Islam di Kamboja
Posted on March
27, 2015
SEBUAH masjid agung bergaya Ottoman dikabarkan telah
dibuka secara resmi oleh Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Peresmian ini
dihadiri oleh lebih dari 1.000 orang di ibukota, pada hari Jumat (27/3/2015).
Masjid yang bernama Al-Serkal Haram ini terletak di
kawasan Boeng Kak Phnom Penh. Masjid ini didanai oleh Eisa Bin Nasser Bin
Abdullatif Alserkal, seorang pengusaha Emirat. Masjid ini menggantikan masjid
yang pernah berdiri di sana sebelumnya, yang diruntuhkan pada tahun 2012.
Ahmad Yahya, presiden Organisasi Pembangunan Komunitas
Muslim Kamboja, menggambarkan masjid itu sebagai masjid “yang terbesar dan
paling indah”. Dikutip World Bulletin, Yahya menambahkan pembangunan
masjid telah menjadi penanda penting dalam kisah komunitas Muslim di Kamboja. Masjid
yang dibangun dengan dana sejumlah 2 juta USD ini, telah menarik ratusan orang
yang berkerumun di luar.
“Hun Sen mengatakan kepada orang banyak bahwa ia
bangga kepada Muslim Kamboja,” kata Yahya. Muslim Kamboja disebut sebagai
Cham dan pernah menjadi sasaran rezim Maois Khmer Merah pada 1970-an.
“Dia mengatakan umat Islam di Kamboja tidak memiliki
masalah, tidak ada pertempuran satu sama lain, tidak ada diskriminasi seperti
apa yang kita lihat antara Syiah dan Sunni Muslim di negara-negara lain … tapi
dia sangat bangga dengan umat Islam di Kamboja, sama bangganya terhadap umat
Buddha,” kata Yahya.
Mengacu pada desain masjid yang bergaya Ottoman, Yahya
mengatakan hal itu telah menjadi hit dan digemari banyak orang, khususnya
bagi orang-orang Muslim di Kamboja. [ds/islampos]
Minoritas Muslim di Kamboja
bebas bangun masjid dan ibadah
Sri Lestari Wartawan
BBC Indonesia
16 Juli 2015
Image
caption Masjid al Serkal dibangun dengan bantuan dana RP 300 milyar sumbangan
Dubai dan diresmikan PM Hun Sen.
Warga Muslim di Kamboja mengaku bebas menjalankan
ibadah dan mendirikan masjid di lingkungan mereka, perempuan pun bisa memakai
jilbab di sekolah.
El Boravy, warga Kamboja lulusan Fakultas Kedokteran
UGM mengatakan para siswa sekolah diizinkan menggunakan jilbab sejak beberapa
tahun yang lalu.
"Pemerintah memberi kita hak untuk menjalankan
kepercayaan sendiri, sekarang anak sekolah sudah bisa pakai jilbab di sekolah,
dulu 'kan tidak," jelas El Boravy yang berasal dari etnis Cham. Sejak dua
tahun terakhir ini, Perdana Menteri Hun Sen menggelar buka puasa dengan umat
Muslim pada bulan Ramadan, dan meresmikan masjid.
Kondisi ini sangat jauh berbeda di masa rezim Pol Pot
yang memimpin Partai Komunis Kamboja. Ketika itu umat beragama di negara ini
tidak boleh menjalankan ibadah.
Tempat ibadah dihancurkan, termasuk kuil dan masjid. Bahkan
sebagian dijadikan kandang babi, sementara umat Muslim dipaksa memakan babi. Direktur
Jenderal Majelis Tertinggi Pimpinan Umat Islam Kamboja atau Mufti Kamboja Sos
Kamry, yang ketika itu berusia 25 tahun, mengaku sempat ditahan dan dipaksa
mengikuti kemauan pengikut Pol Pot.
"Kita makan daging kucing, anjing dan babi, ya
makan seperti itu, kadang-kadang tidak diberi makan, kadang harus makan agar
tidak lapar saja, masjid dan kuil serta patung-patung dan sekolah dihancurkan,
kitab suci dibakar," jelas SOS Kamry kepada wartawan BBC Indonesia, Sri
Lestari.
Image
caption Jutaan orang tewas di Kamboja di masa Khmer Merah, termasuk kelompok
etnis dan agama minoritas.
Di masa itu, diperkirakan 95 ribu orang Islam tewas
dieksekusi, kelaparan dan penyakit, dari populasi Umat Islam yang mencapai 250
ribu orang.
Menurut SOS Kamry, dia dibebaskan pada tahun 1979 di
akhir rezim Pol Pot yang dikalahkan invasi Vietnam ke Kamboja.
Setelah rejim Khmer Merah berakhir, Umat Islam di
Kamboja perlahan bebas menjalankan ibadah. Masjid-masjid kembali dibangun
dengan dana bantuan dari negara-negara Islam.
Makanan halal sulit
Image
caption El Boravy umat Muslim di Kamboja sulit mencari makanan halal.
Menurut El Boravy kesulitan yang dihadapi sebagai
Muslim di Kamboja sama dengan minoritas Muslim di negara lain, yaitu tak mudah
mencari makanan halal.
"Di sini makanan yang tidak bebas seperti di
Indonesia, di restoran dan hotel tak semua makanan halal, jadi susah. Biasanya
kita siapkan dari rumah, seperti untuk dibawa ke sekolah anak," jelas dia.
Tetapi di ibukota terdapat banyak toko-toko yang menjual makanan halal terutama
di kawasan yang banyak dihuni umat Muslim, seperti kilometer tujuh Kota Pnom
Penh.
Image caption Pasar Ramadan di Km 7 Pnom Penh,
Kamboja.
Di kawasan ini pula, ada pasar Ramadan yang menjual
makanan ringan untuk berbuka puasa, seperti es tebu, es dengan buah mirip
kolang kaling dan juga kolak pisang ala Kamboja.
Umat Islam di Kamboja berjumlah sekitar 500 ribu
orang, dari total populasi yang mencapai 15 juta jiwa.
Sebagian besar dari mereka berasal dari etnis Cham,
yang merupakan keturunan dari warga Kerajaan Champa.
Ketika Kerajaan Champa ditaklukan oleh Vietnam, etnis
Cham melarikan diri ke Kamboja, bagian selatan Vietnam, Brunei, Malaysia dan
Aceh serta Indonesia.
Muslim Kamboja Dipaksa Makan Babi dan Dilarang Puasa
Rep: C33/
Red: Erik Purnama Putra
thecmdf.org
Muslim
Kamboja sedang silaturahim.
REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH – Kesaksian terus
dilancarkan terhadap kasus Khmer Merah di Kamboja yang sedang menjalani proses
pengadilan. Baru-baru ini kelompok Muslim Kamboja memberanikan diri bersaksi di
pengadilan.
Pengadilan kasus genosida mendakwa Nuon Chea dan Khieu Samphan dari pihak Khmer. Mereka ditengarai memimpin Khmer ketika terjadi pembantaian Muslim dan warga Vietnam. Saat pembantaian itu, jutaan orang mengungsi dari wilayah perkotaan ke pinggir kota.
Pengadilan kasus genosida mendakwa Nuon Chea dan Khieu Samphan dari pihak Khmer. Mereka ditengarai memimpin Khmer ketika terjadi pembantaian Muslim dan warga Vietnam. Saat pembantaian itu, jutaan orang mengungsi dari wilayah perkotaan ke pinggir kota.
Salah satu saksi asal Provinsi Cham Sos Min memulai
kesaksiannya yang menyatakan berbagai kesalahan dan keburukan Khmer. Menurut
dia, Khmer malah merusak kehidupan Cham yang sudah tenang.
”Mereka memaksa kami (umat Muslim) memakan babi dan
melarang kami untuk berpuasa,” ujarnya seperti dilansir dari Anadolu News
Agency. Pria berusia 61 tahun itu menceritakan pembagian makan sangat
diatur dan tentunya bertahan hidup menjadi sulit. Bahkan, ia mengatakan warga
Cham tidak diizinkan menggunakan bahasa daerahnya. Selain itu, menurut
dia, jika tidak menuruti segala perintah, akan didakwa sebagai musuh
Angkar. Angkar merupakan sebutan untuk pemimpin tertinggi dalam struktur
kepemimnan Khmer. Orang yang didakwa sebagai musuh ini akan ditangkap
biasanya pada malam hari. ”Kalau mereka akan memenjarakan seseorang maka mereka
pasti melakukannya,” ujarnya.
Muslim
Kamboja di Tengah Komunitas Buddha
17 Januari
2014 20:42:23 Diperbarui: 24 Juni 2015 02:44:09
Jumat kedua perjalanan kali ini, Jumat yang lalu dapat
dilaksanakan di Mahidol University, Kampus Salaya. Pihak kampus menyediakan
surau di kawasan Pusat Kegiatan Mahasiswa yang terletak di samping kantor
Muslim Student Association. Sementara di Siem Reap ada sebuah masjid yang
menjadi tempat untuk shalat Maghrib sekaligus menunggu isya. Sepanjang
mengunjungi Angkor Wat justru shalat di Angkor beralaskan tikar yang
dipinjamkan petugas dari depan altar Buddha. Walau sujud di tempat Buddha tidak
mengurangi usaha untuk khusyu’ dengan berbekal tayammum. Hari ini sejak Kamis
sudah bertanya-tanya ke pramuniaga Restoran Malaysia yang terletak di Old
Market, Phnom Penh. Populasi muslim di Kamboja tidak sampai 5%, ini data dari
Mufti Kamboja. Sementara kalau menggunakan data dari sensus nasional, jumlah
muslim Kamboja hanya sekitar 2%. Perbedaan ini muncul karena muslim Kamboja
banyak yang berada di daerah yang tidak terakses petugas sensus.
Sementara persebaran muslim Kamboja untuk terjadi
sampai ke Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sehingga ketika sensus, lagi-lagi
mereka tidak termasuk dalam pendataan. Beberapa kendala teknis itu sehingga ada
perbedaan sensus secara signifikan antara yang dimiliki kementerian terkait
dengan kenyataan yang dialami Mufti Kamboja. Berbincang seusai shalat Maghrib
di Al-Serkal Mosque tepat di tengah-tengah kota Phnom Penh, sementara ini dalam
penyelesaian pembangunan. Untuk sementara dibuatkan tempat shalat sambil
menunggu masjid rampung. Sepenuhnya masjid ini bantuan dari pemerintah Kuwait,
termasuk satu paket dengan asrama, dan sekolah. 2012, masjid lama dirubuhkan
dan digantikan dengan masjid dengan dua menara dan satu kubah, berlokasi tidak
juah dari danau Boeung Kak yang sekarang mengering. Untuk tingkat pendidikan
dasar sampai menengah sudah ada madrasah yang mengeluarkan ijazah dan terdaftar
di Kementerian Pendidikan Kamboja.
Sementara untuk pendidikan tinggi, ini menjadi
tantangan. Dari tujuh universitas negeri, dan tiga puluh universitas swasta,
belum satupun yang menjadi Islam sebagai sebuah mata kuliah, apalagi
menjadikannya sebagai jurusan. Namun, masyarakat muslim Kamboja tidak berkecil
hati dan berdiam diri. Justru mereka secara aktif mengembangkan kesefahaman
sekaligus memberikan informasi terkait dengan kehadiran masyarakat Islam di
Kamboja, sehingga suatu saat mereka dapat memiliki tempat bagi kelanjutan
pendidikan tinggi yang khusus dalam kajian Islam. Kesefahaman Islam dengan
agama Buddha sepertinya belum meluas. Sopir tuk-tuk dan ojek yang diminta untuk
mengantar ke masjid tidak mengetahui sama sekali tentang masjid. Mungkin ini
karena secara kultural muslim Kamboja merupakan bagian dari etnisitas Cham
ataupun minoritas Melayu yang mayoritas hanya di Provinsi Kampong Cham.
Selebihnya, muslim yang ada merupakan pedagang yang
datang dari Malaysia, Singapura, dan sedikit Indonesia. Begitu juga Islam
datang ke Phom Penh karena perdagangan dengan orang India. Masjid yang berada
di kawasan Pasar Russia justru dinamakan Masjid India. Walaupun secara resmi
bernama masjid al-Azhar, tetapi dalam pergaulan masyarakat dikenal dengan nama
India. Asal mula nama ini muncul karena pembangunan masjid al-Azhar diprakarsai
oleh pedagang-pedagang muslim India yang bertransaksi sampai ke Phom Penh.
Walaupun begitu, tetap saja cahaya Islam memancar kepada individu tertentu.
Muslim Kamboja hari ini bertambah dengan adanya hidayah dari penganut agama
lain yang berpindah ke Islam. Ini karena melihat bagaimana kesatuan ukhuwaah
muslim yang selalu hidup berkelompok, mempertahankan identitas keagamaan, serta
senantiasa tetap berkontribusi bagi aktivitas umum. Di samping itu, karena
akses politik yang tidak memadai, mereka kemudian bergerak hanya dalam aspek
sosial kemasyarakatan. Walaupun mufti yang ada ditunjuk oleh raja, tetapi tidak
ada kekuasaan apa-apa yang dimiliki Sang Mufti, sehingga soal fatwa sama sekali
tidak dikeluarkan oleh Kantor Mufti. Masjid Darussalam terletak di seberang
kota, menggunakan jembatan yang dibangun dengan kemitraan Kamboja – Jepang.
Sementara satu lagi jembatan dengan kemitraan Kamboja
– China sementara dalam tahap penyelesaian. Di masjid Darussalam ini, terdapat
pula madrasah dengan dua kelas untuk mendidik anak-anak usia sekolah dasar dan
menengah dalam memahami Islam. Mereka masuk sekolah agama usai menyelesaikan
pendidikan di sekolah negeri. Ini semata-mata dilakukan untuk melengkapi
kapasitas muslim dimana tidak ada sarana belajar yang lain. Untuk mendapatkan
makanan halal, beberapa restoran dibangun khusus dengan konsep halal. Bahkan
sudah dimulai sebuah prakarsa label halal yang dikeluarkan Dewan Muslim
Kamboja. Kawasan pasar lama, begitu juga dengan area masjid a-Serkal terdapat
pilihan makanan yang beragam. Termasuk masakan Thailand muslim.
Di zaman rezim Pol Pot, kalangan muslim yang dikenal
dengan Khmer Muslim juga turut mengalami pembunuhan. Sekitar 70% muslim
mengalami pembantaian. Sekarang, dengan perlindungan penuh dari raja, dimulai
dari kembalinya Raja Norodom Sihanouk dari pengasingan, justru banyak hal yang
didapatkan dengan restu raja. Sekarang ini, muslim Kamboja hidup berdampingan
dengan komunitas Buddha tanpa mengalami ketegangan apapun. Disamping karena
kultur masyarakat Islam yang memang sepenuhnya berasal dari masa silam kerajaan
Chmpa yang turut dalam pembentukan Kamboja, juga karena tidak adanya identitas
yang multietnis, sepenuhnya homogen dengan etnisitas masyarakat Kamboja secara
nasional. Adapunpada pilihan perbedaan keyakinan tidak pernah menjadi sebuah
masalah, bahkan di Kampong Cham muslim Kamboja tetap dengan tradisi yang
diadaptasi dari pelbagai kultur dunia Islam.
Sumber:http://www.kompasiana.com/iswekke/muslim-kamboja-di-tengah-komunitas-buddha
KAMBOJA (voa-islam.com) - Kamboja terletak di bagian Timur
Asia, berbatasan dengan Thailand dari arah utara dan barat, Laos dari arah
utara dan Vietnam dari arah timur dan selatan. Luas negara ini 181.055 Km2
dengan jumlah penduduk 11.400.000 jiwa, 6% beragama Islam dan mayoritas
beragama Budha serta minoritas beragama Katholik.
Beberapa ahli sejarah beranggapan bahwa Islam sampai
di Kamboja pada abad ke-11 Masehi. Ketika itu kaum muslimin berperan penting
dalam pemerintahan kerajaan Campa, sebelum keruntuhannya pada tahun 1470 M,
setelah itu kaum Muslimin memisahkan diri. Sepanjang sejarah Kamboja, kaum
Muslim tetap teguh menjaga pola hidup mereka yang khas, karena secara agama dan
peradaban mereka berbeda dengan orang-orang Khmer yang beragama Budha. Mereka
memiliki adat istiadat, bahasa, makanan dan identitas sendiri, karena pada
dasarnya, mereka adalah penduduk asli kerajaan Campa yang terletak di Vietnam
yang setelah kehancurannya, mereka hijrah ke negara-negara tetangga.
Diantaranya Kamboja, ini terjadi sekitar abad ke-15 Masehi.
Sepanjang sejarah Kamboja, kaum Muslim tetap teguh
menjaga pola hidup mereka yang khas, karena secara agama dan peradaban mereka
berbeda dengan orang-orang Khmer yang beragama Budha. Mereka memiliki adat
istiadat, bahasa, makanan dan identitas sendiri, karena pada dasarnya, mereka
adalah penduduk asli kerajaan Campa yang terletak di Vietnam. Pada permulaan
tahun 1970-an, jumlah kaum Muslimin di Kamboja sekitar 700 ribu jiwa. Mereka
memiliki 122 msjid, 200 mushalla, 300 madrasah Islamiyyah dan satu markas
penghafalan Al Qur’anulkarim. Namun karena berkali-kali terjadi peperangan dan
kekacauan perpolitikan di Kamboja dalam dekade 70-an dan 80-an lalu, mayoritas
kaum Muslimin hijrah ke negara-negara tetangga. Bagi mereka yang masih bertahan
di sana menerima berbagai penganiayaan; pembunuhan, penyiksaan, pengusiran.
Termasuk juga penghancuran masjid-masjid dan sekolahan, terutama pada masa
pemerintahan Khmer Merah. Mereka dilarang mengadakan kegiatan-kegiatan
keagamaan.
Hal ini dapat dimaklumi, karena Khmer Merah berfaham
komunis garis keras, mereka membenci semua agama dan menyiksa siapa saja yang
mengadakan kegiatan keagamaan, Muslim, budha ataupun lainnya. Selama
kepemerintahan mereka telah terbunuh lebih dari 2 juta penduduk Kamboja, di
antaranya 500.000 kaum Muslimin, di samping pembakaran beberapa masjid,
madrasah dan mushaf serta pelarangan menggunakan bahasa Campa, bahasa kaum Muslimin
di Kamboja. Baru setelah runtuhnya pemerintahan Khmer Merah ke tangan
pemerintahan baru yang ditopang dari Vietnam, secara umum keadaan penduduk
Kamboja mulai membaik dan kaum Muslimin yang saat ini mencapai kurang lebih
45.000 jiwa dapat melakukan kegiatan keagamaan mereka dengan bebas, mereka
telah memiliki 268 masjid, 200 mushalla, 300 madrasah Islamiyyah dan satu
markaz penghafalan Al Qur’anulkarim.
Selain itu mulai bermunculan organisasi-organisasi keislaman, seperti Ikatan Kaum Muslimin Kamboja, Ikatan Pemuda Islam Kamboja, Yayasan Pengembangan Kaum Muslimin Kamboja dan Lembaga Islam Kamboja untuk Pengembangan. Di antara mereka juga ada yang menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Sekalipun kaum muslimin dapat menjalankan kegiatan kehidupan mereka seperti biasanya dan mulai mendirikan beberapa madrasah, masjid dan yayasan, namun program-program mereka ini mengalami kendala finansial yang cukup besar, mereka sangat miskin. Ini dapat dilihat bahwa gaji para tenaga pengajar tidak mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Disamping itu sebagian kurikulum pendidikan di beberapa sekolah agama sangat kurang dan tidak baku.
Selain itu mulai bermunculan organisasi-organisasi keislaman, seperti Ikatan Kaum Muslimin Kamboja, Ikatan Pemuda Islam Kamboja, Yayasan Pengembangan Kaum Muslimin Kamboja dan Lembaga Islam Kamboja untuk Pengembangan. Di antara mereka juga ada yang menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Sekalipun kaum muslimin dapat menjalankan kegiatan kehidupan mereka seperti biasanya dan mulai mendirikan beberapa madrasah, masjid dan yayasan, namun program-program mereka ini mengalami kendala finansial yang cukup besar, mereka sangat miskin. Ini dapat dilihat bahwa gaji para tenaga pengajar tidak mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Disamping itu sebagian kurikulum pendidikan di beberapa sekolah agama sangat kurang dan tidak baku.
Saat ini kaum Muslimin Kamboja berpusat di kawasan
Free Campia bagian utara sekitar 40 % dari penduduknya, Free Ciyang sekitar 20
% dari penduduknya, Kambut sekitar 15 % dari penduduknya dan di Ibu Kota Pnom
Penh hidup sekitar 30.000 Muslim. Namun sayang, kaum Muslimin Kamboja belum
memiliki media informasi sebagai ungkapan dari identitas mereka, hal ini
dikarenakan kondisi perekonomian mereka yang sulit. Selama ini sebagian besar
dari mereka bergantung dari pertanian dan mencari ikan, dua pekerjaan yang
akhir-akhir ini sangat berbahaya, karena sering terjadi banjir dan angin topan
yang menyebabkan kerugian besar bagi kaum Muslimin dan membawa mereka sampai ke
bawah garis kemiskinan.
Kaum Muslim Kamboja juga membutuhkan pembangunan
beberapa sekolah dan pembuatan kurikulum Islam yang baku, karena selama ini
sekolah-sekolah yang berdiri saat ini berjalan berdasarkan ijtihad
masing-masing. Setiap sekolah ditangani oleh seorang guru yang membuat kurikulum
sendiri yang umumnya masih lemah dan kurang, bahkan ada beberapa sekolah
diliburkan lantaran guru-gurunya berpaling mencari pekerjaan lain yang dapat
menolong kehidupan mereka. Mereka juga sangat membutuhkan adanya terjemah Al
Qur’anulkarim dan buku-buku Islami, khususnya yang berkaitan dengan akidah dan
hukum-hukum Islam. Hubungan mengakar dan sejarah toleransi kuat Kerajaan Budha
Kamboja, membuat Muslim di negara kecil itu merasa menjadi bagian dari negara.
Bagi kaum muslim, negara Kamboja adalah miliki mereka. Meski menjadi minoritas,
Muslim di Kamboja mengaku menikmati spirit harmoni dan koeksistensi. Dalam desa
dan kota di penjuru salah satu negara Asia Tenggara ini, Muslim dan non-Muslim
memang sudah lama dikenal hidup berdampingan.
Itu tak lepas pula dari peranan pemerintah yang berinisiatif memuluskan toleransi bagi muslim di Kamboja. Dari pihak pemerintah, Perdana Menteri Hun Sen memerintahkan pembangunan masjid dan memberi saluran udara gratis bagi Muslim untuk menyiarkan program-program khusus Islam. Beberapa waktu lalu, pemerintah setempat mengijinkan siswa Muslim yang ingin mengenakan atribut Islam termasuk jilbab. Tak hanya itu, Muslim pun menikmati hak-hak politik mereka. Ada lebih dari selusin Muslim yang kini bertugas di lembaga-lembaga politik papan atas negara, mulai dari Senat, Dewan Perwakilan. Senator Premier (salah satu anggota senat) pun memiliki penasihat khusus urusan Muslim.
Bagi umat Muslim Kamboja, sejarah unik yang berurusan dengan warga non-Muslim lain menjauhkan mereka dari penetrasi kaum radikal. Ketika kelompok ultra komunis Khmer Merah mengukuhkan kekuasaannya di tahun 1975 mereka mencoret agama dari undang-undang dan melakukan diskriminasi terhadap populasi umat beragama termasuk Muslim. Hingga kejatuhannya pada 1979 (yang berarti dalam tempo 4 tahun) Khmer Merah telah membunuh sekitar 500 ribu warga Muslim. Saat ini diperkirakan ada 700 ribu muslim di Kambodia, berasio 5 % dari populasi total 13 juta penduduk. Mayoritas Muslim Kamboja adalah etnis Cham, yakni berasal dari keturunan pajurit kuno kerajaan.
Itu tak lepas pula dari peranan pemerintah yang berinisiatif memuluskan toleransi bagi muslim di Kamboja. Dari pihak pemerintah, Perdana Menteri Hun Sen memerintahkan pembangunan masjid dan memberi saluran udara gratis bagi Muslim untuk menyiarkan program-program khusus Islam. Beberapa waktu lalu, pemerintah setempat mengijinkan siswa Muslim yang ingin mengenakan atribut Islam termasuk jilbab. Tak hanya itu, Muslim pun menikmati hak-hak politik mereka. Ada lebih dari selusin Muslim yang kini bertugas di lembaga-lembaga politik papan atas negara, mulai dari Senat, Dewan Perwakilan. Senator Premier (salah satu anggota senat) pun memiliki penasihat khusus urusan Muslim.
Bagi umat Muslim Kamboja, sejarah unik yang berurusan dengan warga non-Muslim lain menjauhkan mereka dari penetrasi kaum radikal. Ketika kelompok ultra komunis Khmer Merah mengukuhkan kekuasaannya di tahun 1975 mereka mencoret agama dari undang-undang dan melakukan diskriminasi terhadap populasi umat beragama termasuk Muslim. Hingga kejatuhannya pada 1979 (yang berarti dalam tempo 4 tahun) Khmer Merah telah membunuh sekitar 500 ribu warga Muslim. Saat ini diperkirakan ada 700 ribu muslim di Kambodia, berasio 5 % dari populasi total 13 juta penduduk. Mayoritas Muslim Kamboja adalah etnis Cham, yakni berasal dari keturunan pajurit kuno kerajaan.
Sumber:http://www.voa-islam.com/read/world-world/2009/12/28/2258/islam-kamboja
berkembang-setelah-ditekan
Sejarah Kedatangan
Islam ke Kamboja
Islam di Asia Tenggara di anut oleh
sekitar 220 juta jiwa dari Thailand Selatan, Malaysia, Singapura, Filipina
Selatan dan Indonesia, sedangkan kantong- kantong Islam berada di Myanmar
Selatan, Thailand Utara dan Kamboja. Kedatangan Islam ke Asia Tenggara tidak
sama dengan penyebaran Islam di Timur Tengah yang dilakukan dengan ekspansi melain
di kawasan Asia Tenggara dilakukan
dengan damai, dimana sesuai dengan
watak orang Asia Tenggara pada waktu itu yang
ramah, toleran dan damai. Beberapa sejarahwan mengatakan bahwa Islam telah
masuk ke Asia Tenggara pada abad pertama hijriah dan berkembangnya pada abad
ke- 13. Dalam hal ini ada tiga teori yang menyangkut dengan masuknya Islam ke
Asia Tenggara, diantaranya:
1.
Teori Arab
Islam lansung datang dari Arab tepatnya Hadramaut yang
dibawa oleh para pedagang- pedagang Arab. Dimana pada akhir abad ke- 12
perdagangan di Asia Tenggara di Laut Tengah, Asia Tengah dan Anak Benua India
dikuasai oelah orang- orang Arab. Dikemukakan oleh Crawfrud (1820), Kayzer
(1859), Neimanm (1861), De Hollander (1861), dan Verth (1878).
2.
Teori Gujarat
Dalam teori ini manyatakan bahwa Islam datang ke Asia
Tenggara datang dari India. Dimana apabila diletak dari letak geograisnya
Kamboja dekat dengan India. Dimana dikemukakan oleh Pijnapel (1872).
3.
Teori Persia
Dalam teori ini Islam datang lansung dari Persia
tepatnya dari Benggali (kini Bangladesh), dikemukakan oleh Fatimi dan Heosein
Djayadiningrat.
Untuk datangnya Islam ke Kamboja
dari beberapa sumber yang penulis dapatkan bahwa Islam di Kamboja dari Arab
tepatnya Hadramaut. Masuknya dan
berkembangnya Islam di Kemboja tidak dapat kita pisahkan dengan orang- orang
Campa di negeri ini. Dikarenakan orang- orang yang pertama masuk Islam di Kamboja
adalah orang Campa itu sendiri. Dimana orang Campa tersebut berasal dari negara
tetangga yaitu berasal dari Vietnam Tengah.
Pada abad ke-7 kaum Java (Jawa) telah mulai menghuni
beberapa wilayah Khmer sebagai tempat mencari nafkah yaitu berdagang, pelaut
dan tentara laut. Semakin berkembangnya Islam terlihat pada abad ke-15 dimana
terbukti dengan adanya hubungan kerjasama antara Melayu dan Kamboja dalam segi
ekonomi dan agama. Kita kenal untuk perkembangan agama Islam di Asia Tenggara
banyak dikembangkan dengan cara berdagang begitu juga di Kamboja. Banyak para
pedagang Muslim dari Borneo, Jawa, Sumatera, Singapura, Terengganu dan Patani pergi berdagang ke Kamboja. Bahkan para pedagang telah memulai dengan menjalin
kerja sama dengan raja- raja Khmer agar mereka dapat saling menguntungkan.
C.
Peradaban Kamboja
1. Sistem
peralatan dan perlengkapan hidup
Menurut Athony Ried semua
kebuadayaan di Asia Tenggara sama, dalam hal ini sistem perlengkapan hidup dan
peralatan di Kamboja setelah masuknya Islam telah mulai maju dimana pada masa
Hindu Budha secara keseluruhan Asia Tenggara dalam mempergunakan peralatan dan
Perlengkapan hidup masih memakai bahan alami. Namun setelah Islam berkembang
rakyat Kamboja telah memulai peradaban baru dalam hal memakai peralatan dan
perlengkapan hidup dari bahan- bahan yang bisa dipakai dalam jangka waktu yang
lama, seperti logam dalam peralatan pertanian, dan telah memakai kain
dalam perlengkapan hidupnya.
2. Sistem
mata pencaharian hidup
Dalam sistem pencarian dapat
kita lihat dari letak geografis dari Kamboja sendiri diantaranya:
a. Pedagang
Untuk mata pencarian pedagang
ini memang di dominasi oleh para pendatang dari berbagai daerah. Dimana hanya
sebagian penduduk yang bekerja sebagai pedagang. Dan itupun merupakan hasil
dari perkebunan mereka sendiri.
b. Pertanian
Dalam sektor
pertanian Kamboja menghasilkan beberapa bahan pangan, diantaranya beras,
jagung, tembakau, kapas, gula aren dan lain sebagainya.
c. Nelayan
Mata pencarian ini di dominasi oeh para penduduk yang tinggal di tepi
sungai dan pelabuhan. Dimana dari hasil lautlah mereka untuk bertahan hidup dan
mencari sumber makanan kehidupan sehari- harinya.
3.
Sistem kemasyarakatan
System kemasyarakatan ketika masuknyanya Islam sangat memberikan dampak
yang signifikan, dimana dari masa hindu budha terjadi perbedaan strata social
namun dengan kedatangan Islam itu semua secara berangsur-angsur telah mulai
hilang.
4. Bahasa
Bahasa resmi
di Kamboja adalah bahasa bangsa Khmer. Selain bahasa Khmer bahasa lain juga
digunakan yaitu bahasa Prancis.
5. Kesenian
Dalam bidang
kesenian ini kesenian di Kamboja banyak dipengaruhi oleh agama Budha Tervadha.
Diantaranya dibangungnya Angkor. Kesenian seperti atraksi Kamboja juga memiliki
festival Bonn OmTeuk, yaitu festival
balap perahu nasional yang diadakan setiap November. Rakyat Kamboja juga
menyukai sepak bola. Bukan hanya itu saja secara universal Kawasan Asia
Tenggara dalam kesenian sangat menyukai tari- tarian, teater, dan lain-
lainnya.
6. Sistem
religi.
Sistem
religi di Kamboja sangat didominasikan oleh agama Budha, sedangkan agama Islam
di marginalisasikan sama dengan kaum muslim di negara- negara lain di Asia
Tenggara.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin Samsul Munir, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009).
Reid Anthony, Asia
Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450- 1680, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2011).
Azra Azumardi, Renainsans
Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006).
Al- Aydrus Muhammad Hasan, Penyebaran Islam Di Asia Tenggara, (Jakarta: Lentera, 1997).
Saifullah, Sejarah
Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010).
L. Eposito John, Ensiklopedi
Oxford Dunia Islam Modern,
Hasbullah Moeflich, Kebangkitan Islam Asia Tenggara Kosentrasi Baru, (Bandung:
Fokusmedia, 2003).
Saifullah, Sejarah
dan Tamadun Islam di Asia Tenggara, 2008
http://justnangeografi.blogspot.com/2012/05/kamboja.html
Dicatat oleh adi sagitarius ade supriadi
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
baik sekali infonya mas
ReplyDeleteSemoga tahun-tahun baru mengubah kehidupan umat muslim di Kamboja jauh lebih baik.
ReplyDelete