Islam di Inggris

No comments

Jumlah Umat Islam di Inggris Tembus 3 Juta Jiwa


Realstreet.co.uk/Al Arabiya Sebuah poster yang ditempelkan di sebuah bus tingkat di kota London, Inggris mempromosikan Islam yang cinta damai.

LONDON, KOMPAS.com — Jumlah umat Muslim di Inggris untuk kali pertama menembus angka tiga juta jiwa. Demikian data Badan Nasional Statistik (ONS), yang dirilis pada akhir Januari 2016. Data ONS menunjukkan, warga Muslim di Inggris berjumlah 3.114.992 orang pada 2014 atau setara 5,4 persen dari total populasi. Menurut mingguan Mail on Sunday yang mendapatkan data ONS, kenaikan jumlah umat Muslim ini disebabkan imigrasi dan tingkat kelahiran.
                 Di beberapa kawasan di ibu kota London, proporsi penduduk Muslim mencapai hampir 50 persen, seperti di Tower Hamlets dan Newham di London timur.
Mingguan ini memperkirakan, jika tren ini berlanjut, umat Muslim akan menjadi warga mayoritas di dua kawasan tersebut dalam kurun 10 tahun mendatang. Sementara itu, wilayah di luar kota London yang memiliki proporsi warga Muslim cukup signifikan adalah Blackburn (29 persen), Slough (26 persen), Luton (25,7 persen), Birmingham (23 persen), Leicester (20 persen), dan Manchester (18 persen).  Mengomentari data ini, juru bicara Dewan Muslim Inggris mengatakan bahwa data statistik ini menunjukkan keberagaman masyarakat Inggris modern. Islam adalah salah satu agama dengan pertumbuhan tertinggi di Inggris. Pada 1991, jumlah warga Muslim di Inggris tercatat hanya 950.000 jiwa atau sekitar 1,9 persen dari total penduduk.

Muslim Inggris Adakan Festival Muslim Pertama

Diskusi antarmuslimah di Inggris
REPUBLIKA.CO.ID, MALDEN -- Muslim Inggris menyelenggarakan festival Muslim pertama di kawasan itu. Acara yang dinamakan Muslim Fest tersebut akan berlangsung pada tanggal 25 September di City Hall Plaza di Malden, Massachusetts. Direktur Muslim Fest, Mohammad Shadid mengatakan, festival ini dimaksudkan untuk merayakan keragaman komunitas Muslim dan menciptakan kesadaran yang lebih besar pada warisan budaya yang ada. "Budaya dan citra Muslim telah terdistorsi oleh politisi dan para teroris yang tidak mewakili Islam sama sekali," ujar Mohammad Shadid, seperti dilansir Cbslocal.com (18/9). Sementara itu, Wali Kota Malden, Gary Christenson menambahkan, festival ini dapat mempererat silaturahim antarkomunitas Muslim untuk ke depannya dan menjadi ajang untuk berbagi tradisi dan budaya yang begitu kaya.  Muslim Fest diadakan secara gratis dan terbuka untuk umum. Acara meliputi pertunjukan musik, tari, puisi, acara komedi dan layar seni bela diri, serta kegiatan anak-anak dan pasar tradisional yang menjual karya seni, pakaian dan makanan.



London Lebih Islami daripada Negara Muslim

 REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Islam adalah agama terbesar kedua di Inggris. Sebagian besar didominasi imigran dari Asia Selatan (khususnya Bangladesh, Pakistan, dan India) atau keturunan imigran dari wilayah itu. Ada pula komunitas lain yang berasal dari Timur Tengah, Afghanistan, Malaysia, dan Somalia serta sebagian kecil dari negara-negara Afrika, seperti Nigeria, Uganda, dan Sierra Leone. Menurut Sensus Nasional 2011, terdapat 2,7 juta Muslim yang tinggal di Inggris dan Wales, naik hampir satu juta dari sensus sebelumnya. Sebanyak lima persen dari jumlah itu adalah kalangan dewasa, sedangkan 9,1 persen merupakan anak di bawah usia lima tahun. Sebagian besar Muslim bermukim di Bradford, Luton, Blackburn, Birmingham, London, dan Dewsbury. Selain itu, populasi Muslim juga dapat ditemui di High Wycombe, Slough, Leicester, Derby, Manchester, Liverpool, dan kota-kota pabrik dari Northern England. Secara umum, umat Islam di Inggris menikmati kebebasan menjalankan praktik keagamaan. Sarjana muslim, Maulana Syed Ali Raza Rizvi, berpendapat bahwa di Inggris Muslim lebih bebas mempraktikkan keyakinan mereka.  Ini bila dibandingkan dengan negara- negara di Eropa lainnya dan tak sedikit negara-negara Islam. "London lebih Islami daripada banyak negara Muslim secara umum," ujar Rizvi dalam forum tokoh lintas agama di London seperti dilansir telegraph.co.uk(9/3).
Acara ini juga dihadiri oleh Kardinal Vincent Nichols, pemimpin Gereja Katolik Roma di Inggris dan Wales dan Kepala Rabbi Efraim Mirvis.

Islam di Inggris Semakin Eksis

Sejumlah kota besar di Inggris, seperti London, Liverpool dan Manchester pemeluk Islamnya terus bertambah. Badan Statistik di Inggris memprediksikan 10 tahun ke depan daerah-daerah tersebut mayoritas penduduknya Muslim. Berikut kisah Hisan AM (22), mahasiswi asal Indonesia yang sejak 2015 lalu sedang kuliah di Institute of Education , University College London (UCL). Inggris merupakan negara dengan populasi Muslim terbanyak ketiga di Uni Eropa, setelah Jerman dan Perancis. Populasi Muslim di Inggris berdasarkan Kantor Statistik Nasional (ONS) adalah 3 juta jiwa atau sekitar 5.4% dari total populasi Inggris dan sebagian besar berasal dari luar Uni Eropa. Hampir setengah populasi Muslim di Inggris (47.2%) merupakan warganegara Inggris keturunan India dan Pakistan. Kebanyakan dari mereka merupakan imigran dari Asia Selatan dan Afrika yang datang berbondong-bondong pada tahun 1950-an hingga 1970-an.
            Saat ini, populasi British Muslims terkonsentrasi di kota London (daerah Tower Hamlet dan Newham), Bradford, Luton, Birmingham, Leicester, Manchester dan Liverpool. Hal ini dikarenakan tingginya angka kelahiran di wilayah itu. Di beberapa daerah di London misalnya, separuh penduduknya Islam dan diprediksi dalam 10 tahun ke depan daerah-daerah tersebut mayoritas penduduknya Muslim. Di sisi lain, para mualaf asal Inggris juga berperan banyak pada awal penyebaran Islam di Inggris. Di antaranya Marmaduke (Muhammad) Pickthall, yakni seorang novelis yang menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris. Ia terkenal karena karyanya berupa terjemahan dan penjelasan al-Qur’an. Selain itu, dikenal juga karena berani menolak melakukan propaganda yang ditujukan kepada Muslim Inggris untuk mendukung Inggris perang melawan Turki.
           Selain Muhammad Pickthall, mualaf lain yaitu Abdullah Quilliam juga membantu mendirikan Islamic Centre dan masjid pertama di Liverpool pada tahun 1889 yang sanggup menampung ratusan orang. Ada juga Lord Stanley anggota parlemen Islam pertama di Inggris pada tahun 1869. Sementara itu, Lady Evelyn (Zainab) Cobbold, merupakan Muslimah Inggris pertama yang menunaikan ibadah haji tahun 1933 pada usia 65 tahun. Tidak hanya itu, Muslim Inggris keturunan Pakistan dan Bangladesh juga semakin banyak terlibat dan memiliki posisi penting di pemerintahan serta partai politik Inggris. Para Muslim tersebut di antaranya adalah Baroness Warsi, Muslimah pertama yang duduk di Kabinet pada tahun 2010. Pernah menjabat Sekjen Partai Konservatif, menteri senior di Kementerian Luar Negeri dan menteri di Departemen Dalam Negeri. Selain Baroness Warsi, ada pula Baroness Uddin, Muslimah pertama yang menjabat sebagai anggota parlemen Inggris pada tahun 1998.Pada saat dilantik sebagai anggota parlemen, beliau menyelipkan sumpahnya demi “Almighty Allah” dalam ikrar pengambilan sumpah jabatan. Beliau dikenal karena aktivitasnya dalam pemberdayaan perempuan dan hak-hak penyandang disabilitas. Ada juga Sajid Javid, politisi Muslim ternama dari Partai Konservatif; Salma Yacoob, mantan ketua Respect Party serta Lauren Booth, adik ipar Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris.
           Jumlah mahasiswa Islam di perguruan tinggi yang ada di Inggris cukup banyak. Mereka membentuk Islamic Societies di kampus-kampus. Banyak universitas yang menyediakan ruangan untuk shalat bagi para mahasiswa. Beberapa kampus bahkan juga menyediakan tempat untuk berwudhu.
            Di sisi lain, gambaran menyesatkan tentang Islam dan Muslim di media mendorong Islamic Societies di kampus-kampus dan para mahasiswa Muslim meluruskan citra tersebut. Berbagai acara terbuka untuk umum digelar demi memberikan penjelasan mengenai Islam, sambil terus menginformasikan dan mendidik mahasiswa Muslim tentang agama mereka sendiri. Islamic Societies di perguruan tinggi aktif menggelar acara-acara, seperti diskusi mengenai isu-isu Islam dan dunia modern, halaqah serta Islamic circle (pengajian) mingguan. Bahkan beberapa kali pernah menyelenggarakan event menarik seperti Islamic Awareness Week yang bertujuan mengenalkan Islam serta meluruskan kesalapahaman terkait Islam. Beberapa universitas bahkan pernah membagikan bunga mawar yang di selipkan dengan Hadits-hadits serta membuka booth untuk para mahasiswi mencoba menggunakan hijab.
           Usaha-usaha yang dilakukan mahasiswa Muslim itu disambut dengan tangan terbuka oleh mahasiswa Inggris. Walau perbedaan budaya dan bahasa, identitas bersama sebagai Muslim mampu menjembatani perbedaan tersebut. Untuk urusan makanan, beberapa kantin di kampus-kampus yang memiliki banyak mahasiswa Muslim juga menyediakan makanan halal. Apabila tidak ada menu halal di kantin, mahasiswa Muslim dapat memilih menu vegetarian yang selalu tersedia. Begitu pula di kota-kota dengan konsentrasi Muslim yang besar seperti London, Birmingham, Manchester, Liverpool, berbagai daging dengan logo halal dapat ditemukan di swalayan besar. Toko-toko yang dikelola oleh British Muslims tersebut banyak tersebar di berbagai kota di Inggris. Peraturan pemerintah mewajibkan semua produk makanan harus mencantumkan semua isi bahan-bahan di dalam produk tersebut. Hal ini memudahkan penganut Islam untuk menghindari makanan yang mengandung bahan-bahan tidak halal. Namun, di Inggris segelintir orang masih saja mendiskriminasi keberadaan Islam. Hal ini dialami adik teman saya yang pernah mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Mereka diteriaki dan dimaki dengan kata-kata kasar, dipaksa melepas jilbab, diminta kembali ke negara asal atau dicap sebagai teroris. Peristiwa itu biasanya terjadi setelah adanya serangan teror (seperti kasus Charlie Hebdo di Paris) atau dilakukan oleh orang mabuk di lingkungan yang didominasi warga kulit putih.
SUARA HIDAYATULLAH-APRIL 2016



Deretan Bangsawan Inggris Yang Memeluk Islam Di Era Victoria

Beberapa bulan yang lalu publik muslim dunia telah digemparkan dengan berita terpilihnya seorang Muslim, Sadiq Khan  menjadi walikota London. Pasalnya selama ini inggris dikenal sebagai Negara yang sangat pro dengan Negara Amerika Serikat. Kabar tersebut juga memicu perdebatan dari masyarakat luas tentang masuknya islam pertama kali di inggris.
Seperti yang dilansir oleh  Aljazirah sebenarnya bibit agama Islam sudah lama masuk di inggris. Tepatnya pada akhir akhir masa Era Victoria, kala itu banyak bangsawan termasuk beberapa putri kerajaan yang mulai masuk islam. hingga sampai saat ini bibit tersebut berkembang menjadi populasi muslim yang besar. Saat ini ada lebih dari 2,7 juta umat muslim yang hidup di inggris dan wales. Nah siapa sajakah bangsawan dari kerajaan inggris yang mulai masuk islam di akhir era Victoria. berikut ini kami berikan informasinya.


Berikut  Deretan Bangsawan Inggris Yang Memeluk Islam Di Era Victoria :
1. William Quilliam (1856-1932)
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Agama Islam di Inggris telah ada sejak beberapa abad silam. Karenanya, tak heran bila agama yang dibawa Rasulullah SAW mendapat tempat di hati warga Inggris. Sejumlah tempat ibadah pun akhirnya berhasil didirikan.

Namun, belakangan ini, seiring dengan gencarnya phobia terhadap umat Islam, agama yang mulia ini kerap dijadikan bahan ledekan oleh mereka yang tak memahami Islam. Walau begitu, hal tersebut tak menyurutkan niat seseorang yang diberi hidayah Allah untuk terus menyuarakan Islam. Pada pertengahan abad ke-19, seorang tokoh kenamaan Inggris mencoba memahami Islam. Dan akhirnya, ia pun menemukan kedamaian di dalamnya. Bertempat di sebuah bangunan yang kini sudah tampak kusam. Bahkan, harian The Independent di Inggris, pernah memuat tulisan berjudul "Forgotten Champion of Islam: One Man and His Mosque" yang ada pada edisi 2 Agustus 2007.  Bangunan yang terletak di kawasan Brougham Terrace No 8, West Derby Street, Liverpool, Inggris tak ubahnya seperti sebuah rumah hancur. Demikian tulis harian The Independent.  Bangunan bercat putih kusam dengan bagian pintu depan yang terlihat reyot dan pintu belakang yang penuh dengan coretan grafiti serta sarang burung dara yang menghiasi bagian atap bangunan dan jamur yang melekat di hampir seluruh permukaan dinding ini menyimpan cerita panjang mengenai Islam di negeri Ratu Elizabeth II ini. Bangunan yang menjadi saksi bisu sejarah perkembangan Islam di Inggris pada abad ke-19 dan 20 Masehi ini adalah milik William Henry Quilliam. Komunitas Muslim di kota Liverpool sudah sepantasnya berterima kasih kepada William.  Berkat jasanya, syiar Islam bisa merambah ke kota yang terletak di bagian barat laut Inggris. Dan, masyarakat Muslim di sana bisa menjalankan ibadah dan berbagai kegiatan lainnya secara bersama di sebuah bangunan yang memadai. Pada awalnya, tepatnya pada 1889, bangunan milik William ini difungsikan sebagai Islamic center dengan nama Liverpool Muslim Institute. Namun, dalam perkembangan berikutnya, bangunan Liverpool Muslim Institute ini juga difungsikan sebagai masjid dan sekolah bagi komunitas Muslim Liverpool. Sejarah mencatat, ini merupakan bangunan masjid dan Islamic center pertama yang didirikan di Inggris.
                     Siapa sebenarnya sosok William Henry Quilliam ini? Laman Wikipedia menyebutkan bahwa pria kelahiran Liverpool, 10 April 1856 ini berasal dari keluarga kaya raya. Ayahnya, Robert Quilliam, adalah seorang pembuat jam. Sejak kecil William sudah mendapatkan pendidikan yang memadai. Oleh kedua orang tuanya ia disekolahkan di Liverpool Institute dan King William's College. Di kedua lembaga pendidikan ini, ia mempelajari bidang hukum. Pada 1878, William memulai kariernya sebagai seorang pengacara. William tumbuh dan dibesarkan sebagai seorang Kristen. Agama Islam baru dikenalnya ketika ia mengunjungi wilayah Perancis selatan pada 1882. Sejak saat itu, ia mulai banyak mempelajari mengenai Islam dan ajarannya. Ketertarikannya terhadap Islam semakin bertambah manakala ia berkunjung ke Aljazair dan Tunisia. Berdakwah
Pada 1887, sekembalinya dari mengunjungi Maroko, William merealisasikan keinginannya untuk berpindah keyakinan ke agama Islam. Setelah masuk Islam, ia mengganti namanya menjadi Abdullah Quilliam. Dengan menyandang nama baru ini, William gencar mempromosikan ajaran Islam kepada masyarakat Liverpool. Untuk mendukung syiar Islam di kota Liverpool, ia berinisiatif untuk mendirikan sebuah lembaga khusus bagi orang-orang yang ingin mengetahui dan belajar tentang Islam. Maka, pada 1889, ia pun mendirikan Liverpool Muslim Institute. Guna menarik minat warga kota Liverpool, lembaga yang didirikannya ini tetap buka pada saat hari Natal. Tak hanya sebatas menjadi pusat informasi Islam. Abdullah kemudian memfungsikan bangunan Liverpool Muslim Institute menjadi tempat beribadah bagi komunitas Muslim Liverpool. Bangunan Masjid Liverpool Muslim Institute ini mampu menampung sekitar seratus orang jamaah.
                      Pendirian masjid ini kemudian diikuti oleh berdirinya sebuah perguruan tinggi Islam di kota Liverpool dan sebuah panti asuhan bernama Madina House. Sebagai pimpinan perguruan tinggi Islam, Abdullah menunjuk Haschem Wilde dan Nasrullah Warren.  Meski berstatus sebagai lembaga pendidikan Islam, perguruan tinggi yang didirikan William ini tidak hanya menerima murid dari kalangan keluarga Muslim saja. Murid dari keluarga non-Muslim pun diperbolehkan untuk belajar di sana. Guna menarik minat warga non-Muslim untuk mempelajari Islam, pihak pengelola kerap menyelenggarakan acara debat mingguan dan komunitas sastra.  William yang sejak muda dikenal aktif sebagai penulis sastra ini berupaya menarik simpati masyarakat non-Muslim di Liverpool melalui karya-karya sastranya. Upaya-upaya yang ditempuhnya untuk menyebarluaskan ajaran Islam melalui karya sastra dan lembaga-lembaga amal yang didirikannya itu berbuah manis. Dalam rentang waktu sepuluh tahun berdakwah, ia berhasil mengislamkan lebih dari 150 warga asli Inggris, baik dari kalangan ilmuwan, intelektual, maupun para pemuka masyarakat.  Bahkan, ibunya sendiri yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai seorang aktivis Kristen tertarik untuk masuk Islam setelah membaca tulisan-tulisannya. Berbagai tulisannya mengenai Islam ini ia terbitkan melalui media mingguan The Islamic Riview dan The Crescent yang terbit dari 1893 hingga 1908. Keduanya beredar luas secara internasional. Harian The Independent menulis bahwa William memanfaatkan ruang bawah tanah masjid sebagai tempat untuk mencetak karya-karya tulisnya.

                      Disamping itu, ia juga menerbitkan tiga edisi buku dengan judul The Faith of Islam pada 1899. Bukunya ini sudah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa dunia. Ratu Victoria dan penguasa Mesir termasuk di antara tokoh dunia yang pernah membaca bukunya ini.  Berkat The Faith of Islam, dalam waktu singkat nama Abdullah Quilliam dikenal luas di seluruh negeri-negeri Muslim. Berkat bukunya ini juga ia kemudian banyak menjalin hubungan dengan komunitas Muslim di Afrika Barat.  Berkat karyanya ini pula, ia mampu menerima berbagai penghargaan dari para pemimpin dunia Islam. Dia mendapatkan gelar Syekh al-Islam dari Sultan Ottoman (Turki Usmani), Abdul Hamid II pada 1894 dan diangkat sebagai atase khusus negeri Persia untuk Liverpool.  Ia juga mendapat sejumlah hadiah berupa uang dari pemimpin Afghanistan. Uang tersebut ia gunakan untuk mendanai perguruan tinggi Islam miliknya di Liverpool.
menyukai buku tersebut dan kemudian membuat salinanya untuk anak- anaknya.
2. Lady Evelyn Cobbold (1867-1963)
                 Lady Evelyn Cobbold Pada tahun 1900, Lady Evelyn melakukan perjalanan tanpa suaminya. Ia kembali ke Afrika Utara tahun 1911, pada usia 43 tahun, dan melakukan perjalanan di Mesir. Pada tahun 1912, buku tentang perjalanannya tersebut diterbitkan dengan judul Wayfarers in the Libyan Desert. Sejak saat itulah dan seterusnya, pengakuan dirinya sebagai seorang Muslim semakin meningkat. Lady Evelyn kemudian mengubah namanya menjadi Lady Zainab.
                 Setiap musim dingin Lady Zainab mengunjungi Mesir dan sejak tahun 1915 ia menjalin persahabatan dengan Marmaduke Pickhall, dengan seorang Inggris Muslim, yang menghasilkan salah satu penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa Inggris yang sangat dihargai.
Pada tahun 1920, informasi yang bersifat anekdot menyebarkan bahwa masuk Islam-nya Lady Evelyn menjadi penyebab dari kerenggangan hubungannya dengan keluarga Cobbold. Akhirnya, pada tahun 1922 Evelyn dan suaminya resmi bercerai. Evelyn memperoleh harta gono-gini yang sangat banyak, termasuk hutan berisi rusa di Glencarron. Harta tersebut menjadikan dirinya sebagai wanita terkaya di wilayahnya. Setelah kematian suaminya pada tahun 1929, Evelyn mulai serius untuk melakukan perjalanan haji ke Mekkah.
                  Keseriusannya pergi berhaji diwujudkan dengan mengajukan permohonan ke Hafiz Waba, Menteri Arab Saudi di London, yang kemudian menuliskan surat permohonan resmi kepada Raja Abdul Aziz di Riyadh. Lama permohonan tersebut dibalas. Karena bukan tipikal Evelyn untuk menunggu, ia kemudian mengirimkan surat perkenalan ke Harry St. John (Abdullah( Philby di Jeddah. Philby sendiri telah menjadi Muslim sejak tahun 1930. Sambil menunggu izin dari Raja, Philby-lah yang mengatur perjalanan menggunakan mobil ke Madinah.  Akhirnya, pada tahun 1933, keinginan evelyn untuk menunaikan ibadah haji terwujud setelah Raja Abdul Aziz mengabulkan permohonannya.  Demikianlah kisah Lady Evelyn Cobbold, seorang wanita bangsawan Inggris pertama yang menunaikan haji ke Mekkah. Bahkan, dapat dikatakan bahwa Lady Evelyn-lah wanita asli kelahiran Inggris pertama yang melakukan perjalanan haji. Kisah perjalanan haji Evelyn dituliskan dalam buku yang berjudul Pilgrimage to Mecca (Berhaji ke Mekka).
                 Dalam sejarahnya, tidak banyak fakta yang ditemukan bahwa Evelyn secara rutin melaksanakan ibadah shalat. Namun, diyakini bahwa ia telah mendeklarasikan syahadat dan berhaji menjadi puncak pembuktiannya sebagai Muslim. Lady Evelyn Zainab meninggal 30 tahun setelah berhaji, tepatnya pada Januari 1963, salah satu bulan terdingin dalam sejarah Inggris. Evelyn dimakamkan menurut syariat Islam di kawasan Glencarron. [firmansyah/islampos]
3. Rowland Allanson-Winn (1855-1935)
REPUBLIKA.CO.ID, Lord Headley Al-Farooq merupakan negarawan dan penulis terkemuka Inggris. Ia merupakan lulusan Cambrigde. Setelah lulus, ia lebih banyak aktif menjalani dinas kemiliteran.  Karier militernya selesai, Al-Farooq mulai menulis. Buku yang paling terkenal ia terbitkan salah satunya adalah Jurnal Salisbury. Jurnal ini berisi cerita tentang kebangkitan Barat terhadap Islam.  Selesai menulis itu, di luar dugaan Al-Farooq justru menjadi Muslim. Ia pun berganti nama menjadi Syaikh Rahmatullah Al-Farooq.
               "Keputusan saya itu dinilai karena saya dipengaruhi umat Islam. Tapi, bukan itu sebabnya, saya justru menjadi Muslim karena bertahun-tahun mempelajari Islam," kata Al-Farooq seperti dikutip arabnews, Jumat (3/5).  Al-Farooq begitu gembira ketika semua teori dan kesimpulan yang didapatnya sesuai dengan ajaran Islam. "Saya bisa pahami bahwa Yesus lebih dekat dengan Islam ketimbang apa yang dipahami gereja sekarang ini," kenang dia.
Sebagai satu contoh saja, Al-Farooq menyebutkan soal syahadat. Dalam Islam, syahadat merupakan satu wujud kesaksian dan komitmen terhadap Allah dan Rasul-Nya. Namun, hal itu justru diubah menjadi satu kunci menuju keselamatan. 
"Jadi, yang bisa saya tangkap, dalam pandangan Trinitas, Tuhan itu bisa menjadi seorang yang baik namun juga jahat. Saya merasa bersyukur melalui Yesus bisa mengetahui kebenaran," kata Al-Farooq.
4. Marmaduke Pickthall (1875-1936)

Muhammad Marmaduke Pickthall adalah seorang intelektual Muslim Barat yang terkenal dengan karya terjemahan Alqurannya yang puitis dan akurat dalam bahasa Inggris. Ia merupakan pemeluk Kristen Anglikan yang kemudian berpindah agama memeluk Islam. Sosoknya juga dikenal sebagai seorang novelis, jurnalis, kepala sekolah serta pemimpin politik dan agama.

Terlahir dengan nama William Pickthall pada tanggal 7 April tahun 1875. Dia berasal dari keluarga kelas menengah di Suffolk, Inggris. Ayahnya Charles Grayson Pickthall adalah seorang Pendeta Anglikan. Karenanya tak mengherankan jika William tumbuh dan dibesarkan di tengah keluarga penganut Kristen Anglikan yang taat.
Ketika usianya menginjak lima tahun, sang ayah meninggal. Tak lama berselang keluarganya pun memutuskan untuk menjual tempat tinggal mereka di Suffolk dan pindah ke kota London. Kepindahan tersebut sempat membuat William depresi dan sakit-sakitan. Sifat pemalu yang ada pada dirinya, membuat dia sulit untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. Terlebih lagi ketika ibunya Mary O'Brien memasukannya ke Harrow, sebuah sekolah swasta elite khusus bagi murid laki-laki. Satu-satunya yang menjadi teman penghiburnya saat menimba ilmu di Harrow adalah Winston Churchill.

                  Saat di Harrow, William mulai menunjukkan ketertarikannya terhadap ilmu bahasa. Selepas tamat dari Harrow, ia mulai mempelajari sejumlah bahasa, di antaranya Gaelik (bahasa orang Skotlandia) dan Welsh (bahasa orang Wales). Karena kemahirannya dalam penguasaan kedua bahasa ini, maka salah seorang gurunya di Harrow mendaftarkan William untuk mengikuti ujian seleksi penerimaan pegawai di Departemen Luar Negeri. Namun ia gagal dalam ujian.  Kegagalan tersebut tidak membuat William patah arang. Ia kemudian menghabiskan waktunya untuk mempelajari bahasa Arab dengan harapan suatu saat ia bisa memperoleh pekerjaan sebagai seorang konsuler di Palestina. Di usianya yang belum genap 18 tahun, ia memutuskan untuk berlayar ke Port Said, sebuah kota pelabuhan yang berada di kawasan timur laut Mesir                                .

Pembela Muslim                                                 .       


                Perjalanan ke Port Said ini menjadi awal mula petualangannya ke negara-negara muslim di kawasan Timur Tengah dan Turki. Keahliannya dalam berbahasa Arab telah memikat penguasa Ottoman (Turki Usmaniyah). Atas undangan dari pihak Kesultanan Ottoman, William yang kala itu belum menjadi seorang Muslim, mendapat tawaran untuk belajar mengenai kebudayaan Timur. Selama masa Perang Dunia I tahun 1914-1918, William banyak menulis surat dukungan terhadap Turki Usmaniyah. Saat propaganda perang dikumandangkan tahun 1915 yang mengakibatkan pembantaian di Armenia, dia secara terang-terangan menentangnya dan menyatakan bahwa kesalahan tidak bisa ditimpakan kepada pemerintah Turki atas kejadian tersebut. Pada saat banyak imigran Muslim asal India di London dibujuk oleh Kementerian Luar Negeri untuk menyediakan bahan-bahan propaganda dukungan terhadap Inggris dalam perang melawan Turki, ia tidak bergeming. Ia tetap tegas dengan pendiriannya guna membela saudaranya sesama Muslim.  Begitu juga saat komunitas Muslim di Inggris diberikan pilihan apakah setia terhadap sekutu (Inggris dan Prancis) atau justru mendukung Jerman dan Turki, jawaban yang diberikan William cukup mengejutkan. Dia tetap pada pendiriannya tidak akan mendukung negaranya itu. Perjalanan ke negara-negara Islam dan Turki ini, telah membuat William banyak bersentuhan langsung dengan agama Islam. Dari situ kemudian mulai muncul rasa ketertarikan terhadap ajaran Islam. Maka, di tahun 1917 dia memutuskan untuk memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Muhammad Marmaduke Pickthall.
                 Bahkan sebelumnya William sempat menjadi pembicara pada diskusi yang diadakan Muslim Literary Society bertajuk 'Islam and Progress' tanggal 29 Nopember 1917 di Notting Hill, London Barat. Setelah memeluk Islam, William banyak berkecimpung dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan syiar Islam. Tahun 1919, ia aktif di Biro Informasi Islam yang berkedudukan di London serta beberapa usaha penerbitan media Islam lainnya seperti Muslim Outlook. Usai merampungkan novelnya berjudul Early Hours tahun 1920, dia mendapat penugasan di India sebagai editor di surat kabar Bombay Chronicle. Kemudian di tahun 1927 William pindah ke penerbitan jurnal tiga bulanan Islamic Culture selaku editor yang berkantor di Hyderabad.  Ada satu lagi sumbangsihnya selama tinggal di Hyderabad terkait dengan upaya menegakkan syiar Islam. Tahun 1925, Pickthall diundang oleh Komite Umat Muslim di Madras untuk memberikan kuliah umum tentang segala aspek mengenai Islam. Koleksi dari bahan-bahan kuliahnya ini sudah dipublikasikan tahun 1927 dengan harapan agar kalangan non-Muslim lainnya dapat mengerti apa itu agama Islam.

                  Awal 1935 Pickthall kembali ke Inggris. Tahun 1936 ia berpindah ke St Ives dan meninggal di kota kecil itu pada tanggal 19 Mei 1936. Ia dimakamkan di pemakaman Muslim di Brookwood, Surrey (dekat Woking, Inggris) empat hari kemudian. Oleh kaum Muslim Inggris, Pickthall dijuluki sebagai "pejuang agama" dan "pelayan Islam sejati".

Menerjemahkan Alquran                                   .

             Sebenarnya sudah sejak lama saat baru masuk Islam, William mempunyai obsesi menerjemahkan kitab suci Alquran ke dalam bahasa Inggris. Dia merasa adalah tanggungjawab semua umat Muslim untuk memahami Alquran dengan sebenar-benarnya. Namun obsesinya ini baru terealisasi pada tahun 1928, setelah ia berhasil menyelesaikan proyeknya dalam menerjemahkan Alquran. Hasil kerja kerasnya ini kemudian ia terbitkan pada tahun 1930 dan diberi judul 'The Meaning of the Glorious Koran'. Ribuan umat Muslim pun segera mendapat manfaat dari karya Muhammad Marmaduke Pickthall yang lantas dianggap oleh banyak kalangan sebagai karya monumental. Tak hanya itu, umat Muslim pun kemudian menyadari bahwa The Meaning of Glorious Koran diselesaikan di kota Nizamate, Hyderabad, sebuah kawasan yang di Selatan India yang didominasi umat Islam.

               Seperti ilmuwan Muslim lainnya, ia tidak menerjemahkan kata Allah SWT dalam Alquran. Ia menulis dalam kata pengantarnya, ''Quran tidak bisa diterjemahkan.'' Jadi, terjemahannya tetap berdampingan dengan teks asli Alquran dalam bahasa Arab.  Dalam kata pengantar dalam karyanya ini Pickthall juga menulis mengenai keutamaan Alquran dibandingkan kitab-kitab yang lainnya, "Sebelum memulai mempelajari Alquran, seseorang haruslah menyadari bahwa tidak seperti bahan bacaan lain, ini merupakan sebuah buku yang unik dan berasal dari Yang Mahatinggi, pesan-pesan abadi serta universal. Kandungan isinya tidak merujuk pada tema atau gaya tertentu, melainkan fondasi dari seluruh sistem kehidupan, mencakup segala spektrum permasalahan, yang cakupannya mulai dari ayat-ayat kepercayaan maupun perintah serta sumber pengajaran, kewajiban, hukuman bagi yang melanggar, hukum umum dan pribadi, serta solusi terhadap persoalan pribadi maupun sosial kemasyarakatan..cerita kaum di masa lampau teriring apa-apa yang dapat dipetik pelajaran darinya.''  Karya Pickthall ini menjadi karya pertama penulisan makna Alquran dalam bahasa Inggris oleh orang Inggris asli. Selain itu, tulisan Pickthall juga menjadi salah satu dari dua karya terjemahan Alquran dalam bahasa Inggris yang sangat populer. Karya lainnya ditulis oleh Abdullah Yusuf Ali.
Posted by Spirit Jaurney at 11:54 PM 
SEJARAH ISLAM DI INGGRIS


                 Islam mulai tersentuh di Inggris sekitar abad 16 namun mulai berkembang sekitar abad 18. Awal masuknya islam ke Inggris berawal dari imigran dari Yaman, Gujarrat, dan negara timur tengah lainnya. Setelah dibukanya terusan Suez pada tahun 1869 dan sejalan dengan meluasnya ekspansi kolonial Inggris, para pendatang muslim itu semakin lama semakin banyak dan mulai membentuk pemukiman baru di kota-kota pelabuhan seperti Cardiff Shout Shields (Dekat Newcastle), London, dan Liverpool. Lama kelamaan umat muslim yang berada di inggris membuat masjid untuk beribadah mereka, walaupun hanya beberapa masjid yang baru di bangun. Umat muslim yang berada di inggris juga banyak melakukan kegiatan sosial dan partisipasinya di dalam universitas yang ada di inggris.  Organisasi-organisasi islam juga mereka ciptakan di negri inggris, diantaranya organisasi jamaat al-islam, The Muslim Brotherhood, The Union of Muslim Organization, The Federation of Student Islamic Societis (FOSIS) dan masih banyak lagi.

Sejarah Masuk islam abad 16 – 17 di Inggris

                 Pada abad XVI-XVII kekuatan armada laut Muslim sangat mendominasi laut Mediterranean. Ekspansi Muslim telah mencapai Istanbul sebagai pusat imperium Turki Usmani, Aleppo sebagai jalur penting yang dilalui silk roat, Beirut  sebagai pelabuhan besar yang disinggahi kapal-kapal Eropa, Jerusalem sebagai kota yang banyak diminati para peziarah; Cairo sebagai kota pusat perdagangan; dan Fez sebagai kota yang sangat maju dan terkenal pada saat itu. Ketika armada Spanyol dipandang sebagau ancaman yang menghantui Inggris, Ratu Elizabeth pada pertengahan tahun 1580 tidak ragu-ragu untuk meminta Sultan Murad (penguasa Turki Usmani) membantu armada laut Inggris melawan orang-orang Spanyol. Ketimbang dengan negara-negara Eropa, Inggris lebih menyukai menjalin hubungan perdagangan secara luas dengan negeri-negeri Muslim. Orang Inggris yang pertama kali memeluk Islam yang namanya tetap bertahan dalam catatan sumber-sumber literatur Inggris seperti The Voyage Made to Tripoli (1583) adalah John Nelson. Ia adalah putera perwira rendah anggota pasukan pengawal Ratu Inggris.

                 Pada tahun 1636 telah dibuka jurusan bahasa Arab pada Universitas Oxford. Dan diketahui bahwa Raja Inggris Charles I telah mengoleksi manuskrip-manuskrip yang berbahasa Arab dan Persia. Perpustakaan Bodleian di Oxford memiliki manuskrip surat al-Walid (Sultan Maroko) yang ditujukan kepada Raja Charles I.  Kekacauan perang sipil mungkin menjadi pendorong beberapa orang Inggris untuk memutus hubungan tradisi yang baik, sehingga sebuah catatan yang dibuat tahun 1641 dengan mengacu kepada sebutan “sebuah sekte penganut Muhammad” (a sect of Mahomatens) dinyatakan “telah ditemukan di sini, di London”. Pada sekitar tahun 1646 Raja Charles diasingkan ke Oxford setelah dikepung oleng angkatan bersenjata pimpinan Cromwell. Pertempuran terburuk pecah dan berakhir pada kekalahan pasukan yang setia kepada raja. Pada bulan Desember 1648, Dewan Mechanics dari New Commonwealth menyuarakan sebuah toleransi bagi berbagai kelompok agama termasuk Muslim. Setahun kemudian, 1649, terjadi even penting dalam perjalanan sejarah Muslim di Inggris di mana  Al-Quran untuk pertama kalinya diterjemahkan di Inggris oleh Alexander Ross dan kemudian dicetak. Pencetakan itu sampai menghasilkan edisi kedua. Fakta ini membuktikan bahwa terjemahan al-Quran mengalami jangkauan sirkulasi yang luas di kalangan masyarakat Inggris.

                 Ketika Cromwell menjadi penguasa tunggal Inggris di tahun 1649, acuan kepada Islam dan kaum Muslim menjadi bagian dari diskusi yang menggejala pada saat itu. Musuh-musuh Cromwell menyerang kaum revolusioner karena mereka tidak menaruh respek kepada para pendeta dan menolak ajaran dan pendapat resmi petinggi Gereja Anglikan. Musuh-musuh Cromwell mencemooh dengan mengatakan, “Sungguh, jika pengikut-pengikut Kristiani mau bahkan rajin membaca dan mengamati hukum dan sejarah Muhammad, mereka boleh jadi merasa malu ketika melihat betapa tekun dan bersemangat para pengikut Muhammad dalam mengerjakan ketaatan kewajiban, kesalehan dan amal ibadah; betapa tulus ikhlas, suci dan takzimnya di dalam masjid, begitu taat kepada para ulama mereka. Bahkan orang Turki terhormat sekalipun tidak akan mencoba melakukan sesuatu tanpa berkonsultasi dengan muftinya.” Kaum revolusioner dikritik karena mereka hanya mengikuti otoritas-otoritas keagamaan  yang dideklarasikan oleh mereka sendiri. Sementara, sultan sekalipun sangat memperhatikan nasihat-nasihat mufti dalam persoalan keagamaan. Penulis-penulis lain yang tidak menaruh simpati kepada revolusi Cromwell membandingkan para profesor agama orang-orang Turki dengan kaum puritan Cromwell. Dan layak diketahui bahwa di kalangan orang dekat Cromwell terdapat orang-orang hebat seperti Henry Stubbe, sarjana ahli bahasa Latin, Yunani, dan Hebrew, dan terdapat pula sahabat Cromwell yang lain, Pocock, seorang profesor yang ahli bahasa Arab di Oxford.
                  Cromwell dan sekretarisnya, John Milton, menunjukkan keakrabannya kepada al-Quran. Hal itu tergambar dalam sebuah surat yang dikirimkan kepada penguasa Muslim Al-Jazair di bulan Juni 1656. Dalam suratnya Cromwell menyatakan: “Cromwell mengharapkan pihak yang dikirimi surat  agar mematuhi persetujuan dagang antara kedua negara karena tabaiat agama Islam adalah ‘kami sekarang, pada saat ini, merasa perlu untuk menyukai Anda yang telah memaklumkan diri Anda sendiri sampai saat ini dalam segala hal untuk menjadi orang yang mencintai kebenaran, membenci kebatilan, mematuhi amanah dalam perjanjian.’ Kata-kata terakhir menegaskan deskripsi yang tepat mengenai Islam sebagai sebuah agama yang mengajak kepada kebenaran dan menanggalkan perbuatan batil.” Cromwell banyak mengutip teks-teks al-Quran dalam berkomunikasi melalui surat. Tidak hanya ditujukan kepada kaum Muslim di seberang lautan, tetapi juga orang-orang Kristen yang tinggal di England dan kepulauan Inggris selebihnya. Ilmuwan dari Universitas Cambridge, Isaac Newton, tercatat sebagai orang sangat dipengaruhi oleh pemikiran sarjana Muslim Arab. Pada tahun 1674, dengan penuh resiko dan keberanian menolak untuk berpegang pada ajaran suci trinitas. Michael White, penulis biografi Newton menyatakan, Newton secara fanatik menentang konsep trinitas.

                 Pada abad XVII teks-teks berbahasa Arab dalam bidang matematika, astronomi, kimia dan kedokteran merupakan tema sentral bagi program pendidikan yang lebih tinggi di Inggris. Untuk memperoleh akses kepada pengetahuan lebih lanjut pada saat itu, bukan hanya penerjemahan yang dimulai di Oxford dan Cambridge, tetapi juga persiapan untuk melatih sebuah generasi sarjana yang ahli berbahasa Arab. Seorang pengunjung di Westminster School mencatat dalam buku hariannya, “Saya mendengar dan melihat sejenis latihan pada pemilihan para sarjana di Westminster School untuk dikirim ke Universitas, baik yang berbahasa Latin, Yunani, Hebrew maupun Arab.  Kemampuan linguistik sangat penting karena menurut Isaac Borrow, profesor matematika Cambridge, penguasaan bahasa Arab perlu untuk penguasaan lebih lanjut pengetahuan-pengetahuan tersebut. Para tokoh intelektual Muslim yang kenamaan dikenal dengan nama-nama mereka yang sudah “berbau” Inggris: Alfarabi, Algazel, Abensina, Abenrusd, Abulfeda, Abdiphaker, Almanzor, Alhazen. Water Salmon termasuk di antara mereka yang menyusun ilmu fisika praktis (1692) dari ‘Geber Arab’, atau ahli kimia, Jabir bin Hayyan. Robert Boyle  (ahli kimia yang dikenal oleh setiap siswa sekolah) mempelajari sains dari literatur berbahasa Arab dengan tujuan agar mampu menghadapi tantangan dari konsepsi tradisional dalam pengetahuan kontemporer. Newton mewariskan lebih dari sejuta kata dalam subyek kimia dengan kata-kata asli berbahasa Arab.

Sejarah Peradaban Islam Mulai Abad 18

                    Imigrasi muslim ke Inggris mulai berlangsung pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 melalui pendaratan para pelaut yang direkrut oleh East India Company (Perusahaan India Timur) dari Yaman, dan  Gujarrat.  Saat awal imigran muslim India dan Pakistan menetap di Inggris,pengaruh warisan kultural kerajaan dan struktur politik Negara setempat yang saling mendukung memperkuat dorongan Negara komunalisme. Selama hampir satu abad, umat islam harus belajar hidup dengan status minoritas dan jauh dari kekuasan politik di anak benua India, masyarakat inggris pasca perang memberi ruang  bagi identitas kebangsaan yang paralel.  Setelah dibukanya terusan Suez pada tahun 1869 dan sejalan dengan meluasnya ekspansi kolonial Inggris, para pendatang muslim itu semakin lama semakin banyak dan mulai membentuk pemukiman baru di kota-kota pelabuhan seperti Cardiff Shout Shields (Dekat Newcastle), London, dan Liverpool. Komunitas muslim di negara itu memiliki akar budaya yang berbeda satu sama lain. M. Ali Kettani, dalam bukunya "Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini" mengatakan imigran pertama ke Inggris adalah orang Yaman dari Aden. Mereka menghimpun diri di Cardif dan di situ membangun salah satu masjid pertama di negeri itu pada tahun 1870. Sebelum pergantian abad, datang kelompok muslim lain dari India dan menetap di dekat London, di sana mereka membangun masjid Shah Jehan di Woking.

                 Sekitar abad ke-19, sejumlah pengusaha muslim juga  telah berniaga ke kerajaan Inggris. Salah satunya adalah perusahaan terkenal "Mohamed’s Baths” yang didirikan oleh Sake Deen Muhamed (1750-1851). Selain pekerja dan pedagang, pada akhir abad ke-19 mulai masuk juga kelompok intelektual ke Inggris. Hal ini terlihat tatkala pada periode antara 1893 hingga 1908, sebuah jurnal mingguan bernuansa Islami dengan nama "The Cresent", mulai disebarkan di Liverpool. Pendiri jurnal ini adalah seorang muslim keturunan bangsawan Inggris yang bernama William Henry Quilliam, yang ditengah komunitas muslim dikenal sebagai Syekh Abdullah Quilliam, yang berprofesi sebagai pengacara. Dia masuk Islam pada tahun 1887 setelah lama bermukim di Aljazair dan Maroko. william Henry Quilliam (Syekh Abdullah Quilliam) bahkan memelopori pembangunan sebuah masjid yang sangat aktif dan menjadi pusat dakwah di wilayah Inggris.

               Di samping itu, pada tahun 1930-an, gagasan rencana pembangunan masjid pusat di London juga muncul sebagai respons atas pembangunan masjid di Paris pada tahun 1926 yangjuga mendapat perhatian dara Raja Goerge IV pada tahun 1944. Namun, berbagai kendala seperti terjadinya Perang Dunia II dan masalah yang dihadapi pemerintah lnggris akibat kemerdekaan India dan Pakistan, menyebabkan pembangunan masjid tertunda hingga tahun 1970-an. Baru pada tahun 1977, Masjid Pusat London dengan Islamic Cultural Center (Pusat Kebudayaan Islam)-nya akhirnya diresmikan  dan dewasa ini menjadi terkenal. Pertambahan jumlah masjid dalam perkembangan-perkembangan selanjutnya di Inggris sesungguhnya mencerminkan peningkatan jumlah komunitas muslim di Inggris. Peningkatan itu berhubungan erat dengan tahapan sejarah imigrasi kaum muslim secara besar-besaran dari berbagai negeri muslim ke Inggris tahun 1950-an, dan sebagai akibat penyatuan kembali keluarga imigran yang diterapkan awal tahun 1960-an, terutama dari India, Pakistan, dan Bangladesh. Selain itu, sehubungan dengan terbitnya "Commonwealth Immigration Act" (Undang-undang Imigrasi Persemakmuran), tahun 1962, yang semakin memberikan kemudahan untuk menjadi warga negara Inggris bagi warga negara bekas jajahan Inggris, juga turut mendorong laju migrasi ini.

             Pola distribusi pemukiman muslim tidak merata, baik secara geografis maupun etnis. Kendati demikian, ada konsentrasi tertentu, misalnya penduduk muslim India di West Midlands, Arab dan Iran di Cardif Liverpool, dan Birmingham. Turki-Cyiprus di wilayah Timur London, serta Pakistan dan Bangladesh di Bradford. Begitu signifikannya komunitas muslim Pakistan dan Bangladesh itu di Bradford, sampai orang menyebutnya kota ini sebagai Islamabad-nya Inggris. Dari perspektif mazhab, muslim di Inggris mayoritas bermazhab Hanafi, sisanya Syaf i,  Ja'fari atau Ismaili.

Sumber referensi :
http://peradabanislaminggris.blogspot.com/2013/06/sejarah-peradaban-islam-di-negara.html
http://ilmu-ngawortepak.blogspot.com/2013/03/awal-masuk-dan-perkembangan-islam-di.html
http://www.referensimakalah.com/2011/08/perkembangan-islam-di-inggris-abad-xvi_2468.html

No comments :

Post a Comment