Islam di Kamboja

2 comments


PM Kamboja Buka Masjid Agung di Phnom Penh
Posted on March 27, 2015



SEBUAH masjid agung bergaya Ottoman dikabarkan telah dibuka secara resmi oleh Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Peresmian ini dihadiri oleh lebih dari 1.000 orang di ibukota, pada hari Jumat (27/3/2015).
Masjid yang bernama Al-Serkal Haram ini terletak di kawasan Boeng Kak Phnom Penh. Masjid ini didanai oleh Eisa Bin Nasser Bin Abdullatif Alserkal, seorang pengusaha Emirat. Masjid ini menggantikan masjid yang pernah berdiri di sana sebelumnya, yang diruntuhkan pada tahun 2012.
Ahmad Yahya, presiden Organisasi Pembangunan Komunitas Muslim Kamboja, menggambarkan masjid itu sebagai masjid “yang terbesar dan paling indah”. Dikutip World Bulletin, Yahya menambahkan pembangunan masjid telah menjadi penanda penting dalam kisah komunitas Muslim di Kamboja. Masjid yang dibangun dengan dana sejumlah 2 juta USD ini, telah menarik ratusan orang yang berkerumun di luar.
“Hun Sen mengatakan kepada orang banyak bahwa ia bangga kepada Muslim Kamboja,” kata Yahya.  Muslim Kamboja disebut sebagai Cham dan pernah menjadi sasaran rezim Maois Khmer Merah pada 1970-an.
“Dia mengatakan umat Islam di Kamboja tidak memiliki masalah, tidak ada pertempuran satu sama lain, tidak ada diskriminasi seperti apa yang kita lihat antara Syiah dan Sunni Muslim di negara-negara lain … tapi dia sangat bangga dengan umat Islam di Kamboja, sama bangganya terhadap umat Buddha,” kata Yahya.
Mengacu pada desain masjid yang bergaya Ottoman, Yahya mengatakan hal itu telah menjadi hit dan digemari banyak orang, khususnya  bagi orang-orang Muslim di Kamboja. [ds/islampos]


Minoritas Muslim di Kamboja bebas bangun masjid dan ibadah
Sri Lestari Wartawan BBC Indonesia
16 Juli 2015

 Image caption Masjid al Serkal dibangun dengan bantuan dana RP 300 milyar sumbangan Dubai dan diresmikan PM Hun Sen.
Warga Muslim di Kamboja mengaku bebas menjalankan ibadah dan mendirikan masjid di lingkungan mereka, perempuan pun bisa memakai jilbab di sekolah.
El Boravy, warga Kamboja lulusan Fakultas Kedokteran UGM mengatakan para siswa sekolah diizinkan menggunakan jilbab sejak beberapa tahun yang lalu.
"Pemerintah memberi kita hak untuk menjalankan kepercayaan sendiri, sekarang anak sekolah sudah bisa pakai jilbab di sekolah, dulu 'kan tidak," jelas El Boravy yang berasal dari etnis Cham. Sejak dua tahun terakhir ini, Perdana Menteri Hun Sen menggelar buka puasa dengan umat Muslim pada bulan Ramadan, dan meresmikan masjid.
Image caption Sos Kamry pernah ditahan dan dipaksa bekerja oleh rezim Pol Pot.

Kondisi ini sangat jauh berbeda di masa rezim Pol Pot yang memimpin Partai Komunis Kamboja. Ketika itu umat beragama di negara ini tidak boleh menjalankan ibadah.
Tempat ibadah dihancurkan, termasuk kuil dan masjid. Bahkan sebagian dijadikan kandang babi, sementara umat Muslim dipaksa memakan babi. Direktur Jenderal Majelis Tertinggi Pimpinan Umat Islam Kamboja atau Mufti Kamboja Sos Kamry, yang ketika itu berusia 25 tahun, mengaku sempat ditahan dan dipaksa mengikuti kemauan pengikut Pol Pot.
"Kita makan daging kucing, anjing dan babi, ya makan seperti itu, kadang-kadang tidak diberi makan, kadang harus makan agar tidak lapar saja, masjid dan kuil serta patung-patung dan sekolah dihancurkan, kitab suci dibakar," jelas SOS Kamry kepada wartawan BBC Indonesia, Sri Lestari.

Image caption Jutaan orang tewas di Kamboja di masa Khmer Merah, termasuk kelompok etnis dan agama minoritas.
Di masa itu, diperkirakan 95 ribu orang Islam tewas dieksekusi, kelaparan dan penyakit, dari populasi Umat Islam yang mencapai 250 ribu orang.
Menurut SOS Kamry, dia dibebaskan pada tahun 1979 di akhir rezim Pol Pot yang dikalahkan invasi Vietnam ke Kamboja.
Setelah rejim Khmer Merah berakhir, Umat Islam di Kamboja perlahan bebas menjalankan ibadah. Masjid-masjid kembali dibangun dengan dana bantuan dari negara-negara Islam.

Makanan halal sulit


Image caption El Boravy umat Muslim di Kamboja sulit mencari makanan halal.
Menurut El Boravy kesulitan yang dihadapi sebagai Muslim di Kamboja sama dengan minoritas Muslim di negara lain, yaitu tak mudah mencari makanan halal.
"Di sini makanan yang tidak bebas seperti di Indonesia, di restoran dan hotel tak semua makanan halal, jadi susah. Biasanya kita siapkan dari rumah, seperti untuk dibawa ke sekolah anak," jelas dia. Tetapi di ibukota terdapat banyak toko-toko yang menjual makanan halal terutama di kawasan yang banyak dihuni umat Muslim, seperti kilometer tujuh Kota Pnom Penh.

Image caption Pasar Ramadan di Km 7 Pnom Penh, Kamboja.
Di kawasan ini pula, ada pasar Ramadan yang menjual makanan ringan untuk berbuka puasa, seperti es tebu, es dengan buah mirip kolang kaling dan juga kolak pisang ala Kamboja.
Umat Islam di Kamboja berjumlah sekitar 500 ribu orang, dari total populasi yang mencapai 15 juta jiwa.
Sebagian besar dari mereka berasal dari etnis Cham, yang merupakan keturunan dari warga Kerajaan Champa.
Ketika Kerajaan Champa ditaklukan oleh Vietnam, etnis Cham melarikan diri ke Kamboja, bagian selatan Vietnam, Brunei, Malaysia dan Aceh serta Indonesia.

Muslim Kamboja Dipaksa Makan Babi dan Dilarang Puasa
Rep: C33/ Red: Erik Purnama Putra
thecmdf.org 

Muslim Kamboja sedang silaturahim.
REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH – Kesaksian terus dilancarkan terhadap kasus Khmer Merah di Kamboja yang sedang menjalani proses pengadilan. Baru-baru ini kelompok Muslim Kamboja memberanikan diri bersaksi di pengadilan.

Pengadilan kasus genosida mendakwa Nuon Chea dan Khieu Samphan dari pihak Khmer. Mereka ditengarai memimpin Khmer ketika terjadi pembantaian Muslim dan warga Vietnam. Saat pembantaian itu, jutaan orang mengungsi dari wilayah perkotaan ke pinggir kota.
Salah satu saksi asal Provinsi Cham Sos Min memulai kesaksiannya yang menyatakan berbagai kesalahan dan keburukan Khmer. Menurut dia, Khmer malah merusak kehidupan Cham yang sudah tenang.
”Mereka memaksa kami (umat Muslim) memakan babi dan melarang kami untuk berpuasa,” ujarnya seperti dilansir dari Anadolu News Agency. Pria berusia 61 tahun itu menceritakan pembagian makan sangat diatur dan tentunya bertahan hidup menjadi sulit. Bahkan, ia mengatakan warga Cham tidak diizinkan menggunakan bahasa daerahnya. Selain itu, menurut dia, jika tidak menuruti segala perintah, akan didakwa sebagai musuh Angkar. Angkar merupakan sebutan untuk pemimpin tertinggi dalam struktur kepemimnan Khmer. Orang yang didakwa sebagai musuh ini akan ditangkap biasanya pada malam hari. ”Kalau mereka akan memenjarakan seseorang maka mereka pasti melakukannya,” ujarnya.

Muslim Kamboja di Tengah Komunitas Buddha

17 Januari 2014 20:42:23 Diperbarui: 24 Juni 2015 02:44:09

Jumat kedua perjalanan kali ini, Jumat yang lalu dapat dilaksanakan di Mahidol University, Kampus Salaya. Pihak kampus menyediakan surau di kawasan Pusat Kegiatan Mahasiswa yang terletak di samping kantor Muslim Student Association. Sementara di Siem Reap ada sebuah masjid yang menjadi tempat untuk shalat Maghrib sekaligus menunggu isya. Sepanjang mengunjungi Angkor Wat justru shalat di Angkor beralaskan tikar yang dipinjamkan petugas dari depan altar Buddha. Walau sujud di tempat Buddha tidak mengurangi usaha untuk khusyu’ dengan berbekal tayammum. Hari ini sejak Kamis sudah bertanya-tanya ke pramuniaga Restoran Malaysia yang terletak di Old Market, Phnom Penh. Populasi muslim di Kamboja tidak sampai 5%, ini data dari Mufti Kamboja. Sementara kalau menggunakan data dari sensus nasional, jumlah muslim Kamboja hanya sekitar 2%. Perbedaan ini muncul karena muslim Kamboja banyak yang berada di daerah yang tidak terakses petugas sensus.
Sementara persebaran muslim Kamboja untuk terjadi sampai ke Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sehingga ketika sensus, lagi-lagi mereka tidak termasuk dalam pendataan. Beberapa kendala teknis itu sehingga ada perbedaan sensus secara signifikan antara yang dimiliki kementerian terkait dengan kenyataan yang dialami Mufti Kamboja. Berbincang seusai shalat Maghrib di Al-Serkal Mosque tepat di tengah-tengah kota Phnom Penh, sementara ini dalam penyelesaian pembangunan. Untuk sementara dibuatkan tempat shalat sambil menunggu masjid rampung. Sepenuhnya masjid ini bantuan dari pemerintah Kuwait, termasuk satu paket dengan asrama, dan sekolah. 2012, masjid lama dirubuhkan dan digantikan dengan masjid dengan dua menara dan satu kubah, berlokasi tidak juah dari danau Boeung Kak yang sekarang mengering. Untuk tingkat pendidikan dasar sampai menengah sudah ada madrasah yang mengeluarkan ijazah dan terdaftar di Kementerian Pendidikan Kamboja.
Sementara untuk pendidikan tinggi, ini menjadi tantangan. Dari tujuh universitas negeri, dan tiga puluh universitas swasta, belum satupun yang menjadi Islam sebagai sebuah mata kuliah, apalagi menjadikannya sebagai jurusan. Namun, masyarakat muslim Kamboja tidak berkecil hati dan berdiam diri. Justru mereka secara aktif mengembangkan kesefahaman sekaligus memberikan informasi terkait dengan kehadiran masyarakat Islam di Kamboja, sehingga suatu saat mereka dapat memiliki tempat bagi kelanjutan pendidikan tinggi yang khusus dalam kajian Islam. Kesefahaman Islam dengan agama Buddha sepertinya belum meluas. Sopir tuk-tuk dan ojek yang diminta untuk mengantar ke masjid tidak mengetahui sama sekali tentang masjid. Mungkin ini karena secara kultural muslim Kamboja merupakan bagian dari etnisitas Cham ataupun minoritas Melayu yang mayoritas hanya di Provinsi Kampong Cham.
Selebihnya, muslim yang ada merupakan pedagang yang datang dari Malaysia, Singapura, dan sedikit Indonesia. Begitu juga Islam datang ke Phom Penh karena perdagangan dengan orang India. Masjid yang berada di kawasan Pasar Russia justru dinamakan Masjid India. Walaupun secara resmi bernama masjid al-Azhar, tetapi dalam pergaulan masyarakat dikenal dengan nama India. Asal mula nama ini muncul karena pembangunan masjid al-Azhar diprakarsai oleh pedagang-pedagang muslim India yang bertransaksi sampai ke Phom Penh. Walaupun begitu, tetap saja cahaya Islam memancar kepada individu tertentu. Muslim Kamboja hari ini bertambah dengan adanya hidayah dari penganut agama lain yang berpindah ke Islam. Ini karena melihat bagaimana kesatuan ukhuwaah muslim yang selalu hidup berkelompok, mempertahankan identitas keagamaan, serta senantiasa tetap berkontribusi bagi aktivitas umum. Di samping itu, karena akses politik yang tidak memadai, mereka kemudian bergerak hanya dalam aspek sosial kemasyarakatan. Walaupun mufti yang ada ditunjuk oleh raja, tetapi tidak ada kekuasaan apa-apa yang dimiliki Sang Mufti, sehingga soal fatwa sama sekali tidak dikeluarkan oleh Kantor Mufti. Masjid Darussalam terletak di seberang kota, menggunakan jembatan yang dibangun dengan kemitraan Kamboja – Jepang.
Sementara satu lagi jembatan dengan kemitraan Kamboja – China sementara dalam tahap penyelesaian. Di masjid Darussalam ini, terdapat pula madrasah dengan dua kelas untuk mendidik anak-anak usia sekolah dasar dan menengah dalam memahami Islam. Mereka masuk sekolah agama usai menyelesaikan pendidikan di sekolah negeri. Ini semata-mata dilakukan untuk melengkapi kapasitas muslim dimana tidak ada sarana belajar yang lain. Untuk mendapatkan makanan halal, beberapa restoran dibangun khusus dengan konsep halal. Bahkan sudah dimulai sebuah prakarsa label halal yang dikeluarkan Dewan Muslim Kamboja. Kawasan pasar lama, begitu juga dengan area masjid a-Serkal terdapat pilihan makanan yang beragam. Termasuk masakan Thailand muslim.
Di zaman rezim Pol Pot, kalangan muslim yang dikenal dengan Khmer Muslim juga turut mengalami pembunuhan. Sekitar 70% muslim mengalami pembantaian. Sekarang, dengan perlindungan penuh dari raja, dimulai dari kembalinya Raja Norodom Sihanouk dari pengasingan, justru banyak hal yang didapatkan dengan restu raja. Sekarang ini, muslim Kamboja hidup berdampingan dengan komunitas Buddha tanpa mengalami ketegangan apapun. Disamping karena kultur masyarakat Islam yang memang sepenuhnya berasal dari masa silam kerajaan Chmpa yang turut dalam pembentukan Kamboja, juga karena tidak adanya identitas yang multietnis, sepenuhnya homogen dengan etnisitas masyarakat Kamboja secara nasional. Adapunpada pilihan perbedaan keyakinan tidak pernah menjadi sebuah masalah, bahkan di Kampong Cham muslim Kamboja tetap dengan tradisi yang diadaptasi dari pelbagai kultur dunia Islam.

Sumber:http://www.kompasiana.com/iswekke/muslim-kamboja-di-tengah-komunitas-buddha
Islam Kamboja, Berkembang Setelah Ditekan
KAMBOJA (voa-islam.com) - Kamboja terletak di bagian Timur Asia, berbatasan dengan Thailand dari arah utara dan barat, Laos dari arah utara dan Vietnam dari arah timur dan selatan. Luas negara ini 181.055 Km2 dengan jumlah penduduk 11.400.000 jiwa, 6% beragama Islam dan mayoritas beragama Budha serta minoritas beragama Katholik.
Beberapa ahli sejarah beranggapan bahwa Islam sampai di Kamboja pada abad ke-11 Masehi. Ketika itu kaum muslimin berperan penting dalam pemerintahan kerajaan Campa, sebelum keruntuhannya pada tahun 1470 M, setelah itu kaum Muslimin memisahkan diri. Sepanjang sejarah Kamboja, kaum Muslim tetap teguh menjaga pola hidup mereka yang khas, karena secara agama dan peradaban mereka berbeda dengan orang-orang Khmer yang beragama Budha. Mereka memiliki adat istiadat, bahasa, makanan dan identitas sendiri, karena pada dasarnya, mereka adalah penduduk asli kerajaan Campa yang terletak di Vietnam yang setelah kehancurannya, mereka hijrah ke negara-negara tetangga. Diantaranya Kamboja, ini terjadi sekitar abad ke-15 Masehi.
Sepanjang sejarah Kamboja, kaum Muslim tetap teguh menjaga pola hidup mereka yang khas, karena secara agama dan peradaban mereka berbeda dengan orang-orang Khmer yang beragama Budha. Mereka memiliki adat istiadat, bahasa, makanan dan identitas sendiri, karena pada dasarnya, mereka adalah penduduk asli kerajaan Campa yang terletak di Vietnam. Pada permulaan tahun 1970-an, jumlah kaum Muslimin di Kamboja sekitar 700 ribu jiwa. Mereka memiliki 122 msjid, 200 mushalla, 300 madrasah Islamiyyah dan satu markas penghafalan Al Qur’anulkarim. Namun karena berkali-kali terjadi peperangan dan kekacauan perpolitikan di Kamboja dalam dekade 70-an dan 80-an lalu, mayoritas kaum Muslimin hijrah ke negara-negara tetangga. Bagi mereka yang masih bertahan di sana menerima berbagai penganiayaan; pembunuhan, penyiksaan, pengusiran. Termasuk juga penghancuran masjid-masjid dan sekolahan, terutama pada masa pemerintahan Khmer Merah. Mereka dilarang mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Hal ini dapat dimaklumi, karena Khmer Merah berfaham komunis garis keras, mereka membenci semua agama dan menyiksa siapa saja yang mengadakan kegiatan keagamaan, Muslim, budha ataupun lainnya. Selama kepemerintahan mereka telah terbunuh lebih dari 2 juta penduduk Kamboja, di antaranya 500.000 kaum Muslimin, di samping pembakaran beberapa masjid, madrasah dan mushaf serta pelarangan menggunakan bahasa Campa, bahasa kaum Muslimin di Kamboja. Baru setelah runtuhnya pemerintahan Khmer Merah ke tangan pemerintahan baru yang ditopang dari Vietnam, secara umum keadaan penduduk Kamboja mulai membaik dan kaum Muslimin yang saat ini mencapai kurang lebih 45.000 jiwa dapat melakukan kegiatan keagamaan mereka dengan bebas, mereka telah memiliki 268 masjid, 200 mushalla, 300 madrasah Islamiyyah dan satu markaz penghafalan Al Qur’anulkarim.

Selain itu mulai bermunculan organisasi-organisasi keislaman, seperti Ikatan Kaum Muslimin Kamboja, Ikatan Pemuda Islam Kamboja, Yayasan Pengembangan Kaum Muslimin Kamboja dan Lembaga Islam Kamboja untuk Pengembangan. Di antara mereka juga ada yang menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Sekalipun kaum muslimin dapat menjalankan kegiatan kehidupan mereka seperti biasanya dan mulai mendirikan beberapa madrasah, masjid dan yayasan, namun program-program mereka ini mengalami kendala finansial yang cukup besar, mereka sangat miskin. Ini dapat dilihat bahwa gaji para tenaga pengajar tidak mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Disamping itu sebagian kurikulum pendidikan di beberapa sekolah agama sangat kurang dan tidak baku.
Saat ini kaum Muslimin Kamboja berpusat di kawasan Free Campia bagian utara sekitar 40 % dari penduduknya, Free Ciyang sekitar 20 % dari penduduknya, Kambut sekitar 15 % dari penduduknya dan di Ibu Kota Pnom Penh hidup sekitar 30.000 Muslim. Namun sayang, kaum Muslimin Kamboja belum memiliki media informasi sebagai ungkapan dari identitas mereka, hal ini dikarenakan kondisi perekonomian mereka yang sulit. Selama ini sebagian besar dari mereka bergantung dari pertanian dan mencari ikan, dua pekerjaan yang akhir-akhir ini sangat berbahaya, karena sering terjadi banjir dan angin topan yang menyebabkan kerugian besar bagi kaum Muslimin dan membawa mereka sampai ke bawah garis kemiskinan.
Kaum Muslim Kamboja juga membutuhkan pembangunan beberapa sekolah dan pembuatan kurikulum Islam yang baku, karena selama ini sekolah-sekolah yang berdiri saat ini berjalan berdasarkan ijtihad masing-masing. Setiap sekolah ditangani oleh seorang guru yang membuat kurikulum sendiri yang umumnya masih lemah dan kurang, bahkan ada beberapa sekolah diliburkan lantaran guru-gurunya berpaling mencari pekerjaan lain yang dapat menolong kehidupan mereka. Mereka juga sangat membutuhkan adanya terjemah Al Qur’anulkarim dan buku-buku Islami, khususnya yang berkaitan dengan akidah dan hukum-hukum Islam. Hubungan mengakar dan sejarah toleransi kuat Kerajaan Budha Kamboja, membuat Muslim di negara kecil itu merasa menjadi bagian dari negara. Bagi kaum muslim, negara Kamboja adalah miliki mereka. Meski menjadi minoritas, Muslim di Kamboja mengaku menikmati spirit harmoni dan koeksistensi. Dalam desa dan kota di penjuru salah satu negara Asia Tenggara ini, Muslim dan non-Muslim memang sudah lama dikenal hidup berdampingan.

Itu tak lepas pula dari peranan pemerintah yang berinisiatif  memuluskan toleransi bagi muslim di Kamboja. Dari pihak pemerintah, Perdana Menteri Hun Sen memerintahkan pembangunan masjid dan memberi saluran udara gratis bagi Muslim untuk menyiarkan program-program khusus Islam. Beberapa waktu lalu, pemerintah setempat mengijinkan siswa Muslim yang ingin mengenakan atribut Islam termasuk jilbab. Tak hanya itu, Muslim pun menikmati hak-hak politik mereka. Ada lebih dari selusin Muslim yang kini bertugas di lembaga-lembaga politik papan atas negara, mulai dari Senat, Dewan Perwakilan. Senator Premier (salah satu anggota senat) pun memiliki penasihat khusus urusan Muslim.
Bagi umat Muslim Kamboja, sejarah unik yang berurusan dengan warga non-Muslim lain menjauhkan mereka dari penetrasi kaum radikal. Ketika kelompok ultra komunis Khmer Merah mengukuhkan kekuasaannya di tahun 1975 mereka mencoret agama dari undang-undang dan melakukan diskriminasi terhadap populasi umat beragama termasuk Muslim. Hingga kejatuhannya pada 1979 (yang berarti dalam tempo 4 tahun) Khmer Merah telah membunuh sekitar 500 ribu warga Muslim. Saat ini diperkirakan ada 700 ribu muslim di Kambodia, berasio 5 % dari populasi total 13 juta penduduk. Mayoritas Muslim Kamboja adalah etnis Cham, yakni berasal dari keturunan pajurit kuno kerajaan.
Sumber:http://www.voa-islam.com/read/world-world/2009/12/28/2258/islam-kamboja berkembang-setelah-ditekan

 Sejarah Kedatangan Islam ke Kamboja
Islam di Asia Tenggara di anut oleh sekitar 220 juta jiwa dari Thailand Selatan, Malaysia, Singapura, Filipina Selatan dan Indonesia, sedangkan kantong- kantong Islam berada di Myanmar Selatan, Thailand Utara dan Kamboja. Kedatangan Islam ke Asia Tenggara tidak sama dengan penyebaran Islam di Timur Tengah yang dilakukan dengan ekspansi melain di kawasan Asia Tenggara dilakukan
dengan damai, dimana sesuai dengan watak orang Asia Tenggara pada waktu itu yang ramah, toleran dan damai. Beberapa sejarahwan mengatakan bahwa Islam telah masuk ke Asia Tenggara pada abad pertama hijriah dan berkembangnya pada abad ke- 13. Dalam hal ini ada tiga teori yang menyangkut dengan masuknya Islam ke Asia Tenggara, diantaranya:
1.    Teori Arab
Islam lansung datang dari Arab tepatnya Hadramaut yang dibawa oleh para pedagang- pedagang Arab. Dimana pada akhir abad ke- 12 perdagangan di Asia Tenggara di Laut Tengah, Asia Tengah dan Anak Benua India dikuasai oelah orang- orang Arab. Dikemukakan oleh Crawfrud (1820), Kayzer (1859), Neimanm (1861), De Hollander (1861), dan Verth (1878).
2.    Teori Gujarat
Dalam teori ini manyatakan bahwa Islam datang ke Asia Tenggara datang dari India. Dimana apabila diletak dari letak geograisnya Kamboja dekat dengan India. Dimana dikemukakan oleh Pijnapel (1872).
3.    Teori Persia
Dalam teori ini Islam datang lansung dari Persia tepatnya dari Benggali (kini Bangladesh), dikemukakan oleh Fatimi dan Heosein Djayadiningrat.
Untuk datangnya Islam ke Kamboja dari beberapa sumber yang penulis dapatkan bahwa Islam di Kamboja dari Arab tepatnya Hadramaut.  Masuknya dan berkembangnya Islam di Kemboja tidak dapat kita pisahkan dengan orang- orang Campa di negeri ini. Dikarenakan orang- orang yang pertama masuk Islam di Kamboja adalah orang Campa itu sendiri. Dimana orang Campa tersebut berasal dari negara tetangga yaitu berasal dari Vietnam Tengah.
Pada abad ke-7  kaum Java (Jawa) telah mulai menghuni beberapa wilayah Khmer sebagai tempat mencari nafkah yaitu berdagang, pelaut dan tentara laut. Semakin berkembangnya Islam terlihat pada abad ke-15 dimana terbukti dengan adanya hubungan kerjasama antara Melayu dan Kamboja dalam segi ekonomi dan agama. Kita kenal untuk perkembangan agama Islam di Asia Tenggara banyak dikembangkan dengan cara berdagang begitu juga di Kamboja. Banyak para pedagang Muslim dari Borneo, Jawa, Sumatera, Singapura, Terengganu dan Patani pergi berdagang ke Kamboja. Bahkan para pedagang telah memulai dengan menjalin kerja sama dengan raja- raja Khmer agar mereka dapat saling menguntungkan.
C.    Peradaban Kamboja
1.      Sistem peralatan dan perlengkapan hidup
      Menurut Athony Ried semua kebuadayaan di Asia Tenggara sama, dalam hal ini sistem perlengkapan hidup dan peralatan di Kamboja setelah masuknya Islam telah mulai maju dimana pada masa Hindu Budha secara keseluruhan Asia Tenggara dalam mempergunakan peralatan dan Perlengkapan hidup masih memakai bahan alami. Namun setelah Islam berkembang rakyat Kamboja telah memulai peradaban baru dalam hal memakai peralatan dan perlengkapan hidup dari bahan- bahan yang bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama, seperti logam dalam peralatan pertanian, dan telah memakai kain dalam  perlengkapan hidupnya.
2.      Sistem mata pencaharian hidup
       Dalam sistem pencarian dapat kita lihat dari letak geografis dari Kamboja sendiri diantaranya:
a.    Pedagang
Untuk mata pencarian pedagang ini memang di dominasi oleh para pendatang dari berbagai daerah. Dimana hanya sebagian penduduk yang bekerja sebagai pedagang. Dan itupun merupakan hasil dari perkebunan mereka sendiri.
b.    Pertanian
Dalam sektor pertanian Kamboja menghasilkan beberapa bahan pangan, diantaranya beras, jagung, tembakau, kapas, gula aren dan lain sebagainya.
c.    Nelayan
Mata pencarian ini di dominasi oeh para penduduk yang tinggal di tepi sungai dan pelabuhan. Dimana dari hasil lautlah mereka untuk bertahan hidup dan mencari sumber makanan kehidupan sehari- harinya.
3.      Sistem kemasyarakatan
System kemasyarakatan ketika masuknyanya Islam sangat memberikan dampak yang signifikan, dimana dari masa hindu budha terjadi perbedaan strata social namun dengan kedatangan Islam itu semua secara berangsur-angsur telah mulai hilang.
4.      Bahasa
Bahasa resmi di Kamboja adalah bahasa bangsa Khmer. Selain bahasa Khmer bahasa lain juga digunakan yaitu bahasa Prancis.
5.      Kesenian
Dalam bidang kesenian ini kesenian di Kamboja banyak dipengaruhi oleh agama Budha Tervadha. Diantaranya dibangungnya Angkor. Kesenian seperti atraksi Kamboja juga memiliki festival Bonn OmTeuk, yaitu festival balap perahu nasional yang diadakan setiap November. Rakyat Kamboja juga menyukai sepak bola. Bukan hanya itu saja secara universal Kawasan Asia Tenggara dalam kesenian sangat menyukai tari- tarian, teater, dan lain- lainnya.
6.      Sistem religi.
Sistem religi di Kamboja sangat didominasikan oleh agama Budha, sedangkan agama Islam di marginalisasikan sama dengan kaum muslim di negara- negara lain di Asia Tenggara.

DAFTAR PUSTAKA
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009).
Reid Anthony, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450- 1680, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011).
Azra Azumardi, Renainsans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006).
Al- Aydrus Muhammad Hasan, Penyebaran Islam Di Asia Tenggara, (Jakarta: Lentera, 1997).
Saifullah, Sejarah Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
L. Eposito John, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern,
Hasbullah Moeflich, Kebangkitan Islam Asia Tenggara Kosentrasi Baru, (Bandung: Fokusmedia, 2003).
Saifullah, Sejarah dan Tamadun Islam di Asia Tenggara,  2008
http://justnangeografi.blogspot.com/2012/05/kamboja.html




2 comments :