningkat untuk menghadiri sholat atau acara religius lainnya, tingginya proposal untuk pembangunan masjid baru, meningkatnya proyek acara-acara Islam di radio dan program televisi, serta maraknya restorasi pemakaian bahasa Arab dalam kehidupan mereka. Menurut catatan, lebih dari 32 ribu muslim Rusia telah menunaikan ibadah haji di tahun 2008.
               Jumlah itu mengalami peningkatan setelah sebelumnya hanya 26 ribu dan kemudian ditambah kuotanya oleh pemerintah Arab Saudi sebanyak 6 ribu akibat meningkatnya minat muslim Rusia untuk pergi haji. Meski kondisi ekonomi mereka sulit tetapi kerinduan berat pergi ke tanah suci dapat menjadi bukti konkret makin menguatnya gelombang kebangkitan muslim Rusia.  Setiap minggu, TV pemerintah Rusia menayangkan program yang dinamakan “Muslim”. Program tersebut menceritakan mengenai tradisi, adat istiadat dan budaya pemeluk Islam di Rusia. Radio pemerintah juga mempunyai program serupa.  Pada tahun 2003, dibentuk Persatuan Wartawan Muslim Rusia di bawah payung Mufti Rusia dan dukungan Persatuan Wartawan Rusia. Muslim Rusia juga aktif berpartisipasi dalam dialog antaragama yang diadakan pemerintah Rusia setahun sekali untuk membahas isu-isu aktual dan memecahkan isu-isu sensitif antarumat beragama. Negara-negara republik Islam di Kaukasus Utara mempunyai arti strategis dan menjadi tulang punggung Rusia jalur pipa migas Rusia dari Asia Tengah menuju Eropa melewati mereka. Negara-negara republik Islam di Kaukasus Utara juga terkenal kaya akan minyak, gas alam, batu bara, emas, dan sumber daya mineral lainnya
Menurut pakar, terdapat cadangan minyak raksasa di bawah Laut Kaspia yang diperkirakan lebih dari 25 juta barrel.
                Republik Islam di Kaukasus Utara diperkirakan kaya dengan minyak, gas alam, batu bara emas, dan sumber tambang lainnya. Republik Ingushetia misalnya diperkirakan mempunyai minyak bumi lebih dari 60 miliar ton. Chechnya diperkirakan mempunyai cadangan minyak bumi yang cukup banyak tetapi produksi minyaknya telah merosot drastis 71% sejak tahun 199Potensi kebangkitan lain adalah tingkat fertilitas muslim Rusia yang telah melampaui etnis Rusia. Misalnya, tingkat fertilitas Republik muslim di Kaukaus Utara, khususnya Chechnya, mempunyai jumlah penduduk muda yang termuda dalam struktur demografi masyarakat Rusia yang menua. Pada paruh pertama tahun 2007, tingkat kelahiran di Chechnya 26,4 per 1.000 orang sementara di Rusia 11,28 per 1.000 orang. Perbedaan 15,12 point ini merupakan gap tingkat fertilitas etnis yang besar di Rusia. Untuk itu masa depan Islam nampaknya akan menjadi perhatian serius bagi pemerintah Rusia di masa depan dan menarik untuk dilihat bagaimana pemerintah Rusia menanggapi statistik faktual ini.
                Dengan runtuhnya Uni Soviet muslim Rusia mulai menata kembali kehidupan agama dan sosial mereka. Muslim Rusia merupakan muslim terbesar di Eropa dengan jumlah 25 juta atau sekitar 17% dari 140 juta jumlah penduduk Rusia. Islam terus mengalami pertumbuhan di Rusia. Di samping berasal dari muslim keturunan, banyak di antara mereka merupakan muslim Rusia yang mualaf. Bahkan bisa dikatakan 60% pemeluk baru adalah etnis Rusia yang sebelumnya atheis. Berbeda dengan muslim Eropa, muslim Rusia mempunyai sejarah panjang di Rusia yang dimulai di pertengahan abad ke-7. Dari 182 etnis di Rusia, 57 etnis mengikuti agama Islam dan hal ini membuat Islam adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari budaya dan sejarah Rusia. Muslim Rusia punya hubungan baik dengan agama-agama lain dan mereka tidak bersikap ekstrim. Itulah mengapa mereka menantang kelompok-kelompok seperti Al Qaeda dan Taliban karena mereka tidak menerima sikap kekerasan dan pemikiran fanatik. Sekalipun demikian ini tidak berarti muslim Rusia lemah, ketika terjadi pengusiran besar-besaran dari tanah air, mereka telah membuktikan sebagai umat yang sulit ditaklukkan.
                  Itulah sebabnya barangkali, saat bertemu dengan ulama Islam Rusia, Presiden Rusia Dmitry Medvedev menegaskan tentang pentingnya posisi umat Islam Rusia. Ia mengatakan “umat Islam Rusia di negara ini dihormati dan punya pengaruh. Lembaga-lembaga Islam punya peran penting dalam menyebarkan perdamaian dan menciptakan atmosfir spiritual dan perilaku baik di tengah-tengah masyarakat serta berjuang melawan sikap ekstrim”. Dua grup besar di komunitas Islam diwakili oleh pemimpinnya yakni Ravil Gainutdin dan Talgat Tadjuddin. Talgat berorientasi pada Islam spirit dan penggabungan antara Islam dengan Ortodoksi atau yang dikenal sebagai Krypto Ortodoksi. Ia mengatakan bahwa hari raya Natal adalah hari raya orang Islam juga karena berasal dari nabi Isa.  Hal ini berbeda dengan pandangan Ravil yang lebih puritan karena menakankan kembali kepada ajaran Al Quran dan Hadis. Ia lebih dekat kepada pengaruh Arab yang menentang setiap tradisi pagan yang masih tersisa dan dipakai peninggalan sebelum masuknya Islam di Rusia.
                        Sebagai contoh dari budaya pagan yang masih lekat di Rusia dan masih dilaksanakan oleh beberapa umat Islam Rusia adalah percaya adanya sungai suci, meminta air suci, dan semacamnya. Dalam mengatasi kurangnya ilmu agama ini maka dibentuklah semacam majelis ulama yang bertujuan mendidik ulama untuk berdakwah kepada masyarakat.  Meski dua-duanya mempunyai perbedaan tajam dalam hal akidah tetapi kedua-duanya sepakat bahwa Wahabisme dianggap sebagai ancaman bagi kerukunan umat beragama Rusia. Hal ini karena Wahabisme menurut mereka dan juga merupakan pandangan resmi pemerintah Rusia dianggap telah memurtadkan orang Rusia (Slavia) Ortodoksi menjaid Islam.
Ortodoksi dan Mufti mengutuk aksi Wahabi semacam ini dan oleh karena itu Wahabi merupakan musuh bersama di Rusia. Bahkan di Republik Ingushetia terdapat UU yang melarang ajaran Wahabi, penyebaran Wahabi, dan menjadi Wahabi.  Di Rusia, paham Wahabi dianggap sebagai penyimpangan Islam dan bukan Islam sesungguhnya. Meski dilarang tetapi paradoksnya banyak para ulama Rusia yang belajar di Arab Saudi yang secara resmi memakai paham Wahabi dalam metode pendidikannya. Hal ini berarti secara tidak langsung pemerintah Rusia masih mengakui bahwa Wahabi hanya tidak boleh di dalam negeri tetapi membolehkan untuk dipelajari di luar negeri.
Penutup
                 Dalam bukan puasa Ramadhan di Masjid Prospek Mira Moskwa tahun lalu, Mufti Besar Ravil Gainetdinov menekankan tradisi turun temurun dialog antara muslim dengan pemeluk agama lain di Rusia. Ia menyatakan “Rusia adalah tanah air kita bersama, kami selaku muslim Rusia berkeawajiban untuk melindungi dan memperluas kekayaan spiritual yang ditinggalkan oleh nenek moyang kita.” Kebijakan yang menyejahterakan rakyat, memberikan kesempatan yang sama dalam segala bidang bagi muslim Rusia untuk maju, meningkatkan pendidikan, merangkul segenap lapisan Islam, serta sensitif terhadap Islam adalah strategi kebijakan Islam yang bijaksana. Itulah kebijakan paling manjur yang selama ini telah dilakukan dan semestinya ditingkatkan oleh Pemerintahan Rusia 

SEJARAH ISLAM di RUSIA

Muslim Rusia adalah bagian dari Muslim Soviet Rusia, terdiri dari kelompok yang heterogen, mereka sama sekali berbeda dalam etnis, bahasa dan budaya bahkan mereka berbeda dalam interaksinya dengan Islam. Dan etnis yang beragam ini kemudian disertai dengan keanekaragaman bahasa, dan masing-masing bahasa memiliki dialek yang banyak. Bahasa Arab diajarkan di sekolah Dasar dan madrasah-madrasah, tujuan utamanya adalah untuk membaca Al-Qur’an dan memahami artinya. Mereka tidak bisa menulis dan berbicara bahasa Arab, kecuali orang-orang yang telah mendapatkan pendidikan tinggi. Sama halnya dengan bahasa Persia, yang merupakan kunci lain untuk mengakses ilmu-ilmu Islam. Pada awal-awal abad ini, bahasa Rusia menjadi “bahasa pemahaman” antara masyarakat Uni Soviet.
                  Kemudian secara luas, umat Islam di Uni Soviet terkonsentrasi -walaupun tidak menyeluruh- di Asia Tengah, yaitu di daerah yang dibatasi oleh Laut Kaspia di barat, Cina di timur, Turki, Iran dan Afganistan di selatan. Masing-masing bersebelahan dengan Pakistan dan India, akan tetapi ini bukan fakta, karena lebih dari separuh Muslim di Uni Soviet sudah tinggal di daerah Asia Tengah. Sisanya menyebar di seluruh wilayah Uni Soviet, terutama di Rusia. Di Rusia, ada lima republik otonom Muslim yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yaitu Republik Tatarstan, Republik Dagestan, Republik Bashkiria (Bashkortostan), Republik Kabardino-Balkaria dan Republik Chechnya, ditambah umat Islam yang ada di republik lain dengan penduduk mayoritas Kristen, seperti Republik Ossetia Utara, Republik Mari El, Republik Udmurtia, juga di republik lain dimana umat Islam menjadi warga negaranya atau membentuk komunitas Islam.

Penyebaran Islam di Rusia
                  

Islam masuk ke Rusia dibawa para pedagang Muslim Arab dari wilayah Kaukasus dan tiba di Moskow dari utara bukan dari selatan seperti yang diduga beberapa sejarawan, mereka berpendapat bahwa Islam datang ke Moskow dari selatan, sebagai jalan paling mudah untuk gerakan kafilah pedagang. Sebab, suku-suku Cossack Rusia yang telatih untuk berperang, telah berdiri menentang penyebaran Dakwah Islam dan pengaruh Islam yang merayap menuju jantung Rusia.  Hal itu kemudian memaksa para pedagang Muslim dan para da’i untuk melintasi stepa Asia Tengah menuju Siberia, dengan bantuan kaum Tatar yang telah masuk Islam dan mendapat petunjuk kepada agama yang haq sejak abad kesembilan Masehi di Kerajaan mereka, Kerajaan Volga Bulgaria Timur, yang sekarang menjadi tanah air mereka. Daerah ini sebagian besar telah memeluk Islam pada abad kesepuluh, dan pada abad 11 dan 12, Islam menyebar di wilayah Ural, yang sekarang bernama Republik Bashkiria (Bashkortostan). Berkat para pedagang Muslim dari Arab, Iran dan Turki Islam kemudian menyebar ke berbagai bagian lain wilayah Rusia.Kaum Muslim saat ini, telah menjadi kekuatan baru di sekitar Rusia, dari Siberia di sebelah utara dan timur laut ke arah selatan.
               Islam tiba di Moskow sekitar tahun 1200 Masehi, ketika itu, ibukota kerajaan Muslim ada di kota Kazan. Saat itu, Moskow membayar pajak kepada Kazan. Kazan tetap menjadi ibukota kaum muslimin sampai tahun 1552, ketika Tsar Rusia Ivan The Terrible berhasil menduduki dan menghancurkan Kazan, membakar masjid, memindahkan qubah-qubah indah ke Kremlin Moskow dan Red Square, yang masih ada sampai hari ini. Kemudian ia menduduki kota Astrakhan pada tahun 1556, Siberia Barat tahun 1598, dan pada akhir abad keenam belas tiba di daerah-daerah Muslim di Kabordino dan Chechnya. Sejak saat itu, Rusia memulai peperangan mereka melawan kaum muslimin, mereka melarang kaum muslimin melakukan praktek keagamaan dan memaksa mereka untuk mengikuti kebiasaan dan tradisi Rusia. Semua itu dilakukan dalam rangka me-rusia-kan kaum muslimin, jika tidak dikatakan: mengkristenkan mereka. Mereka memperlakukan kaum muslimin dengan kejam, menimpakan berbagai siksaan, merampas kekayaan mereka dan memperkenalkan undang-undang hukuman untuk memaksa penduduk setempat agar menolak agama Islam. Akan tetapi, mereka tidak berhasil dalam proyek ini.
              Mayoritas Muslim tetap mengikuti agama mereka, kekejaman Rusia tidak mampu menghentikan penyebaran Islam. Dan sungguh sebuah paradoks yang aneh, sebaliknya Islam mencapai kemajuan baru di paruh kedua abad 18, pada masa pemerintahan Ratu Rusia, Catherine II, dengan berubahnya kebijakan Rusia terhadap umat Islam yang hidup dalam perbatasannya. Saat itu, kaum muslimin mencicipi kebebasan. Pada tahun 1764, propaganda toleransi beragama menguat, dan pada tahun 1767 pengusiran penduduk Tatar dari kota mereka, yaitu Kazan, dicabut pemerintah. Pemerintahan menuju tahap baru pada tahun 1773 dengan memberikan Tatar Volga kebebasan beragama, hak untuk membangun masjid dan sekolah Al-Quran. Pedagang Volga kemudian menjadi mediator yang sangat baik antara Tsar Rusia dan Asia Tengah. Mereka juga bertindak sebagai da’i dan muballigh, membangun masjid, sekolah dan membawa Islam kepada orang-orang yang masih semi-politheis di Bashkiria dan Siberia Barat.
Kebijakan Tsar Rusia ini bukan didasari karena kecintaan terhadap umat Islam, tetapi kebijakan yang didorong kepentingan Rusia untuk memperluas pengaruh dan kontrol atas daerah tetangga, karena ia menyadari kemungkinan untuk memanfaatkan masyarakat Muslim yang berada di Rusia, sehingga kehadiran Rusia di Asia Tengah dapat diterima bahkan diinginkan di wilayah itu. Hal itulah yang mendorong para penguasa Rusia untuk memperhatikan kekuatan politik umat Islam yang tinggal di Tsar Rusia pada saat itu, pemerintah mulai mencoba untuk mendapatkan dukungan mereka, didirikanlah lembaga sebagai pusat Fatwa di Renburg (kemudian pindah ke Ufa) pada 1788. Setelah itu, dibentuk tiga lembaga lain untuk Penerbitan Fatwa dalam abad berikutnya, satu lembaga pada 1831, dan dua lainnya pada tahun 1872. Lembaga-lembaga ini sejenis hai’ah ulama (institusi ulama), yang ada di pemerintahan Utsmani. Lembaga ini memiliki wewenang dalam beberapa aspek hukum perdata, bertanggung jawab atas kaderisasi ulama, pemeliharaan Wakaf dan publikasi buku-buku keagamaan yang tidak dibolehkan terbit sebelum tahun 1800.
                  Setelah lima tahun berlalu, tepatnya pada tahun 1806, sekitar 26.000 buku dicetak, termasuk 1500 salinan al-Qur`an, publikasi ini semakin meningkat ketika kaum muslimin diizinkan menggunakan mesin cetak di pertengahan abad itu. Saat itu, para ulama dan agamawan diwajibkan untuk mendaftar secara resmi, sehingga dari sudut pandang pemerintah, mereka dianggap sebagai perwakilan Islam yang diakui dan berada di bawah kontrol Kekaisaran Rusia. Sebagai imbalannya, mereka menikmati berbagai keuntungan, termasuk pembebasan pajak dan dinas militer, dan anak-anak mereka menikmati hak-hak yang dinikmati oleh anak-anak bangsawan. Namun di sisi lain, mereka memperlihatkan loyalitas kepada pemerintah, meskpun secara formalitas. Demikianlah karakter lembaga Islam dan dampaknya di kalangan umat Islam pada era kekaisaran, sampai meletusnya kebebasan beragama di Rusia pada tahun 1905, sebuah kesempatan bagi Islam memulai sebuah fase baru, dan situasi ini berlanjut hingga sekitar dua puluh tahun.


 Masjid Qolsarif Kazan Rusia

Islam di Bawah Kekuasaan Komunis
Ketika Perang Dunia Pertama pecah, kaum Muslimin berhasil menduduki posisi yang terhormat di kekaisaran Rusia, atas apa yang telah mereka persembahkan dalam perang untuk kepentingan negara mereka. Akan tetapi, kondisi ini segera berubah setelah komunis mengkudeta pemerintahan. Kondisi umat Islam sangat berbeda dengan kondisi pada akhir era Kekaisaran Rusia. Para penguasa Komunis Soviet berbeda sikap, karena tujuan utama komunis adalah untuk memberantas agama dalam segala bentuknya, yang dianggap sebagai “candu masyarakat”, menurut istilah salah seorang pemimpin mereka.
Dimulailah serangkaian panjang penindasan agama, penerapan langkah-langkah memusuhi Islam, dan dapat dikatakan bahwa selama era Soviet, Islam telah menelan berbagai bentuk permusuhan Komunis terhadap agama secara umum; masjid berubah menjadi toko-toko, kafe, kursus tari dan bioskop, padahal pada tahun 1912, di Rusia saja, kaum muslimin memiliki lebih dari 26.000 masjid, dan pada tahun 1941 tidak ada masjid yang tersisa kecuali sekitar 1.000 saja, pengadilan syariah sepenuhnya ditutup pada tahun 1927 dan sistem wakaf dihapus pada tahun 1930.
              Sementara tulisan Arab dihapus pada tahun yang sama, sekolah agama ditutup, institusi ulama dibubarkan dan banyak dari mereka yang kemudian dieksekusi. Kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk melakukan haji, sistem pemeliharaan babi secara kolektif mulai diberlakukan di tanah-tanah kaum muslimin, publikasi literatur agama dicekal, ibadah puasa menjadi hal yang hampir mustahil, upacara keagamaan dan peringatan peristiwa bersejarah dalam Islam dilarang dalam bentuk apapun. Partai Komunis di Rusia melihat Islam sebagai kekuatan yang bersebrangan, agama dan iman adalah hambatan menuju komunisme, dan dia harus cepat-cepat bekerja untuk menghancurkan dengan propaganda dan informasi yang bersebrangan, bahkan, jika diperlukan, bisa juga menggunakan jalur administrasi dan kepolisian. Dengan cara itulah para pemimpin Bolshevik melihat Islam sejak awal masa kekuasaannya, sebuah posisi yang disokong oleh Lenin, seorang musuh abadi bagi agama. Serangan Komunis terhadap agama Islam membentang sejak tahun 1928 sampai deklarasi Perang Dunia II. Serangan fisik ini diiringi dengan berbagai propaganda yang sangat anti Islam, bahkan kemudian terkoordinasikan sehingga mencapai dampak maksimal, digawangi oleh aktivis serikat pekerja anti Tuhan “Sans-Dieu”, yang didirikan pada tahun 1925, serta berbagai media dan organisasi negara serta lembaga pemerintah komunis.
                Perlu juga untuk disebutkan di sini beberapa kutipan dari Ensiklopedia Mini Soviet dalam Volume IV halaman 879-880, pada subjek “Islam”, yang menjelaskan posisi resmi pemerintah Rusia terhadap agama Islam, seperti: “Islam pada masa kekaisaran Rusia Tsar memiliki kedudukan yang tinggi dan dipergunakan sebagai alat oleh kaum kapitalis. Setelah Revolusi Oktober, Islam kemudian memegang bendera anti-revolusioner. Dan sebagai efek dari pembangunan sosialisme dan pertumbuhan ateisme, bangsa ini harus dibebaskan dari penindasan Islam yang telah mengkronis, yang menjadi ideologi orang kaya dan musuh revolusi.” Dalam ensiklopedia utama Soviet “Ensiklopedia Bolshevik” edisi kedua Volume XVIII halaman 516-519, pada subjek “Islam”, “Islam, seperti semua agama lainnya, selalu memainkan peran oposisi, karena merupakan alat penganiayaan secara spiritual kelas pekerja lokal, dieksploitasi oleh para penjajah asing dari masyarakat Timur Tengah…
             Musuh-musuh internal revolusi dan kaum imperialis asing menggunakan Islam untuk memerangi negara Rusia Soviet setelah kemenangan komunis pada Revolusi Oktober, sepanjang perang saudara dan intervensi asing… Demikian pula pihak-pihak lain mencoba mendapatkan keuntungan dari Islam. karena itu, sosialisme terus berupaya memeranginya sepanjang era konstruksi di Rusia. Saat itu, ulama Muslim memimpin perjuangan kelas melawan legislasi Soviet dalam bidang keluarga, pernikahan, dan memperjuangkan pembebasan perempuan dan membela hak mengenakan jilbab. Selain itu, mereka menggunakan semua propaganda media terhadap agama Islam, yang disirkan melalui radio dan film anti agama, termasuk banyak film yang mengejek Muslim di Rusia, membuat olok-olok agama mereka dan menunjukkan bahwa Islam adalah penyebab kebekuan pikiran, keterbelakangan dan penderitaan. Film itu juga memperlihatkan berbagai ritual secara histeris, sehingga menjadi bahan tertawaan dan ejekan yang parah, seperti tata cara wudhu, shalat, haji dan lain-lain.
              Umat Islam terus menanggung semua penidasan mulai dari terorisme, pengintaian dan pelecehan, sampai pada Perang Dunia II, dimana terjalin kesepakatan antara pemerintah Rusia dan institusi Islam, keadaan ini terus berlanjut selama era Stalinis pasca perang. Pada bulan Juli 1942, Mufti Rusia dan Eropa, Abdul Rahman Rasulaev, menjalin hubungan dengan Stalin, menguatkan kesepakatan dan berjanji bahwa Muslim akan mendukung upaya perang dan itulah yang terjadi. Dengan demikian, berhentilah propaganda anti-Islam secara relatif, demikian pula penderitaan dan teror sedikit mereda, Negara dengan Islam berhubungan secara resmi melalui bimbingan negara, terutama setelah pembentukan banyak lembaga Islam. Situasi ini terus berlanjut sampai kematian Stalin, dan ini adalah periode yang melegakan bagi kaum muslim Rusia. Kemudian pada era Khrushchev, prinsip “back to Lenin” mengakhiri era rekonsiliasi. Ia meluncurkan propaganda baru melawan Islam, yang berlangsung dari tahun 1954 sampai tahun 1964. Pada masa itu, sebagian besar masjid yang tadinya terbuka untuk ibadah dan tempat-tempat ziarah dan kunjungan ditutup. Ia juga meluncurkan siaran pers, radio, televisi dan bioskop dan kampanye yang sangat intens menyerang agama.
              Setelah era Khrushchev jatuh, hubungan antara pemerintah dan umat Islam memasuki fase baru, dimana serangan terhadap agama Islam sedikit mengendor, dan propaganda memusuhi Islam mengambil karakter baru yang lebih beraroma ilmiah, pemerintah meyakinkan bahwa serangan terhadap agama dan ulama adalah tidak begitu membuahkan hasil, karena itu, serangan melawan Islam dilahirkan ke dalam tataran ideologis sesuai dengan ideologi Marxisme – Leninisme yang pada dasarnya anti agama, karena itu, Partai Komunis tidak bisa terus bersikap netral terhadap Islam. Perbedaan antara era Leninis, Stalinis dan era lain berikutnya hanyalah dalam metode yang digunakan oleh pemerintah Rusia untuk mempercepat penghapusan agama dan menghancurkannya. Akan tetapi, meskipun berbagai upaya sudah dilakukan melalui propaganda media, tekanan dan teror, pemerintah Rusia tetap tidak puas dengan hasil yang dicapai dari berbagai upaya ini, dan mengumumkan kegagalan propaganda dan media diarahkan terhadap Islam. Bahkan, sebaliknya, serangan yang ditujukan terhadap Islam memunculkan fenomena lain. Sebagai contoh kami kemukakan sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1978 di Republik Chechnya, Rusia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hanya 20 % dari rakyat Chechnya saja yang terpengaruh propaganda media yang memusuhi Islam, sedangkan 80 % dari populasi mereka yang tersisa justru bersikap antipati terhadap propaganda anti agama, atau bersikap acuh tak acuh.
Pusat Keislaman dan Lembaga Keagamaan di Rusia pada Periode ini
                Sebelum runtuhnya Uni Soviet, ada empat lembaga keagamaan yang didirikan pasca Perang Dunia II untuk menggantikan peran Mufti, yang telah ada pada masa Kekaisaran Rusia. Dua departemen ini berlokasi di Rusia, sedangkan dua lainnya di Uzbekistan dan Azerbaijan.
                Dalam hal ini, yang terpenting adalah dua lembaga keagamaan yang ada di Rusia, dimana keduanya dianggap sebagai pemandu urusan umat Islam sesuai dengan kebijakan Soviet, keduanya tidak memiliki tugas, selain memantau situasi umat Islam dan pergerakan mereka, dan mengatur urusan mereka sesuai dengan strategi pemerintah pusat Uni Soviet. Adapun publikasi pemikiran dan budaya Islam serta memperkuat ikatan iman di antara umat Islam adalah sesuatu yang tidak diceritakan. Lembaga ini menggambarkan beberapa hal berikut:
1. Manajemen aspek spiritual kaum Muslim Rusia Eropa dan Siberia: Lembaga ini berpusat di Ufa (ibukota Republik Bashkiria, Rusia), dengan Tatar sebagai bahasa kerja dan daerah kerjanya meliputi republik administrasi Tatarstan dan Bashkiria serta seluruh komunitas Muslim di seluruh koloni Siberia, Rusia Timur yang ikut di bawah pemerintahan Uni Soviet.
Perlu disebutkan bahwa lembaga ini menjadi lembaga penerbitan Fatwa di era Kekaisaran Rusia, dengan Ufa sebagai pusatnya. Meskipun aktivitas lembaga ini telah berhenti setelah revolusi komunis, akan tetapi mulai aktif lagi pada era Stalin, dan Abdul Rahman Rasulaev bekerja keras membujuk Stalin untuk meredakan tekanan pada kaum muslim pada saat itu.
2. Manajemen spiritual umat Islam di Kaukasus Utara dan Dagestan: Pusat administrasinya di ibukota Makachkala Republik Dagestan, dan bahasa Arab adalah bahasa perkantoran. Bahasa Arab adalah bahasa sastra wilayah ini sejak ditaklukkan bangsa Arab pada abad kedelapan Hijriyah. Otoritas lembaga ini membentang meliputi semua daerah di Kaukasus Utara, Republik Dagestan, Balkaria, Chechnya dan Ingushetia, dan kaum Muslimin di Republik Ossetia Utara, daerah otonom Adag, Carachai dan Circassians.


Peta pembagian wilayah administrasi di russia

“Muslim di Rusia menghadapi berbagai serangan secara tidak adil melalui media massa resmi yang beroperasi dan dijalankan pihak-pihak yang mencurigakan, tangan-tangan Barat pun turut berkonspirasi guna melemahkan peran Islam di negara ini.”





 Muslim di Rusia Setelah Runtuhnya Uni Soviet

                   Masa ini, setelah runtuhnya komunisme dan terbebasnya rakyat Uni Soviet dari kungkungan ateisme dan politik anti Tuhan, kaum muslimin yang tinggal di Rusia merindukan masa-masa dahulu, mereka merindukan kembali kepada pokok-pokok Islam, dan masa-masa penyebaran Islam sebelum jatuhnya Kazan, Katedral Islam di Rusia, di tangan Ivan The Terrible. Setelah 500 tahun hidup dalam ketidakadilan, penindasan, kristenisasi dan pengkafiran, kaum Muslimin sekarang terbebaskan, dan mereka ingin membangun masa depan mereka berdasarkan Islam yang benar, jauh dari kekuasaan kaisar dan kaum ateis. Mereka menegaskan sebuah fakta penting bahwa mereka adalah kaum Muslim bangga dengan keislamannya, dan mereka memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri dan berhak untuk menikmati hak-hak mereka di negeri Islam mereka.
              Sebanyak 20  juta Muslim di Rusia, memendam kerinduan dan keinginan kembalinya Islam   kepada mereka, meskipun tidak pernah terucap keluar hati mereka, meski komunis selalu berupaya untuk membunuh Islam dalam pikiran, jiwa dan manifestasi kehidupan. Situasi baru ini tentu saja memerlukan lembaga-lembaga dan sentral yang mampu memecahkan masalah, memenuhi kebutuhan umat Islam, menganalisa berbagai kejadian mutakhir di Rusia dan memberikan pandangan mereka mengenai isu-isu penting bagi umat Islam. Masalah-masalah muslim Rusia secara umum begitu banyak dan membutuhkan kerjasama serta dukungan tanggung jawab setiap Muslim, terutama Negara-negara Islam.

Lembaga-lembaga Keagamaan
             
         Kaum Muslimin Rusia meyakini bahwa penyebaran ajaran Islam adalah misi global masyarakat Muslim yang membutuhkan dukungan finansial dan moral dari semua Muslim di dunia dan pengaturan skala prioritas sesuai tuntutan situasi, hal inilah yang mendorong kaum muslimin Rusia untuk mendirikan Islamic center, dengan nama “Pusat Koordinasi Urusan Agama. Sebenarnya, pusat ini menggantikan peran lembaga keagamaan masa sebelumnya yang runtuh satu demi satu, karena tidak bisa berkompromi dengan sejarah dan gagal memimpin kebangkitan Islam yang muncul setelah pergerakan Islam kontemporer, karena mentalitas kepatuhan mereka, di mana mereka memainkan peran perogatif, mengangkat dan memecat para imam dan para pengurus lembaga pengelola urusan umat Islam sesuai keinginan mereka. Selain itu, secara langsung lembaga berada di bawah naungan negara dan mengimplementasikan kebijakan Negara terlepas dari kepentingan umat Islam. Langkah pertama yang dilakukan pasca gerakan kebangkitan Islam adalah menyatukan umat Islam dan mengatur urusan mereka setelah runtuhnya Uni Soviet, kondisi perpecahan ini membuat umat tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Di antaranya adalah pertemuan yang dihadiri hampir 120 perwakilan masjid-masjid di Republik Bashkirstan, pusat lembaga keagamaan terdahulu, mereka sepakat untuk mendirikan insitusi agama baru untuk mengatur urusan kaum Muslim Republik ini dan tidak mengaktifkan kembali lembaga pusat keagamaan warisan Uni Soviet. Dewan yang hadir sepakat untuk mendirikan institusi independen yang tidak terkait pihak manapun, dan instutusi ini kemudian tercatat di pemerintahan, sehingga memberikan legitimasi hukum. Setelah itu, diadakan pula pertemuan serupa di masing-masing Republik Tatarstan Rusia dan sungai Volga, Pertemuan-pertemuan ini diikuti dengan berdirinya berbagai institusi baru.
               Untuk menghindari efek buruk yang mungkin terjadi dan agar hasil kerja keras kaum muslimin di Rusia lebih efektif, para pemimpin institusi baru ini kemudian bersepakat untuk menyatukan semua institusi ini di bawah naungan Dewan Syura yang akan mengawasi kinerjanya dan mengkoordinir antara institusi sehingga masing-masing bisa mengambil manfaat dari pihak lain dalam berbagai bidang, saling melengkapi satu sama lain, sehingga hasil yang bisa diambil menjadi lebih luas dan komprehensif. Dan puncak upaya ini adalah dengan terbentuknya “Pusat Tertinggi Koordinasi Agung Muslim Rusia” sebagai juru bicara resmi atas nama institusi terhadap negara dan luar negeri. Pusat Koordinasi ini telah menerima lisensi dari Departemen Kehakiman di Federasi Rusia pada tahun 1994, dan telah mulai bekerja diawali dengan pemilihan kepala eksekutif oleh Dewan Syura yang terdiri dari para kepala institusi cabang.

 














Daerah di Rusia dengan mayoritas Muslim (hijau)

Kegiatan Pusat Koordinasi Keagamaan Muslim di Rusia:

                Pusat Koordinasi bertugas untuk mengawasi dan mengatur semua lembaga keagamaan yang ada di Rusia, konsolidasi organisasi Muslim dan mengkoordinasikan kegiatan mereka di semua wilayah di bawah federal Rusia. Sejak awal berdirinya, Pusat Koordinasi bertugas untuk membantu mengadakan seminar dan konferensi masyarakat Muslim di daerah dalam rangka mengatur kondisi mereka. Jumlah masjid yang berada di bawah bimbingan Pusat Koordinasi berjumlah sekitar 300 masjid. Dan yang paling penting, Pusat koordinasi sangat memperhatikan sekolah-sekolah Islam, berupaya untuk mengembangankan dan meningkatkan kualitasnya. Pusat telah merancang sebuah studi untuk menetapkan kurikulum umum untuk semua sekolah yang mencakup 100 sekolah dengan berbagai tingkatannya. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan level kebudayaan. Di samping itu, Pusat Koordinasi juga mendirikan sekolah-sekolah khusus untuk mencetak kader imam, khatib dan guru. Selain itu, ada pula proyek yang sedang dipersiapkan, yaitu mendirikan Central Islamic College, yang akan menerima lulusan terbaik dari sekolah menengah. Dewan Syura Pusat Koordinasi memerintahkan untuk mendirikan Islamic College untuk mengajar dan mencetak guru dan kader yang memiliki keahlian dan spesialisasi dalam mengajar, sehingga kelak, mereka bisa mengambil alih pengelolaan urusan sekolah yang semakin meningkat dan tersedia di berbagai daerah guna membina generasi Islam yang tercerahkan dan terdidik. Lokasi yang dipilih sebagai tempat Islamic College ini adalah Moskow, mengingat pentingnya kota ini sebagai ibu kota, memudahkan pengorganisasian dan perhubungan, di samping Pusat Koordinasi pun mengambil Moskow sebagai basisnya.
                Di sisi lain, sebagai hasil dari upaya untuk memperluas cakupan Studi dan Penelitian Islam, di Moskow, tahun 1996-1997, diumumkan sebagai awal tahun pelajaran Pusat Studi Bahasa Arab dan Kajian Islam di Universitas Moskow, serta di Institut Peradaban Islam yang bernaung di bawah Universitas Kebudayaan Islam untuk mempelajari Al-Qur`an, Sunnah, Hadis, perbandingan agama dan dasar-dasar ilmu keislaman, di samping pengajaran bahasa Arab, Turki dan Tatar. Adapun sikap terhadap isu-isu politik kontemporer yang berkaitan dengan umat Islam di dalam dan luar negeri, Dewan menegaskan sikapnya bahwa Muslim Rusia harus memiliki peran politik, Islam dan umat Islam di Rusia harus memiliki pertimbangan dan sikap lain. Rusia adalah negara dengan berbagai bahasa dan agama yang berbeda. Menurut politisi Rusia, Rusia adalah untuk Rusia saja, dan itu adalah negara Kristen Ortodoks, mereka lupa bahwa di Rusia terdapat sekitar dua puluh juta umat Islam yang bukan penghuni baru negara ini, akan tetapi mereka adalah penduduk asli, mereka telah menghuni tanah ini sejak zaman dahulu sampai sekarang, mereka harus menikmati hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Karena itu, Dewan kemudian mulai pergerakan politiknya dengan mendirikan komunitas politik dengan nama “Persatuan Muslim Rusia”, untuk membela kepentingan umat Islam dan membantu mengambil posisi mereka di negara ini.
                   Dewan ini juga memiliki sikap istimewa untuk krisis Chechnya, para pejabatnya telah mengumumkan secara terbuka pada sebuah konferensi pers di Moskow, bahwa mereka mengutuk kebijakan pemerintah Rusia di Chechnya, dewan kemudian mengeluarkan fatwa larangan memerangi kaum Muslim di Chechnya dan larangan untuk membantu tentara yang memerangi bangsa Chechnya dan tidak boleh menshalati jenazah tentara Muslim yang bergabung dengan tentara Federasi Rusia. Bahkan, Dewan mengancam pemerintah, jika militer Rusia tetap melakukan penindasan terhadap kaum Muslimin, maka Dewan akan mengeluarkan fatwa larangan berafiliasi kepada angkatan bersenjata Federasi Rusia. Keputusan dan sikap tegas ini bergema di seluruh Rusia.  Melalui keputusan politik ini, kita bisa menganalisa perbedaan besar antara sikap dan posisi lembaga sebelumnya di era komunis. Selain lembaga terdahulu tidak mampu mengelola urusan umat Islam, lembaga juga langsung berada di bawah bimbingan Negara dan staf agamawan dalam lembaga itu adalah para pegawai yang dipekerjakan pemerintah melalui komite urusan agama pada waktu itu, sehingga tidak mengherankan jika mereka kemudian mengeluarkan fatwa, selama perang Afghanistan, bahwa tentara muslim Rusia yang terbunuh dalam perang melawan Mujahidin Afghanistan adalah seorang syahid, mereka telah menjalankan kewajibannya untuk berjuang melawan musuh.
 
Ethno-Linguistic groups in the Caucasus region


Tantangan Masa Kini dan Masa Depan
Muslim di Rusia menghadapi berbagai serangan melalui media dan tidak adil, melalui media massa resmi yang beroperasi di negaranya yang dijalankan tangan-tangan yang mencurigakan. Selain itu, ditambah pula tangan-tangan Barat yang berkonspirasi untuk melemahkan peran Islam di Rusia secara khusus, dan di seluruh negara yang baru saja berdiri independen. Islam terus menerus diberitakan dan digambarkan surat kabar dan artikel majalah secara buruk, Islam digambarkan sebagai teroris, cenderung untuk melakukan peperangan dan tindakan kriminal. Bahkan, ada beberapa program dan film yang disiarkan melalui radio dan televisi yang secara terang-terangan menghabisi Islam dengan berbagai kecurigaan dan tuduhan palsu yang tidak adil terhadap kaum muslimin. mereka lupa bahwa Islam adalah agama perdamaian, kebudayaan dan pengetahuan, dan bahwa berkat ulama Islam-lah Barat dan Timur menuai ilmu dan pengetahuan dalam berbagai bidang dan seni hingga sampai pada taraf yang sekarang dinikmati. Selain itu, berbagai propaganda yang merugikan umat Islam banyak dilakukan untuk menjauhkan mereka dari agamanya. Semua dilakukan dari dalam, secara terorganisir dan sangat berbahaya baik dengan bahasa nasional maupun lokal, seperti bahasa Dagestan, Tatar dan Bashkir.
               Misalnya, misionaris Kristen datang ke pabrik-pabrik, di sana mereka menyebarkan gagasan dan budaya mereka di antara para pekerja Muslim. Mereka bekerja keras untuk memalingkan kaum muslimin dari agama mereka dan menjauhkannya dari keyakinan yang otentik, terutama karena adanya gejala kembalinya Muslim Rusia kepada agama mereka dengan begitu cepat setelah disintegrasi Uni Soviet dan runtuhnya rezim komunis, ditandai dengan tumbuhnya berbagai gerakan keagamaan yang sangat antusias untuk kembali kepada agama dan ritual-ritualnya. Dan semangat kembali kepada agama ini tentu saja membutuhankan pengkoordinasian pendidikan dan persiapan, dan pengembangan sebuah strategi untuk melindungi umat Islam dari berbagai propaganda yang memusuhi Islam, menyebarkan budaya Islam dan memperkenalkannya kepada manusia.
Para cendekiawan dan intelektual Muslim berusaha sekuat tenaga, dengan segenap kekurangan dan kesederhanaan, dengan mencetak beberapa buku dari waktu ke waktu, menerjemahkan sejumlah buku-buku Islam ke dalam bahasa lokal, membuka pusat pembelajaran di kota-kota dan daerah pedesaan dan menekankan pentingnya peran masjid dalam membangun, mengembangkan dan mendidik kaum muslimin, serta melalui surat kabar Iman sebagai corong Pusat Koordinasi yang dipublikasikan secara bulanan.
Islam di Rusia mulai melangkah maju untuk mengambil posisinya sebagaimana di negara-negara lain, dan Islam mulai mewarnai berbagai posisi vital Rusia. Masjid yang di era sebelumnya sepi, mulai hidup kembali, suara adzan menyeru manusia untuk mendirikan shalat menggema dari berbagai menara yang menjulang tinggi sebagai pertanda lahirnya fajar baru Islam di Rusia.
             Hanya saja, mereka memiliki masalah tersendiri. Banyak masjid-masjid yang belum dikembalikan fungsinya. Jika masjid di Rusia, sebelum Revolusi Oktober, berjumlah lebih dari 14 ribu masjid di berbagai daerah, maka pasca revolusi kemudian berkurang terus, hingga tersisa delapan puluh masjid saja. Masalah lain yang dihadapi oleh umat Islam di Rusia, adalah kurangnya kader dalam jumlah yang memadai, kader yang terlatih sebagai da’i dan imam. Ini adalah sebuah persoalan yang sangat besar, beberapa masjid yang telah dikembalikan negara tidak memiliki imam dan guru untuk mengajarkan pokok ajaran agama kepada kaum muslimin dan generasi muda dan memperkenalkan mereka dengan realitas risalah Islam. Masalah ini adalah masalah yang sangat mendasar dan sangat memilukan, dan salah satu efek negatifnya, sebagian besar masjid tidak bisa mendirikan shalat Jumat.
             Dalam lima tahun terakhir, berbagai upaya yang signifikan telah dilakukan untuk membangun kembali dan merekonstruksi masjid, sehingga terjadi peningkatan jumlah masjid menjadi empat ribu yang tersebar di berbagai wilayah Rusia. Jumlah itu boleh dikatakan sedikit jika dibandingkan jumlah kaum muslimin Rusia, dan juga sedikit jika dibandingkan dengan jumlah masjid pada era sebelumnya. Republik Tatarstan, misalnya, di sana hidup 4 juta kaum muslimin, akan tetapi hanya memiliki 1500 masjid, di samping sejumlah masjid kecil. Muslim republik ini masih memerlukan beberapa kali lipat jumlah masjid yang ada sekarang. Masalah lain yang juga sangat penting bagi umat Islam di Rusia, adalah ada empat sekolah bersejarah Islam, dimana administrasi dan pengelolaannya belum kembali kepada kaum muslimin.
                 Selain itu, masjid di kota Tomsk yang disebut “al-Abyadh”, sebuah masjid yang sangat kuno dan sangat jarang ada masjid seperti itu di Siberia, telah berubah menjadi pabrik minuman keras pada rezim komunis, dan pabrik itu masih ada di dalam masjid sampai hari ini. Meskipun dalam hukum Rusia semua agama adalah sama, akan tetapi ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa gereja menikmati kebebasan lebih banyak dari umat Islam, masih banyak sekolah dan masjid yang belum dikembalikan pemerintah ke tangan kaum muslimin.
Sementara gereja, seluruh properti, rumah-rumah ibadah, wakaf dan lain-lain sudah dikembalikan pemerintah. Yang menyakitkan, seorang Muslim bisa melihat di kota Ufa, ibukota Republik Islam Bashkirstan, berdiri 14 gereja berbanding satu masjid saja. Sementara beberapa masjid lain di kota ini belum dikembalikan pemerintah, juga empat sekolah dan institusi Islam. Semua ini mengungkapkan dengan jelas bahwa Muslim di Rusia tidak diperlakukan sebagaimana pengikut agama-agama lain.
                Meskipun pembagian kekuasaan terlihat dengan sangat jelas, hanya saja kaum muslimin berhasil membentuk lembaga-lembaga keagamaan. Setiap lembaga memiliki imam dan da’i yang menyebarkan Dakwah Islam, beberapa orang berasal dari Rusia sendiri, dan lainnya adalah da’i yang datang ke negara ini dari negara-negara Arab dan Islam.
Tujuh puluh tahun pemerintahan komunis adalah masa-masa paling berat yang dialami kaum muslimin. Mereka dibelenggu secara intelektual, sosial, dan bahkan untuk mengerjakan ritual keagamaan. Sementara sekarang, mereka sangat membutuhkan adanya orang yang akan mengajarkan mereka bagaimana tatacara wudhu, kemudian shalat dan kewajiban-kewajiban pokok lain yang diperintahkan Islam kepada para pengikutnya.
Selain itu, ada pula beberapa kelompok muslim di Rusia yang menyampaikan risalah Islam di beberapa desa dan menjelaskan prinsip-prinsip Islam serta tujuannya. Kelompok-kelompok ini juga mendistribusikan buku-buku Islam dan mendirikan kemah bagi pemuda Muslim untuk mendorong mereka menghafal Al-Qur’an sebagai upaya mengikat generasi muda dengan agama Islam.
                Saat ini, di Rusia terdapat sekolah Islam di bawah pengawasan lembaga keagamaan dengan kurikulum pengenalan agama Islam. Selain itu, materi diajarkan untuk anak-anak kaum muslimin dianggap sebagai bahasa asing; bukan bahasa Inggris, Jerman atau Perancis, hal ini terjadi di sekolah-sekolah di Republik Chechnya dan Tatarstan.
Dengan demikian, mahasiswa muslim diharamkan belajar bahasa asing, bagi mereka yang ingin mempelajari ajaran agama Islam. Sementara untuk orang-orang Kristen, mereka tidak mengalami hukum yang tidak adil ini, mereka menerima ajaran-ajaran Kristen disamping itu juga mereka bisa mempelajari bahasa asing.
               Pada tahun 1992, upaya umat Islam di Rusia mencapai puncaknya dengan mendirikan lembaga pusat terpadu untuk organisasi-organisasi keagamaan dan pusat-pusat Islam di seluruh Rusia yang diberi nama “Dewan Tertinggi Koordinasi Lembaga Keislaman di Rusia.   Sejak tanggal tersebut, Dewan berfungsi untuk menyatukan upaya dan mengkoordinasikan kegiatan lembaga-lembaga Islam dan seluruh Federasi Rusia, negara-negara independen dan Negara Baltik, hingga akhirnya pada bulan April 1994 berlangung konferensi yang dihadiri sejumlah besar organisasi sosial dan profesional Islam Rusia serta hadir pula para diplomat yang mewakili pemimpin Federasi Rusia. Kemudian, Dewan Tertinggi Koordinasi, mendapat pengakuan resmi dari pemerintahan sesuai keputusan Menteri Kehakiman Federal pada tahun 1994.
               Dewan Koordinasi Tertinggi terus meningkatkan kerjasama dengan organisasi-organisasi profesional, pusat sosial dan budaya Islam di Rusia sebagai persiapan bergabungnya Organisasi-organisasi ini, di antaranya adalah Forum Islam, Donasi Pembangunan Islam dan Masyarakat Muslim, Pusat Kebudayaan Islam dan lain-lain.
Tujuan dari Dewan Koordinasi Tertinggi di Rusia ini adalah menyatukan semua upaya kaum muslimin dan organisasi mereka, mengkoordinasikan kegiatan mereka di Federasi Rusia, menyebarkan agama Islam, membangun masjid dan memakmurkannya serta mengembalikan ribuan masjid dan sekolah Islam yang masih berada di bawah cengkeraman pemerintah federal.
Dewan Koordinasi juga aktif dalam penyebaran ilmu syairah, pengajaran Al-Qur’an, Fikih Islam, berkontribusi dalam pembangunan sekolah-sekolah Islam dan penerjemahan buku-buku Islam ke bahasa Rusia. Dewan Koordinasi ini juga berupaya keras membela isu-isu kaum muslimin, berbicara atas nama mereka di tingkat federal, dan menyebarkan budaya Islam dengan mendirikan seminar, kuliah serta kamp pendidikan dan pelatihan.
Dewan Tertinggi Koordinasi bertujuan memperkuat ikatan kaum muslimin di antara mereka dan pembentukan lembaga baru agama seraya memperkuat lembaga yang sudah ada. Selain itu, Dewan memberikan dukungan kepada Pusat-pusat kajian Islam baru di semua daerah untuk aktif membimbing kaum muslimin di semua bidang kehidupan dan membangun sebuah masyarakat Islami berdasarkan akidah yang lurus dan semangat persaudaraan.

wikipedia.org/wiki/Russia
saripedia.wordpress.com/2013/05/31/sejarah-perkembangan-islam-di rusia

1 comment :