Islam di Malaysia

2 comments




Muslim China Ingin Mepertahankan Tradisinya

Sri Lestari Jurnalis BBC Indonesia 
Image caption Masjid Cina Negeri Malaysia didirikan untuk menampung warga keturunan Cina di Malaysia yang menjadi mualaf.
Kaum muslim keturunan Cina di Malaysia mengaku masih mengalami diskriminasi lantaran pemerintah meminta mereka mengganti nama dengan nama Arab atau Melayu ketika memeluk agama Islam.
Di Masjid Negeri Cina Malaka, saya bertemu dengan dua mualaf yang baru pertama menjalankan puasa Ramadan tahun ini, yakni Muhammad Thaufiq Loi Fui Liang dan Ting Swee Keong.
Meski keduanya keturunan Cina, ada perbedaan dalam soal pemilihan nama setelah menjadi mualaf.
Muhammad Thaufiq menambah nama Arab di depan nama aslinya, sedangkan Ting tidak.
“Semua harus diubah. Nama menjadi lain, namun muka masih sama. Di sini orang Malaysia mengatakan jika seseorang masuk Islam disebut masuk Melayu. Kalau saya tak ganti nama, saya tetap Cina,” jelas Ting.
Image caption Presiden MACMA Malaysia Taufiq Yap Yun Hin memutuskan untuk menambah nama Arab di depan nama aslinya.
Meski tak ada aturan tertulis, pergantian nama seseorang yang menjadi mualaf dengan nama Arab atau Melayu merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak Malaysia merdeka pada 1957 lalu.
Lim Jooi Soon, pengurus Asosiasi Muslim Cina Malaysia, MACMA Malaka, mengatakan tradisi pergantian nama bagi mualaf ini masih dipraktikkan oleh sejumlah petugas di kantor Majelis Agama di sejumlah negara bagian di Malaysia karena ketidakpahaman mereka.
“Mereka mempraktikkan itu karena tidak memahami. Padahal, kalau kita ikut sunnah Nabi pada zaman Nabi Muhammad SAW, ketika kaum lain masuk Islam, dia tidak meminta orang itu mengganti nama kecuali artinya buruk,” kata Lim.
Dia kemudian mencontohkan tokoh Islam Bilal Al Rabah dari Afrika dan Salman Al Farisi dari Persia.

“Sebelum mereka memeluk Islam dan sesudah mereka masuk Islam, nama mereka sama. Kenapa? Karena memudahkan mereka berdakwah di hadapan bangsa yang sama,” jelas Lim.

Hambatan etnis Cina masuk Islam

Lim merupakan orang etnis Cina pertama yang tidak mengubah namanya ataupun nama bapak ketika memeluk Islam.
Dia mengaku membutuhkan waktu lima tahun untuk berjuang agar tidak mengganti namanya setelah pindah menjadi Muslim.
“Lima tahun untuk berbincang, berdebat, membahas, lalu tunjukan bukti-bukti yang kuat untuk kekalkan nama Cina. Selepas itu banyak orang mudah untuk memeluk agama Islam,” jelas Lim.
Image caption Meski tak ada aturan tertulis, pergantian nama seseorang yang menjadi mualaf dengan nama Arab atau Melayu merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak Malaysia merdeka pada 1957 lalu.
Kekukuhan kaum etnis Cina untuk mempertahankan nama, menurut Lim, berkaitan erat dengan kehormatan keluarga.
“Kalau dia buang nama keluarga, seolah-olah tidak ada hubungan dengan keluarganya. Nama kedua saya ini menunjukkan nama generasi keberapa dan nama terakhir saya itu nama saya sendiri yang berarti menuju kejayaan,” ujar Lim.
Masalah nama ini, menurut Lim, selama ini merupakan hambatan utama bagi etnis Cina Malaysia untuk masuk Islam.
“Saya tak bisa ganti etnis. Saya lahir Cina ya mati pun Cina, tak akan ganti jadi etnis Melayu. Saya tak berganti nama untuk menunjukkan bahwa Islam itu agama universal untuk semua bangsa tak cuma untuk Arab atau Melayu saja,” tambah Lim.
Selain mengganti nama pribadi, orang keturunan Cina yang ingin masuk Islam harus mengganti nama bapak menjadi Abdullah, meski tak ada peraturan tertulis.
Presiden MACMA Malaysia Taufiq Yap Yun Hin mengatakan telah mendesak agar praktik pergantian nama bapak bagi mualaf ini dihapuskan.
“Tidak ada sahabat nabi yang menggunakan Bin Abdullah. Abdullah itu kan artinya hamba Allah. Saya juga telah meminta kepada pihak yang terkait dengan pendaftaran agama ini agar praktik ini diubah dan etnis Cina masih dapat pertahankan nama pribadi dan nama bapak jika memeluk agama Islam,” jelas Taufiq.
Image caption Nur Caren Chung Yock Lan mengatakan sejumlah tradisi Cina tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Pertahankan budaya Cina
Orang etnis Cina yang memeluk Islam di Malaysia juga harus meninggalkan budaya mereka.
Taufiq mengatakan gaya pakaian dan tradisi Cina lainnya masih dapat dipertahankan selama tidak bertentangan dengan Islam.
Salah seorang muslim Cina, Nur Caren Chung Yock Lan, mengatakan penyebaran Islam seringkali dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya setempat sehingga budaya asal seseorang tidak hilang.
“Perayaan budaya ini tak bertentangan dengan syariat Islam, perayaan kue bulan, kue chang, sambutan tahun baru Cina juga budaya bukan perayaan keagamaan. Kalau dilihat dari sejarah ketika Saad ibnu Waqas berdakwah di Cina dia diterima dengan mudah karena Islam tak membunuh budaya, yang bertukar itu tauhid bukan budaya,” jelas dia.

Caren mengatakan pemahaman ini yang kemudian terus disosialisasikan agar etnis Cina yang berpindah agama tidak meninggalkan budaya mereka.
Islam Di Negeri Jiran

Negara ini merupakan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia di sebelah barat, tepatnya di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan. Ulasan sekilas ini akan membahas tentang Negeri Jiran, Malaysia. Tepatnya, kehidupan keislaman di negeri Malaysia.
Secara akar budaya, mayoritas warga asli Malaysia adalah keturunan Melayu. Warga Malaysia keturunan India dan Cina berjumlah lebih sedikit dibandingkan warga Melayu.

Peraturan ditegakkan, fasilitas ditambahkan
Semaraknya agama Islam di Malaysia sangat didukung oleh peran serta pemerintah dalam penetapan peraturan dan penyediaan fasilitas-fasilitas ibadah dan keagamaan yang memadai.
Di Malaysia, pembangunan setiap masjid harus memperoleh izin dari pemerintah. Jadi, Anda jangan heran bila dalam sebuah kompleks perumahan hanya ada satu masjid. Walhasil, kegiatan keislaman pun berpusat di masjid tersebut, mulai dari shalat berjamaah, sekolah agama untuk anak-anak sekolah rendah (di Indonesia, “sekolah rendah” disebut dengan “sekolah dasar”), hingga pengajian rutin ibu-ibu.
Sedikit berbicara tentang sekolah agama, di Malaysia, warga negara Malaysia maupun warga negara asing yang beragama Islam boleh memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah kerajaan (sekolah negeri) atau sekolah swasta Islam. Bedanya, di sekolah kerajaan, anak-anak tidak mendapat pelajaran Bahasa Jawi dan Bahasa Arab. Sedikit berbicara tentang sekolah agama, di Malaysia, warga negara Malaysia maupun warga negara asing yang beragama Islam boleh memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah kerajaan (sekolah negeri) atau sekolah swasta Islam. Selain itu, para orang tua biasanya juga akan memasukkan anak-anak mereka ke sekolah agama di sekitar tempat tinggal mereka. Dengan biaya yang sangat terjangkau, sekitar pukul 03.00 hingga pukul 05.30 sore, anak-anak bisa mendapat beragam pelajaran agama, seperti: akidah, fikih, bahasa Arab, dan lain-lain. Sebagaimana sekolah formal, sekolah agama yang berbentuk nonformal ini membuka kelasnya setiap Senin hingga Jumat.
Mazhab negara dan mufti negeri
Di Malaysia, tidak sembarang orang bisa bebas berbicara dan menetapkan keputusan agama. Untuk agama Islam, pemerintah telah mengatur bahwa Malaysia memiliki seorang mufti (pemberi fatwa). Selain itu, setiap negara bagian juga memiliki mufti. Pemberian fatwa keagamaan Islam hanya berhak dilakukan oleh mufti.
Salah satu contoh peran mufti adalah dalam penetapan tanggal 1 Syawal. Penetapan 1 Syawal hanya berhak dilakukan oleh mufti negeri. Oleh karena itu, di Malaysia, tidak kita jumpai masyarakat yang berhari raya Idul Fitri pada hari yang berbeda-beda. Semuanya berada dalam satu komando pemerintah.
Sebuah negara bagian yang bernama “Perlis”
Pemerintah Malaysia memiliki sistem kontrol yang baik dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Dengan sebab itulah, alhamdulillah, kaum muslimin di Malaysia dapat menyantap makanan dan minuman dengan tenang, karena pemerintah Malaysia sangat ketat menyortir antara makanan halal dan makanan haram. Di hypermart, misalnya, makanan dan minuman yang haram dikonsumsi bagi umat Islam akan diletakkan dalam satu area tersendiri dan diberi peringatan “TIDAK HALAL”.

Selain itu, kawasan judi pun terlarang untuk didatangi oleh umat Islam, sebagaimana di sebuah kawasan judi yang cukup besar di daerah wisata Genting Highland. Setiap orang yang ingin memasuki area judi di sana akan diperiksa identity card-nya. Hanya orang nonmuslim yang boleh masuk ke sana. Bahkan, saking ketatnya menjaga kehidupan keislaman di negerinya, pemerintah Malaysia menangkap 100 pasangan muslim yang merayakan Valentine Day pada Februari 2011 lalu.(http//www.antaranews.com/berita246192)
Tak ketinggalan pula sistem negara yang menetapkan raja sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dalam struktur kenegaraan Malaysia pun, terdapat tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan. Setiap negara bagian juga memiliki raja, menteri besar (pemimpin negara bagian), dan mufti. Hampir seluruh negara bagian menetapkan Mazhab Syafi’i sebagai mazhab negerinya. Akan tetapi, ada satu negara bagian yang menetapkan “Ahlus Sunnah wal Jamaah As-Salafiyyah” sebagai mazhab negerinya. Dialah negeri Perlis.(http//www.utusan.com.my/utusan info.
Perantau bisa lebih dekat kepada Islam?
Warga Negara Indonesia (WNI) yang meneruskan studi di Malaysia cukup banyak. Komunitas masyarakat Indonesia pun tumbuh sumbur di berbagai negara bagian. Bukan hanya para mahasiswa, namun juga kumpulan ibu-ibu dan anak-anak. Kota tempat tinggal kami, Tronoh, pun demikian adanya.
Ada sebersit hikmah bagi para perantau yang menjalani hidup di kota ini. Sebagian dari mereka justru menjadi lebih dekat kepada Islam semenjak merantau di Negeri Jiran ini. Kota kecil yang tidak ramai, pusat perbelanjaan yang jauh terletak di pusat kota, dan rutinitas yang terfokus pada kegiatan kampus semata, membuat waktu luang para perantau bisa dimanfaatkan untuk lebih dekat kepada Islam yang murni. Itulah Islam yang diambil dari kemurnian Alquran dan kemuliaan hadis-hadis nabawiyyah, yang disandingkan dengan pemahaman lurus para sahabat radhiallahu ‘anhum.
Alhamdulillah, ada salah seorang mahasiswa S3 bidang keteknikan yang juga mumpuni dalam bidang agama Islam. Beliaulah yang membabat alas, sehingga rekan-rekan lain bisa berkumpul dua pekan sekali untuk mengkaji Kitabullah dan Sunnah nabawiyyah. Alhamdulillah, atas hidayah Allah kemudian atas usaha beliau, tak sedikit dari kawan-kawan Indonesia di sini yang malah mengenal manhaj salafi sejak berada di sini. Tak sedikit pula kawan-kawan Malaysia yang mendapat cahaya manhaj salafi dengan adanya kajian-kajian Islam yang disampaikan oleh mahasiswa S3 tersebut.
Meski kini beliau telah kembali ke Tanah Air, Indonesia, tunas dakwah salafiah yang beliau tanam masih tetap berusaha dijaga oleh rekan muslimin Malaysia maupun Indonesia yang masih berada di sini. Tunas dakwah itu pun kini telah menjalar ke lingkungan para ibu-ibu Indonesia dan muslimah-muslimah Malaysia.
Akhirulkalam, semoga keistiqamahan selalu menyertai kita, di mana pun kita berada.
Malaysia, 12 Jumadil Ula 1432 H (16 April 2011),
Penulis: Abu Asiyah dan Ummu Asiyah
Sumber : http://muslim.or.id/5950

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI MALAYSIA

SAID JANATUN NAIM / P. I. S/1A

A.   Sejarah Masuknya Islam ke Malaysia
Banyak pendapat pendapat dari pakar sejarah yang menyatakan tentang sejarah masuknya islam di Malaysia diantaranya Wan Hussein Azmi, dalam kitabnya Islam di Malaysia Kedatangan dan Perkembangan ( Abad 7-20 M), berargumen bahwa Islam datang pertama kali ke Malaysia sejak abad ke 7 M. Pendapat in berdasarkan pada sebuah argumen bahwa pada pertengahan abad tersebut pedagang Arab sudah sampai pada gugusan pulau-pulau Melayu, dimana Malaysia secara geografis tidak dapat dipisahkan darinya. Para pedagang Arab yang singgah dipelabuhan dagang Indonesia pada paruh ketiga abad tersebut, menurut Azmi tentu juga singgah di pelabuhan- pelabuhan dagang di Malaysia. Sejalan dengan pendapat Wan Hussein Azmi, Hashim Abdullah dalam kitabnya Perspektif Islam di Malaysia, menegaskan bahwa para pedagang Arab singgah di pelabuhan-pelabuhan sumatera untuk mendapatkan barang-barang keperluan dan ada diantara mereka yang singgah di pelabuhan-pelabuhan tanah melayu seperti Kedah, Trengganu dan Malaka. maka bolehlah dikatakan bahwa islam telah masuk di tanah Melayu pada abad ke 7 M. Namun pendapat / teori ini masih sangat meragukan karena hipotesis tersebut terlalu umum dan masih dapat diperdebatkan. Pendapat lain dikemukakan oleh S. Q Fatimi, dalam bukunya Islam Comes To Malaysia, menjelaskan bahwa Islam masuk ke Malaysia sekitar abad ke 8 H (14 M). Ia berpegang pada penemuan batu bersurat di daerah Trengganu yang bertanggal 702 H (1303 M). Batu bersurat tersebut di tulis dengan aksara Arab. Pada sebuah sisinya memuat pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk berpegang teguh pada keyakinan Islam dan ajaran Rasulullah Saw. Dan pada sisi lainnya memuat 10 aturan dan mereka yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
Namun pendapat S. Q Fatimi juga tidak dapat diterima, karena ada bukti yang lebih kuat yang menunjukkan bahwa Islam telah sampai ke Malaysia jauh sebelum itu yakni pada ke 3 H (abad 10 M). Pendapat terakhir ini berdasarkan pada penemuan batu nisan di Tanjung Ingris, Kedah pada tahun 1965. Pada batu nisan tersebut tertulis nama Syekh Abdu Al Qadir Ibnu Husayn syah yang meninggal pada tahun 291 H (940 M). Menurut sejarawan, Syekh Abdu Al Qadir adalah seorang Da'i keturunan Persia. Penemuan ini merupakan suatu bukti bahwa Islam telah datang ke Malaysia pada sekitar abad ke 3 H (10 M). Tanjung Ingris Kedah tempat ditemukannya batu nisan tersebut merupakan daerah yang tanahnya lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Lebih strategis dan layak dijadikan sebagai tempat persinggahan pedagang- pedagang. Disekitar makam tersebut juga terdapat banyak batu nisan dan ini memperlihatkan bahwa tempat tersebut merupakan sebuah perkampungan lama bagi orang Islam dan menjelaskan bahwa Tanjung Ingris Kedah adalah tempat persinggahan pedagang- pedagang Arab dan Persia.
Menyangkut penyebaran Islam di Malaysia, peranan Malaka sama sekali tidak dapat dikesampingkan. Karena koversi Melayu terjadi terutama selama periode kesultanan Malaka pada abad ke 15 M, dari sekitar tahun 1402 hingga 1511 M. Malaka dalam sejarah di nukilkan bahwasanya pembentukan dan pertumbuhannya ada kaitannya dengan perang saudara dikerajaan Majapahit setelah kematian Hayam Wuruk (1360-1389 M). Pada tahun 1401 M meletus perang saudara untuk merebut tahta kerajaan antara Wira Bumi dengan raja Wikrama Wardhana. Dalam perang tersebut Parmewara (Putra Raja Sriwijaya dari Dinasti Seilendra) turut terlibat karena ia menikahi salah seorang putri Majapahit. Oleh karena pihak yang ia bantu mengalami kekalahan maka parmewara dan pengikutnya melarikan diri kedaerah Temasek (singapura) yang berada di bawah kekuasaan empair Siam pada saat itu. Temasek pada masa itu lebih merupakan sebuah perkampungan kaum nelayan, diperintah oleh seorang wakil raja Siam yang bernama Tamagi. Oleh karena inginkan kekuasaan akhirnya Parmewara membunuh Tamagi dan berhasil menjadi penguasa di Temasek. Peristiwa terbunuhnya Tamagi diketahui oleh raja Siam yang kemudian memutuskan untuk menuntut balas atas kematian Tamagi.
Parmewara dan para pengikutnya mengundurkan diri ke Muar dan akhirnya sampai ke Malaka. Malaka ketika itu merupakan sebuah kampung kecil yang didiami oleh sebagian kecil kaum- kaum nelayan yang kerja mereka sebagian perampok kapal-kapal dagang yang datang dari Barat ke Timur. Sesampainya di Malaka, parmewara dilantik menjadi penguasa oleh pengikut-pengikutnya dan penduduk asli disana, dan kemudian mendirikan kerajaan Malaka pada tahun 1402 M. Berdasarkan faktor-faktor yang ada, Malaka tumbuh dengan pesat terutama dalam bidang perdagangan. Dengan berkembangnya Malaka sebagai daerah pelabuhan yang bertaraf internasional, secara tidak langsung telah mengundang orang-orang Arab dan khususnya para pedagang dari bangsa tersebut untuk masuk ke daerah tersebut dan melakukan transaksi perdagangan. Dan puncaknya Islam mendapatkan tempat di Malaka tak kala seorang ulama dari Jeddah yang Syeikh Abdul Aziz berhasil mengislamkan Parmewara pada tahun 1414 M (abad ke 15). Setelah Parmewara masuk islam, ia mengganti namanya dengan Sultan Megat Iskandar Shah.
Kitab sejarah Melayu menceritakan bahwa Raja Malaka Megat Iskandar Shah adalah orang pertama kali di kerajaan tersebut yang memeluk agama Islam. Selanjutnya ia memerintahkan segenap warganya menjadi muslim. Dalam proses Islamisasi berikutnya, para Sultan memberi dukungan yang besar dengan turut meningkatkan pemahaman tentang Islam dan berpartisipasi dalam pengembangan wacana, kajian dan pengamalan Islam. Dalam sejarah di nukilkan bahwasanya para sultan Malaka mulai dari sultan pertama dan sultan yang berkuasa belakangan sangat berminat terhadap ajaran Islam. Banyak di antara mereka yang berguru kepada ulama-ulama yang terkenal. Sebagai contoh sultan Muhammad Shah berguru kepada Maulana Abdul Aziz, Sultan Mansur Syah berguru kepada Kadi Yusuf dan Maulana Abu Bakar. Dengan adanya para Sultan tersebut belajar Islam dengan para ulama-ulama yang ada saat itu dan telah memiliki pengetahuan agama yang luas maka para sultan tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh A.C Milner dalam bukunya Islam and The Muslim State menjelaskan, bahwasanya Sultan Malaka sebagai orang yang telah mengajarkan pengetahuan Agama Islam kepada para raja di negeri-negeri melayu lainnya. Respon sultan dan rakyat Malaka yang antusias terhadap kedatangan Islam telah mengangkat posisi Malaka sebagai pusat kegiatan berdakwah. Selain rakyat Malaka menyebarkan dakwah keluar negeri, banyak pula orang luar yang datang ke Malaka untuk menuntut ilmu. Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga, dua ulama terkenal di pulau Jawa ini menamatkan pengajiannya di Malaka.
Peran Malaka yang begitu penting dalam upaya Islamisasi makin berkembang setelah sultan Muzzafar Shah yang berkuasa sekitar tahun 1450 M menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan Malaka, sultan Muzzafar shah juga telah menyusun perundang-undangan di negerinya yang sebagian isinya diambil dari ajaran Islam, yang mana undang-undang tersebut dikenal dengan nama Hukum kanun Malaka. Hukum kanun Malaka tersebut menjadi kitab sumber hukum dalam menangani beberapa pekara hukum di kesultanan Malaka. Dengan demikian, Malaka dapat dianggap sebagai kerajaan Melayu pertama yang menyusun perundangan yang mempunyai unsur-unsur syari'ah Islam.

B.   Islam Masa Malaya Kolonial
Kolonialisasi tanah Melayu telah menyebabkan nilai-nilai dan tatanan Islam dalam kehidupan masyarakat tradisional Melayu mengalami kemerosotan. Kebijakan kolonial portugis selama 130 tahun sejak 1511 M cenderung mencegah penyebaran Islam dan perkembangan usaha dagang Muslim. Namun Portugis gagal dalam usaha ini terutama karena terus menerus mendapat perlawanan orang Melayu. Belanda yang datang setelah mengalah Portugis pada tahun 1641 M agak lebih toleran kepada para penguasa Melayu. Pada tahun 1795 M Belanda dapat ditaklukan oleh kekuasaan Inggris. Di bawah kolonialisasi Inggris, perkembangan ajaran agama Islam dan pengaruhnya pada kehidupan Melayu menjadi terbatas. Ada beberapa aspek yang dapat dicatat mengenai intervensi kolonial sehingga ruang gerak, perkembangan, dan pelaksanaan Islam menjadi terbatas, antara lain menyangkut hukum Islam, paradigma politik Islam serta munculnya permasalahan terkait dengan demografi penduduk. Pertama, berkaitan dengan perkembangan hukum Islam.
Sebagaiman dijelaskan sebelumnya hukum Islam menempati posisi dasar dikesultanan-kesultanan Melayu. Namun demikian, setelah kekuasaan kolonial mulai kokoh melalui perjanjian pihak Inggris berhasil menekan para penguasa Melayu untuk menerima semua usulan Inggris dalam berbagai hal, termasuk yang berkaitan dengan hukum Islam. Pada saat yang sama, kolonial Inggris memperkenalkan dan menerapkan sistem hukum dan admistrasi hukum sipil yang berbeda dengan sistem hukum dan pengadilan Islam. Kedua, dampak lain yang juga terkait dengan kolonialisasi Inggris adalah kemerosotan paradigma politik Islam.
Menurut Azyumardi Azra, kolonialisme yang kemudian disusul dengan penyebaran gagasan-gagasan dan konsep politik modern, seperti nasionalisme merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kemerosotan paradigma politik islam di kawasan ini sebagaimana direfleksikan dalam bahasa politik yang digunakan. Ketiga, aspek lain dari kebijakan Inggris ini adalah masalah Demografi. Pada saat yang sama dengan pembatasan pelaksanaan hukum islam, demografi mengalami perubahan. Masyarakat menjadi lebih pluralis akibat imigrasi besar-besaran orang-orang non muslim Cina dan India yang sengaja didatangkan Inggris untuk bekerja disektor industri, pertambangan dan perkebunan. Pluralitas masyarakat dengan multi agama dan budayanya jelas menjadi penghambat bagi perkembangan ajaran agama Islam. Karena berbagai aspek yang terkait dengan masyarakat yang berbeda agama dan budaya perlu menjadi pertimbangan dalam merumuskan setiap kebijakan dan peraturan kenegaraan pada sebuah negara yang baru tebentuk. Sehingga dampaknya setiap kebijakan dan aturan bersifat netral. Dengan demikian, itulah salah satu sebab mengapa sistem pemerintahan, bentuk negara dan sistem hukum yang berlaku pada negara Malaysia tidak dapat menerapkan kembali sistem pemerintahan dan hukum yang pernah berlaku pada masa kesultanan.

C.Kebangkitan Islam di Malaysia.
Pengamalan islam menjadi lebih tampak jelas terutama setelah kebangkitan Islam di Malaysia yang terjadi pada tahun 1970-an. Dan mencapai puncaknya pada tahun 1980 an. Kebangkitan Islam di Malaysia terlihat jelas pada upaya muslim Malaysia untuk mengamalkan ajaran islam secara lebih serius seperti: aktif shalat berjamaah di masjid, menghadiri wirid pengajian, banyak beramal sholeh, mengucapkan salam saat bertemu, berhati-hati saat membeli makanan agar tidak termakan pada yang haram, memakai busana muslim seperti jubah, jilbab atau baju kurung dan telekung bagi wanita, memakai sarung, serban dan peci atau pakaian lainnya yang jelas jelas mencirikan ketaatan sebagai muslim. Gerakan kebangkitan islam juga terlihat dikalangan mahasiswa di kampus-kampus Malaysia. Dikalangan mahasiswa terdapat sekelompok-sekelompok pengajian yang dikenal dengan 'dakwah'. Mereka secara aktif mengadakan pengajian, puasa bersama, shalat malam bersama, dan tidak jarang juga mengadakan zikir dan renungan malam bersama. Hal yang sama juga terjadi di kalangan mahasiswa yang belajar diluar negeri, baik yang belajar di inggris maupun di amerika.
Dilatar belakangi oleh pendekatan dan pandangan internasionalis FOSIS yang umum tentang islam, mahasiswa asal Malaysia membutuhkan persiapan diri untuk perjuangan islam di Malaysia kembali, diawal tahun 1975, dua organisasi islam yang baru yang lebih militan terbentuk dikalangan mahasiswa Malaysia di London, yaitu Suara Islam dan Islam Representation Council (IRC). Berpegang pada ajaran-ajaran al-maududi, serta terinspirasi dari jamaah islami dari Indo-Pakistan dan Ikhwan al- muslimin dari mesir, para mahasiswa yang tergabung dalam dua organisasi ini menjadi punya interpresentasi Islam yang radikal. Terutama Suara Islam, saat itu berobsesi untuk melaksanakan perjuangan islam di Malaysia (revolusi islam), dengan perjuangan ideology yang akan menyoroti konflik fundamental antara islam dan bukan islam.
Berbeda dengan suara Islam, IRC dengan mengikuti garis Ikhwanul muslimin, berupaya mendirikan sel-sel rahasia sebagai alat terbaik untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Strategi mereka adalah menyelinap kedalam organisasi yang ada dan berupaya memprakarsai perubahan melalui partai politik islam, IRC menekankan pendidikan, dengan menyebarluaskan alternatif islam sebagai milik tunggal jalan sejati menuju cara hidup yang sempurna, melalui pembentukan dan penyebaran sel-sel rahasia kecil di kalangan mahasiswa. Selain itu mahasiswa yang mempunyai kesadaran islam yang begitu tinggi ini, telah kembali ke Malaysia, mengabdi kepada Negara dan masyarakatnya. Dengan demikian, kebangkitan islam di Malaysia yang terlihat dari kesadaran muslim Malaysia untuk mengamalkan ajaran islam yang lebih serius, juga turut menguat nuansa islam di Malaysia.

DAFTAR PUSTAKA
Dardiri, Dkk. 2006. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) dan Alif Riau. Gusrianto. 2012. Diktat Sejarah dan Perkembangan Islam di Asia Tenggara.
Pekanbaru. http://ivaruzpoetra.blogspot.co.id/2015/01/makalah-masuknya-islam-dan.html diakses pada tanggal 10 november 2015. tugas-makalah.blogspot.co.id/2012/06/islam-di-malaysia.html diakses pada tanggal 15 november 2015.



SEJARAH KEDATANGAN ISLAM KE TANAH MELAYU

Sebelum kedatangan Islam, masyrakat Melayu menganut fahaman animisme. Keadaan ini berubah selepas kedatanagan Islam yang membawa konsep tauhid dengan menafikan kewujudan Tuhan yang banyak. Bermula dengan konsep keesaan Tuhan dan ibadat yang luas Islam telah berjaya menarik minat masyarakat tempatan. Sejak kedatangan Islam, kehidupan harian masyarakat Melayu dan adat istiadat tertentu yang didapati bertentangan dengan akidah ditinggalkan secara beransur-ansur (Ruslan Zainuddin, 2004: 91-92).
Peta Kepulauan Riau Kuno

Kedatangan Islam ke Tanah Melayu dipercayai bermula pada abad ke-7 masihi. Pandangan ini berdasarkan kemungkinan agama Islam disebarkan oleh para pedagang dan pendakwah dari Asia Barat ke Negara China. Seterusnya Islam semakin berkembang pesat berikutan dengan kemunculan beberapa buah kerajaan Islam di Pasai dan Perlak di persekitaran Selat Melaka pada abad ke-13 Masihi. Mengikut cacatan Marco Polo, agama Islam telah tersebar di Tanah Melayu sebelum abad ke-15. Pada tahun 1292, semasa Marco Polo dalam perjalanan pulang dari China, beliau telah melawat Sumatera. Perlak ialah pelabuhan pertama yang disinggahinya. Beliau menyatakan pada masa itu telah wujud usaha-usaha untuk mengislamkan penduduk tempatan oleh para pedagang Arab di Nusantara. Menurut beliau lagi, itulah satu-satunya negeri Islam di Kepulauan Melayu pada masa itu (Hall dlm Ruslan Zainuddin). Manakala Ibn Battutah, pengembara Arab yang singgah sebanyak dua kali di Samudera semasa dalam perjalanan pergi dan balik dari Negara China antara tahun 1345 hingga 1346, menyatakan bahawa raja Samudera ketika itu telah memeluk Islam dan mengamalkan Mazhab Shafie.
Menurut beliau lagi, negeri-negeri lain di sekelilingnya masih belum mmeluk Islam. Sepanjang tempoh abad ke-13 dan ke-16 Masihi, agama Islam telah tersebar dengan meluas hampir ke seluruh Kepulauan Melayu dan mengurangkan pengaruh agama Hindu-Buddha yang bertapak berabad-abad lamanya di Tanah Melayu. Sejak itu, Islam telah berkembang pesat sehingga menjadi agama yang dianuti oleh sebahagian besar penduduk di Kepulauan Melayu (Ruslan Zainuddin, 2004: 91). Dari sudut sejarahnya selepas kedatangan Islam dan pembentukan Kerajaan Melaka yang bercorak keislaman, kita dapati proses Islamisasi di bidang undang-undang, sosio-budaya dan politik berterusan berlaku. Dalam bidang undang-undang dimulai dengan undang-undang Kanun Melaka & Kanun Laut Melaka, diikuti pula dengan Kanun Pahang dan seterusnya Kanun Kota Setar dan lain-lain. Demikian juga dengan Perlembagaan Terengganu & Perlembagaan Negeri Johor. Perubahan dalam bidang sosio-budaya juga berlaku di mana orang Melayu telah menghayati nilai-nilai akhlak Islam dalam kehidupan yang terangkum dalam adab-adab kehidupan mereka seperti adab berpakaian, adab berbahasa, adab berjiran dan sebagainya. Dalam bidang politik, pemerintah dianggap sebagai pemerintah di mana kekuasaan politik itu merupakan satu amanah Allah dan para pemimpin diminta bertindak mengikut lunas-lunas yang digariskan oleh Islam.

PENGHAYATAN ISLAM BERTERUSAN DI ZAMAN PENJAJAHAN
Proses Islamisasi Undang-undang & Sosio-Budaya dan Politik tergugat dengan kedatangan penjajah British, tetapi tidak banyak terjejas di zaman Portugis dan Belanda. Di zaman penjajahan British peranan Undang-undang Islam diperkecilkan bidang perlaksanaannya & golongan yang terlibat dengan Undang-undang Islam, iaitu hanya untuk orang-orang Islam dan bidangnya hanya bidang undang-undang diri dan kekeluargaan. Sesungguhnya begitu, kita dapati dalam bidang-bidang yang lain, seperti pendidikan agama, kehidupan keagamaan dan kehidupan individu dan keluarga serta masyarakat masih diberi ruang untuk dihayati dan tidak diganggu-gugat. Justeru itulah kita dapati perkembangan Islam dan penghayatannya masih dapat dipertahankan (JAKIM).

PENGHAYATAN ISLAM DI ZAMAN KEMERDEKAAN
Kemerdekaan Malaysia yang dicapai pada 31 Ogos 1957 adalah usaha daripada UMNO, yang dipimpin oleh Tunku Abdul Rahman. UMNO cuba menunjukkan kekuatannya kepada pihak berkuasa British dengan menggabungkan parti China (MCA) dan parti India (MIC) dalam gagasan “Perikatan”, dengan mengekalkan identiti parti masing-masing dalam perkara-perkara tertentu (JAKIM). Berasaskan perikatan ini didapati pensyarikatan kuasa politik berlaku antara etnik China, India dan Melayu, tetapi walau bagaimanapun UMNO masih merupakan kuasa politik dominan dalam pemerintahan. Sejak daripada tahun 1957 sehingga kini kedominan parti UMNO dapat dipertahankan dalam menguasai pemerintahan negara. Sungguhpun UMNO sebuah parti sekular, pendukung-pendukungnya adalah dari golongan Melayu Muslim yang masih sensitif kepada Islam kerana adanya sensitif ini didapati kedudukan Islam dan orang Melayu Islam ada keistimewaan-keistimewaan tertentu dan begitu juga intitusi-intitusi Islam di peringkat negeri dan pusat masih diberi kedudukannya yang tersendiri (JAKIM).
Sejak daripada tercapainya kemerdekaan, perhatian kepada pembangunan masyarakat Islam terus berlaku dalam bidang pendidikan, ekonomi dan sosial cuma yang agak tersekat dalam proses Islamisasi ialah bidang undang-undang yang disegi kenyataannya untuk dibuat perubahan secara menyeluruh terhalang disebabkan beberapa peruntukan yang ditinggalkan oleh penjajah dalam perlembagaan, Undang-undang Federal dan Pusat. Undang-undang yang agak ketara percanggahannya adalah di bidang jenayah hudud, adapun di bidang jenayah membunuh & mencederakan sebahagian daripada prinsip dan hukumnya tidak banyak beza dengan Islam, demikian juga dalam hukum ta’zirkesalahan-kesalahan maksiat. Selain daripada itu dalam muamalat hanya unsur riba yang ketara bercanggah dengan Islam, tetapi dalam bahagian yang lain tidak banyak percanggahannya. Dalam bidang kekeluargaan didapati sepenuhnya undang-undang Islam dilaksanakan, kecuali negeri yang masih berpegang, kepada adat perpatih (JAKIM).
Dalam proses meneruskan Islamisasi di bidang undang-undang didapati peruntukan-peruntukan khas diwujudkan untuk kepentingan Islam dan masyarakat Islam seperti Akta Bank Islam, Akta Takaful, Falsafah Pendidikan Negara, Akta Universiti Antarabangsa, Akta Koperasi dan sebagainya. Melihat kepada perkembangan ini ternyata proses Islamisasi berterusan berjalan dengan adanya ruang peruntukan dalam Undang-undang Negeri & Persekutuan, Cuma yang perlu diusahakan ialah bahagian-bahagian tertentu dalam Undang-undang Federal, Perlembagaan dan undang-undang Negeri yang menghalang perlaksanaan Islam yang menyeluruh perlu dipinda (JAKIM).

SISTEM DEMOKRASI & PENGHAYATAN ISLAM
Selepas merdeka kita didedahkan dengan sistem demokrasi berparlimen, yang ditaja oleh penjajah British sebelum Malaysia diberi kemerdekaan. Untuk melaksanakan sistem demokrasi dalam pemerintahan maka parti politik ditubuhkan. Dalam sistem berparti ini terdapat peruntukan untuk parti pemerintah & parti pembakang. Dilihat dari sudut Islam sistem demokrasi ini dapat diterima dari satu sudut iaitu memberi suara kepada rakyat memilih pemimpin mereka secara bebas dan terbuka tetapi yang tidak cocok dengan Islam ialah ia membelah umat berterusan kepada dua kelompok, kelompok pemerintah dan kelompok pembangkang yang menentang pemerintah dalam ruang terbatas. Sedangkan dalam Islam mengajak kepada kesatuan umat dan mendekatkan jurang pemisahan di antara kelompok, bukan meluaskan jurang (JAKIM).
Walau bagaimanapun kenyataan ini wujud di hadapan kita dan kita terpaksa menerima sistem ini dengan dibuat perhitungan bahawa sistem ini bukan suatu kebenaran mutlak dan ia adalah tajaan penjajah yang masih meneruskan polisinya “divide & rule”. Kalau diambil asas yang masakini iaitu kuasa politik Melayu Muslim masih ada sebagai titik tolak untuk menyatukan Kelompok Islam, dengan mengambil kira Islam sebagai asas dalam penyelesaian kuasa politik dan cuba menjauhkan titik-titik perbezaan serta mencari titik-titik persamaan yang membina, maka dirasakan ini lebih bermanfaat untuk kekuatan masa depan politik orang Islam. Kalau tidak kita berterusan menjadi alat idea penjajah “divide & rule” yang kita sendiri memecahkan kelompok kita dengan tangan kita sendiri. Oleh itu bagi memudahkan proses penyatuan umat di masa depan kita perlu menerima sebagai suatu kenyataan bahawa negara ini ialah sebuah negara Islam. Dengan menerima negara ini sebagai sebuah negara Islam bukan bermakna ianya telah selesai segala tuntutannya. Kesempurnaannya perlu kepada pengisian daripada kita, sama juga seorang Muslim yang diakui sebagai Muslim selepas mengucap dua kalimah syahadah bukan bermakna Muslimnya sudah sempurna, kesempurnaan Islamnya bergantung kepada proses peningkatan ilmu & penghayatan Islam pada dirinya (JAKIM).

KESIMPULAN
Tidak ada kesepakatan dikalangan ulama tentang kriteria negara Islam kerana tidak terdapat nas Qat’i yang menentukannya. Justeru itu ulama berbeza pandangan dalam ijtihadnya dalam menentukan ciri-cirinya. Ada yang mencirikan bilangan majoriti Muslim sebagai penentu dan ada mencirikan perlaksanaan syari’ah sebagai penentu. Dalam pengalaman sejarah politik Islam tidak terdapat penentuan cara yang tetap dalam pemilihan pemimpin negara. Ada secara pemilihan terbuka dan ada secara warisan, tetapi semua bentuk pemimpin yang ditentukan itu diterima sah oleh ulama yang membincangkan teori politik Islam. Ulama juga tidak sepakat pendapat tentang syarat-syarat yang ditetapkan bagi ketua negara, kecuali beberapa syarat sahaja seperti keupayaan jasmani, kelayakan undang-undang, adil, kelayakan ilmu siasah, peperangan dan pentadbiran. Kerakyatan negara Islam sama ada Muslim atau bukan Muslim adalah sama disegi hak dan kewajipan kecuali perkara-perkara khusus yang dikecualikan. Mereka dikira sebahagian daripada umat Islam (ummatun min al-Muslimin). Malaysia adalah sebuah negara Islam berdasarkan kepada majoriti penduduk Islam, keamanan yang dinikmati, perlaksanaan undang-undang Islam sebahagian besarnya dan kepimpinan negara dikuasai oleh orang Melayu Muslim (JAKIM).

sumber utama: Sejarah kedatangan Islam ke tanah Melayu, http://khalifahalhidayahblogspot.com/2012/05

2 comments :