Islam di Thailand

2 comments


Kehidupan Islam di Negeri Gajah Putih
By Yuliana Purnama 23 April 2011 

Alhamdulillaah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in
Seperti telah kita ketahui bersama, Thailand adalah negara yang sering dikenal sebaga negeri gajah putih. Negara ini juga terkenal sebagai tujuan wisata para turis dari seluruh dunia. Bidang pertanian juga merupakan salah satu andalan dari negeri ini. Hampir seluruh hasil pertanian dan perkebunan yang berasal dari Thailand merupakan produk unggulan.
Secara umum, penduduk Thailand beragama Budha. Menurut sensus penduduk pada tahun 2000, mayoritas warga Negara Thailand beragama Budha (94,6%), kemudian Islam (4,6%), dan sisanya adalah Kristen dan Katolik [1]. Namun saat ini angka pemeluk agama Islam dipercaya melebihi angka 10%, atau sekitar 7,4 juta dari 67 juta jiwa penduduk Thailand . Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pemeluk agama Islam di negeri ini terus meningkat.

Gambaran Umum Kehidupan Islam
Sebagian besar muslim di negeri ini tinggal di Thailand bagian selatan, yang banyak berada di propinsi Yala, Narattiwat, dan Pattani. Secara budaya dan penampakan fisik, mereka lebih dekat kepada masyarakat Melayu. Jika kita melihat sejarah yang telah berlalu, wilayah-wilayah tersebut tadinya bukan merupakan bagian dari Thailand. Namun sejak tahun 1808, Thailand menjajah wilayah tersebut dan menjadikannya sebagai wilayah kekuasaannya. Tentu saja banyak pertentangan yang terjadi karena Thailand merupakan negeri Budha yang menganggap raja sebagai keturunan dewa. Sehingga banyak ritual syirik yang bertentangan dengan Islam itu sendiri. Pemberontakan pun pernah terjadi, dan hingga saat ini pun masih ada pertentangan-pertentangan yang terjadi karena perbedaan prinsip tersebut.
Walaupun mayoritas muslim ada di bagian selatan Thailand, namun bukan berarti di bagian lain Thailand tidak ada muslim. Katakanlah Bangkok, ibukota Thailand. Di Bangkok, kita dengan mudah dapat menemui masjid. Walaupun mayoritas muslim di Bangkok adalah pendatang dari bagian selatan Thailand (secara fisik dapat dikenali dengan mudah, karena berdarah melayu), namun cukup banyak juga muslim yang berdarah Thailand asli (biasanya berkulit putih). Hal ini menunjukkan dakwah Islam berjalan dengan baik di Bangkok.
Apabila kita mendatangi masjid-masjid di Thailand, kita akan menyadari bahwa banyak kemiripan kehidupan muslim di Thailand dan Indonesia. Mayoritas muslim di Thailand adalah sunni bermazhab Syafi’i. Dan secara umum, mereka mirip sekali dengan kaum Nahdliyin yang ada di negeri kita. Dengan mudah kita temui acara dzikir berjama’ah , nasyid, dan berbagai macam shalawat. Setiap masjid pun biasanya memiliki kyai yang diagungkan di situ.
Namun Alhamdulillah, dari kalangan pemuda (kebanyakan mahasiswa) banyak yang rajin menuntut ilmu di manhaj salaf yang mulia ini. Mereka cukup rajin mengadakan kajian-kajian ilmiah di masjid walaupun terkadang bertentangan dengan pengurus masjid itu sendiri. Meskipun mereka berhadapan dengan terbatasnya pustaka yang dapat mereka akses (karena tidak semua bisa berbahasa Arab), namun mereka sangat bersemangat untuk menegakkan Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman para salafus shalih. Mereka pun menampakkan ke-Islam-an mereka dengan terang-terangan. Mereka memelihara jenggot, tidak isbal, bahkan di kampus pun kita terkadang bisa menemui saudari kita yang bercadar. Dan qadarullah, mereka pula-lah yang menjadi salah satu penyebab penulis mendapatkan hidayah untuk istiqomah di manhaj yang mulia ini.

Dukungan Kerajaan Thailand terhadap Islam
Meskipun Thailand merupakan negeri Budha, namun kerajaan cukup mendukung kehidupan Islam para penduduknya. Tanggungjawab urusan mengenai agama Islam di Thailand diemban oleh seorang mufti yang mendapat gelar Syaikhul Islam (Chularajmontree). Mufti ini berada di bawah kementerian dalam negeri dan juga kementerian pendidikan dan bertanggungjawab kepada raja. Mufti bertugas untuk mengatur kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan muslim, seperti penentuan awal dan akhir bulan hijriyah.
Mufti membawahi dewan propinsial Islam yang beranggotakan 26 orang dari tiap propinsi. Dan dewan tersebut membawahi sekitar 3494 masjid yang ada di Thailand [2]. Pusat dari kegiatan tersebut berada di Bangkok, yaitu Islamic Center yang terletak di daerah Ramkhamhaeng. Selain itu, di setiap Universitas biasanya terdapat Muslim Student Club. Biasanya kelompok tersebut mendapat tempat khusus yang juga dapat digunakan untuk melaksanakan shalat.
Secara umum, masyarakat Thailand juga sangat toleran terhadap muslim. Mereka cukup peduli dengan makanan yang dapat kita makan, dan mereka juga sangat mudah memberi izin untuk melakukan shalat. Namun karena Thailand merupakan Negara Budha, sehingga hari besar kaum muslimin (Idul Fitri dan Idul Adha) tidak mereka liburkan. Hal ini terkadang menjadi kendala bagi para pelajar atau pegawai yang ingin melaksanakan sholat Ied berjama’ah. Namun biasanya tiap institusi memberikan keringanan untuk “membolos” pada waktu-waktu tersebut.
 Makanan

Banyak orang mengira bahwa mencari makanan halal di Thailand merupakan perkara sulit. Namun kenyataannya, makanan halal merupakan hal yang mudah didapatkan di mana saja. Katakanlah jika kita pergi ke kantin kampus. Biasanya di tiap kompleks kantin ada satu kios makanan halal. Jika kita pergi ke pasar, biasanya ada penjual daging halal yang disembelih secara syar’i. Jika kita ingin makan di warung halal sekalipun, kita cukup mencari masjid yang terdekat. Biasanya di dekat masjid ada perkampungan muslim dan juga penjual makanan halal. Di mall-mall sekalipun biasanya kita dapat menemukan rumah makan halal.
Namun salah satu hal yang membuat muslim di Thailand merasa aman akan ketersediaan makanan halal adalah adanya badan sertifikasi halal yang sangat kuat. Dengan mengakses www. Halal.or.th saja kita sudah dapat menemukan list produk dan restoran halal yang ada di Thailand. Bahkan produk-produk kemasan yang ada di supermarket pun sudah banyak yang bersertifikat halal yang dikeluarkan oleh badan tersebut. Sehingga muslim di Thailand dapat dengan leluasa memilih mana yang bisa dimakan dan tidak.
Salah satu orang yang berjasa di bidang sertifikasi halal ini adalah Winai Dahlan, seorang associate professor di Chulalongkorn University. Beliau merupakan cucu dari KHA Dahlan. Beliau saat ini adalah direktur dari Halal Science Center di universitas tersebut. Beliau sangat giat melakukan promosi mengenai makanan halal ke seluruh dunia. Bahkan bisa dikatakan kemajuan mengenai makanan halal di Thailand sudah selangkah lebih maju dibandingkan Indonesia karena promosi gencar yang mereka lakukan.

Menjadi seorang Muslim di Thailand
Paparan di atas menunjukkan berbagai macam gambaran kehidupan muslim di Thailand. Namun secara umum, hidup menjadi seorang muslim di Thailand penuh dengan perjuangan yang berat.
Seperti kita ketahui bahwa Thailand merupakan negeri yang bebas. Mayoritas penduduknya menyukai kehidupan malam, pergaulan bebas, dan minum minuman keras. Selain itu dentuman musik dapat kita temui di mana saja. Para pemudi pun berpakaian sangat minim. Bagi seseorang yang sedang lemah imannya, tentu saja serbuan kemaksiatan yang ada di lingkungan merupakan tantangan yang berat.
Secara kepercayaan pun, kita dapat menemui praktik syirik tersebar di mana-mana. Hampir di setiap rumah ada kuil kecil di mana mereka meletakkan sesaji. Bahkan biasanya para pedagang pun meletakkan sesaji itu di toko mereka. Pengagungan mereka pada kerajaan pun sudah melampaui batas. Raja dianggap sebagai keturunan dewa sehingga mereka menjadikannya sesembahan. Biksu pun mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Mereka akan memberikan apapun jika bertemu biksu, hanya untuk mendapatkan berkat dari mereka. Tentu saja praktik syirik yang bertebaran di seluruh bumi Thailand ini terus bertentangan dengan hati kaum muslimin.
Karena itu, biasanya kaum muslimin di Thailand hidup berkelompok supaya dapat saling menjaga. Di dekat masjid biasanya ada perkampungan muslim. Selain itu, ada juga beberapa daerah di Bangkok yang memiliki persentase penduduk muslim yang cukup besar. Mereka berusaha membuat lingkungan yang baik supaya dapat hidup di luar gelimang kemaksiatan tadi.
Terkadang kelompok-kelompok yang hidup di beberapa daerah tersebut berkumpul karena kesamaan suku. Ada daerah di Bangkok yang bernama Kampung Jawa. Di daerah tersebut, penduduknya merupakan keturunan jawa yang sudah turun temurun tinggal di sana. Di kampung tersebut terdapat Masjid Jawa. Selain itu ada juga Masjid Indonesia. Ada cukup banyak warga keturunan yang berasal dari banyak negara dan membentuk komunitas sendiri. Hal itu tidak lain adalah upaya mereka untuk saling menjaga dari kehidupan budaya yang sangat berbeda dengan nilai Islam. Biasanya mereka sudah lupa dengan bahasa dari negeri mereka masing-masing. Seperti Winai Dahlan yang telah disebutkan sebelumnya, juga tidak bisa berbicara Bahasa Indonesia sama sekali.
Alhamdulillah, demikianlah kehidupan Islam di Negeri Gajah Putih. Barangkali kita tadinya tidak menyangka bahwa kita memiliki saudara-saudara yang terus berjuang hidup sambil mempertahankan aqidahnya di negeri kafir ini. Semoga hal ini membuat kita semua untuk senantiasa bersyukur dan juga semakin bersemangat menuntut ilmu. Mereka dengan segala keterbatasan fasilitas yang ada, masih terus berusaha mencari kebenaran dalam memahami dienul Islam ini. Semoga Allah selalu menjaga saudara-saudara kita ini. Dan semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita semua.
Penulis: Fikri Waskito (mahasiswa Chulalongkorn University, Thailand)
Artikel www.muslim.or.id 

Gaya hidup Islami di hotel halal pertama di Bangkok
BBC INDONESIA. 31 Agustus 2016

Image copyright Reuters Image caption Selain menyediakan makanan halal, tidak ada minuman beralkohol di Al Meroz.
Ibu kota Thailand, Bangkok, kini memiliki hotel halal yang pertama untuk menarik minat wisatawan Muslim ke negara dengan mayoritas penduduk umat Buddha tersebut.
Hotel berbintang empat, Al Meroz, dengan arsitektur yang mengambil bentuk masjid memiliki dua ruang khusus untuk sembahyang dengan tarif antara US$116 hingga US$1.445 per malam atau Rp1,5 juta hingga Rp19 juta.  "Ada sekitar 1,6 miliar umat Muslim di dunia. Itu pasar yang besar. Hanya 1% dari pasar itu sudah cukup bagi kami untuk berkembang," jelas Manajer Umum Al Meroz, Sanya Saengboon, kepada kantor berita Reuters.
Di situsnya, Al Meroz mengatakan dibangun khusus untuk memberikan gaya hidup Islam kepada para tamunya, antara lain dengan makanan halal dan tidak menyediakan minuman beralkohol.  Sekitar 30 juta wisatawan asing berkunjung ke Thailand tahun lalu namun hanya sekitar 658.000 orang yang berasal dari kawasan Timur Tengah, seperti terungkap dari data industri pariwisata Thailand. Bagaimanapun, menurut Departemen Pariwisata Thailand, terdapat peningkatan kedatangan dari kawasan Timur Tengah sebesar 10% pada tahun 2015 dibanding setahun sebelumnya. Walau mayoritas warga Thailand beragama Buddha, wilayah selatan negara itu dihuni oleh umat Islam dengan kelompok militan separatis yang ingin memperjuangkan kemerdekaan dari Thailand.

Islam Mulai Berubah di Thailand

Red: Damanhuri Zuhri
Yahoo


Muslim Thailand di provinsi perbatasan selatan, Narathiwat.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Di masa lalu, banyak Muslim di Thailand yang menjalankan ibadah sebagai bagian dari budaya. Mereka kurang memahami makna dari ibadah yang mereka lakukan.

Namun, saat ini Muslim di Thailand mulai memahami Islam lebih dalam. Mereka secara sadar mempelajari ibadah dan mempraktikkannya. Sebelumnya, masih ada praktik keagamaan yang bercampur dengan budaya Hindu atau Buddha. Sekarang, praktik seperti ini telah hilang. Islam menyebar. Hal ini juga didorong adanya Muslim Thailand yang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Ada sejumlah kecil guru asal Mesir yang mengajar di Thailand. Dalam 50 tahun terakhir, Muslim Thailand lebih spiritual dan fleksibel dalam menjalankan Islam. Masyarakat Thailand berpendapat, sangatlah penting menuntut ilmu dalam hidup di dunia modern. Pendapat serupa juga berlaku dalam hal agama. Banyak pemuda Muslim yang menuntut ilmu agama di luar negeri dan mereka dihormati begitu pulang ke tanah airnya. Semua ini terjadi karena adanya pengaruh budaya Barat terhadap warga Thailand. Budaya Barat bisa dilihat dari cara berpakaian, menjamurnya restoran cepat saji, dan materialisme. Pengaruh Barat mulai terasa setelah Perang Vietnam berakhir. Muslim di Thailand sangat senang berkumpul dan saling mendukung. Mereka membentuk kelompok belajar bagi anak-anak setelah sekolah yang dikenal dengan madrasah. Mereka percaya jika kelompok ini kuat, begitu juga anak-anak di dalamnya. Beberapa keluarga lebih religius dibanding yang lain, tapi banyak keluarga Muslim yang menginginkan anaknya masuk sekolah Islam.  Harapannya, anak-anak akan memiliki identitas Muslim yang kuat. Muslim juga tidak segan bergaul dan berteman dengan pemeluk agama Buddha. Mereka hidup bertetangga dengan baik. Selama ratusan tahun, mereka hidup berdampingan. Bahkan, penganut Buddha juga merayakan momen keagamaan, seperti Ramadhan. Anak-anak bermain bersama dan semua orang merayakannya. Umat Buddha juga memahami Muslim tidak mengonsumsi babi atau minum alkohol. Biasanya, mereka memberi makanan yang halal.
Pendapat populer memercayai mayoritas Muslim berada di tiga provinsi paling selatan Thailand, yakni Yala, Pattani, dan Narathiwat. Tapi, hasil riset Kementerian Luar Negeri menunjukkan, hanya 18 persen Muslim tinggal di tiga provinsi tersebut. Sisanya, menyebar di seluruh Thailand. Konsentrasi Muslim terbesar berada di Ibu Kota Bangkok dan seluruh wilayah selatan. Populasi yang berada di Provinsi Setun yang berbatasan dengan Malaysia juga didominasi Muslim. Berdasarkan data Kantor Statistik Nasional, pada 2005 Muslim di Thailand selatan berjumlah 30,4 persen dari seluruh populasi di atas usia 15 tahun. Sedangkan, kurang dari tiga persen menyebar di seluruh negeri.  Populasi Muslim Thailand sangat beragam. Mereka imigran yang berasal dari Cina, Pakistan, Kamboja, Bangladesh, Malaysia, dan Indonesia. Ada juga yang merupakan warga Thailand asli. Sekitar dua pertiga Muslim di Thailand berasal dari Malaysia. Pada 2007, Kantor Statistik Nasional mengungkapkan, ada 3.494 masjid di Thailand. Masjid terbanyak berada di Provinsi Pattani dengan 636 buah. Menurut Departemen Urusan Agama (RAD), 90 persen masjid adalah Sunni. Sisanya adalah Syiah. 

Perkembangan Islam di Thailand

 Thailand biasa disebut juga Muangthai, atau Muangthai Risabdah, atau Siam, atau negeri gajah putih, terletak di sebelah utara Malaysia, dan sering dilukiskan  sebagai bunga yang mekar diatas sebuah tangkai. Thailand berarti negeri yang merdeka, karena memang merupakan satu-satunya negeri di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh kekuasaan barat atau Negara lain. Di Thailand, negeri yang mayoritasnya beragama Budha, terdapat lebih dari 10% penduduk muslim dari seluruh populasi penduduk Thailand yang berjumlah kurang lebih 67 juta orang. Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani.
Dengan jumlah umat yang menjadi minoritas ini, walau menjadi agama kedua terbesar setelah Budha, umat Islam Thailand sering mendapat serangan dari umat Budha (umat Budha garis keras), intimidasi, bahkan pembunuhan masal. Islam berada di daerah yang sekarang menjadi bagian Thailand Selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari jazirah Arab. Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang menggambarkan bangsa Arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand. Dan juga keberhasilan bangsa Arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti bahwa Islam sudah ada lebih dulu sebelum Kerajaan Thai.
Dan lebih dari itu, penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merupakan suatu kesatuan dakwah Islam dari Arab, di masa khilafah Umar Bin Khaththab. Entah daerah mana yang lebih dahulu didatangi oleh utusan dakwah dari Arab, akan tetapi secara historis, Islam sudah menyebar di beberapa kawasan Asia Tenggara sejak lama, di Malakka, Aceh (Nusantara), serta Malayan Peninsula termasuk daerah melayu yang berada di daerah Siam (Thailand). Secara garis besar, masyarakat muslim Thailand  dibedakan menjadi 2; masyarakat muslim imigran (pendatang) yang berlokasi di kota Bangkok dan Chiang Mai ( Thailand tengah dan utara), dan masyarakat muslim penduduk asli, yang berada di Pattani (Thailand selatan). Tetapi dalam tatanan sosial, muslim Thailand mendapat julukan yang kurang enak, yaitu khaek (pendatang, orang luar, tamu). Istilah ini juga digunakan untuk menyebut tamu-tamu asing atau imigran lain. Budha adalah agama terbesar di Thailand dan resmi menjadi agama kerajaan. Kehidupan Budha telah mewarnai hampir seluruh sisi kehidupan di Thailand, dalam pemerintahan (kerajaan), sistem dan kurikulum pendidikan, hukum, dan lain sebagainya. Namundapat agama-agama lain, diantaranya adalah Islam, Kristen, Konghucu,  Hindu dan Singh.

 Dan Islam sendiri, setelah meng-alami konflik yang berkepanjangan, akhirnya Islam di Thailand menemui titik kemajuan. Pemerintah memahami betul bahwa upaya untuk menciptakan perdamaian dengan kekuatan militer tidak membuahkan hasil, bahkan memperparah keadaan dan melahirkan perlawanan. Sehingga akhirnya pemerintah, dalam hal ini kerajaan, memberi kesempatan bagi warga muslim untuk beribadah dan menganut kepercayaan masing-masing. Bahkan, Raja Thailand juga menghadiri perayaan acara dan hari-hari penting dalam Islam. Pemerintah juga memperbolehkan warga muslim Thailand untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan Islam disana. Proses pendidikan Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal itu bisa kita lihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga Islam.
Seperti pengajian bapak-bapak dan ibi-ibu, TPA/TKA dan kajian mingguan mahasiswa adalah beberapa kegiatan rutin yang diadakan mingguan. Masyarakat dan Pelajar Muslim Indonesia juga mengadakan silaturrahim bulanan dalam forum pengajian Ngaji- khun, yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Thailand. Kabar baiknya, pemerintah membantu penerjemahan Al Quran ke dalam bahasa Thai, juga membolehkan warga muslim mendirikan masjid dan sekolah muslim. Kurang lebih tercatat lebih dari 2000 masjid , dan 200 sekolah muslim di Thailand. Umat islam di Thailand bebas mengadakan pendidikan dan acara-acara keagamaan. Tidak hanya itu saja. Program pengembangan pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai level yang lebih dari sekedar nasional dan regional.
Umat muslim Thailand bekerjasama dengan beberapa lembaga pendidik- an negara lain, baik yang nasional maupun internasional untuk mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. Mereka me-ngirimkan kader-kadernya ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar Mesir dan Madinah. Dan juga beberapa universitas tanah air, seperti UII, UIN, Universitas Muhammadiyah dan lainnya. Termasuk juga mengirimkan putra-putra Thailand ke berbagai pesantren di Indonesia, termasuk Gontor. Pusat dakwah Islam terbesar di Bangkok terletak di Islamic Center Ramkamhaeng. Hampir semua aktifitas keislaman mulai dari pengajian, layanan pernikahan, serta makanan halal dapat ditemukan. Salah satu orang yang berjasa di bidang sertifikasi makanan halal adalah Winai Dahlan (cucu dari KH Ahmad Dahlan), yang sudah puluh-an tahun tinggal dan menjadi warga Thailand, yang menjabat sebagai direktur dari Halal Science Center di Universitas Chulalongkorn, yang giat melakukan promosi mengenai makanan halal ke seluruh dunia… (Widya)

Sumber: Forum Kajian Muslimah Kuwait-Al Husna
Pengganti raja Thailand 'beri banyak perhatian' pada Muslim di selatan
BBC Indonesia, 14 Oktober 2016

Image copyright AFP Image caption Vajiralongkorn meminta penobatannya ditunda untuk berduka.
Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn yang telah ditetapkan sebagai pengganti Raja Thailand Bhumibol yang wafat pada usia 88 tahun, memberi banyak perhatian kepada masyarakat minoritas Muslim di selatan, menurut akademisi setempat. Thailand menetapkan duka resmi selama satu tahun setelah raja terlama di dunia, Bhumibol, yang bertahta selama 70 tahun, meninggal Kamis (13/10). Vajiralongkorn, 64 tahun, sendiri menyatakan meminta waktu untuk berduka sebelum dinobatkan sebagai raja. Ahmad Umar, wakil rektor Universitas Fatoni, Patani, Thailand selatan mengatakan Putra Mahkota Vajiralongkorn memberikan perhatian yang lebih kepada masyarakat minoritas di selatan.
"Beliau banyak memberi perhatian pada masyarakat Islam, mengenai banyak hal dan memberi perhatian dan sokongan. Sebagai contoh, kampus Universitas Fatoni diresmikan (sekitar 10 tahun lalu) oleh beliau, hubungan kita dengan putra mahkota sudah lama," kata Ahmad kepada BBC Indonesia.
"Kalau majelis (kantor) peringkat negara, beliau dipertua, dan majelis agama Islam di Thailand ada (memiliki) hubungan dengannya," tambah Ahmad.
Image copyright Universitas Fatoni Image caption Mahasiswa berada di Universitas Fatoni yang diresmikan Putra Mahkota Vajiralongkorn.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha yang memegang kendali pemerintahan militer sejak menggulingkan pemerintah terpilih tahun 2014 mendesak agar berwaspada atas keamanan. Thailand mengalami kerusuhan politik dalam sepuluh tahun terakhir serta sejumlah serangan bom di kawasan selatan yang dituding dilakukan oleh kelompok separatis Muslim. Raja Bhumibol menetapkan "pendekatan lunak" dalam menghadapi kelompok militan yang memulai pemberontakan di selatan pada 2004.
Perhatian Raja Bhumibol pada masyarakat Muslim

Image copyright Fatoni University Image caption Selain dekat dengan pihak universitas, Putra Mahkota Vajiralongkorn juga dekat dengan majelis Islam, kata Ahmad Umar.

Walaupun secara resmi berada di luar politik, Raja Bhumibol turun tangan saat negara itu mengalami ketegangan politik karena banyaknya kudeta. Selama ia bertahta, Raja Bhumibol mengalami 19 kudeta yang terjadi di negaranya. "Secara formal sebagai simbol...namun raja punya pengaruh dalam menentukan arah politik di Thailand," kata Ahmad.
Ahmad Umar, yang juga mengajar kajian politik di kampusnya, mengatakan harapannya atas pengganti Raja Bhumibol yang ia sebutkan "lebih positif" dan "boleh (bisa) memahami isu di selatan secara baik." Konflik di Thailand selatan masih terjadi dan belum dilakukan dialog lagi menyusul kudeta dua tahun lalu, tambahnya. Raja Bhumibol banyak dihormati oleh warga Thailand dan bagi sebagian ia dianggap seperti semi dewa.
"Bagi masyarakat Muslim di selatan, pandangan terhadap raja biasa saja dan perhatian (terhadap raja), juga biasa saja," kata Ahmad. Jenazah Raja Bhumibol akan dibawa dari Rumat Sakit Siriraj di Bangkok menuju Istana Agung untuk dimandikan. Besar kemungkinan ritual ini akan dilangsungkan hari Jumat (14/10). Raja akan disemayamkan selama 100 hari dan setelah itu akan digelar upacara kremasi. Sementara itu, Worawit Baru, mantan senator di Patani mengenang Raja Bhumibol yang menurutnya memberikan cukup perhatian pada kelompok minoritas di selatan. "Raja banyak berjasa, antara lain membantu tanah yang tak dapat digunakan dengan cara disuburkan ... memberi kursus bagi anak-anak muda sehingga mendapat pekerjaan ... memberikan sumbangan untuk sekolah-sekolah agama," kata Worawit. "Anak-anak muda dikirim ke Bangkok untuk mengikuti kursus (keterampilan) dan barang-barang yang dihasilkan....seperti kerajinan tangan dibeli oleh kerajaan," tambah Worawit.

Muslim Melayu di Thailand Selatan
Monday, 04 May 2015, 15:00 WIB

Selama ini banyak yang mengira Thailand adalah negara yang homogen dengan mayoritas penduduknya menganut agama Buddha. Sejatinya tidaklah demikian. Satu-satunya negara ASEAN yang tidak pernah mengalami penjajahan di zaman kolonial ini ternyata memiliki keragaman etnis dan agama. Selain pemeluk Buddha, tak sedikit warga Thailand yang memeluk agama lain, seperti Islam, Kristen, Konghucu, Hindu, Yahudi, Singh, dan Tao. Patut dicatat, saat ini Thailand menjadi rumah bagi sekitar 64 juta umat Islam. Pemeluk agama Islam di Thailand berasal dari etnis Persia, Cham (Muslim Kamboja), Bengali, India, Pakistan, serta etnis Melayu dari Sumatra, Kalimantan, dan Malaysia.

Berbeda dengan umat Islam lainnya di Thailand yang menyebar ke banyak tempat, tidak demikian halnya dengan Muslim beretnis Melayu. Mereka cenderung hidup berkelompok dan bermukim di provinsi-provinsi bagian selatan Thailand, yaitu Provinsi Pattani, Yala, Naratiwat, Songkhla, dan Provinsi Satun yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Mengapa Muslim Melayu memilih hidup berkelompok? Hal ini karena mereka sulit berintegrasi dengan budaya Thailand yang identik dengan agama Buddha. Hal ini pula yang kemudian mendorong didirikannya Kesultanan Muslim di Thailand Selatan pada abad ke-18. Tujuan didirikannya kesultanan ini adalah untuk menaungi dan melindungi masyarakat Muslim Melayu di Negeri Gajah Putih. 
Namun, Pemerintah Thailand langsung menudingnya sebagai kelompok separatis. Raja Thailand ingin menyatukan Muslim Melayu di bawah naungan Kerajaan Thailand. Namun, mereka menolak karena masyarakat Muslim Melayu saat itu ingin diintegrasikan dengan negara Melayu atau memerintah sendiri.  Berbagai upaya pun dilakukan Pemerintah Thailand untuk memberangus kesultanan ini. Akibatnya, pada abad ke-18 itu kerap terjadi bentrokan antara Kesultanan Muslim dengan Pemerintah Thailand. Operasi militer besar-besaran pernah dilakukan pada 1940 ketika Thailand dikuasai partai nasionalis yang dipimpin Pibul Songkhram. Kala itu rezim Songkhram memaksa orang Melayu menanggalkan identitas mereka sebagai Melayu dan Muslim, selanjutnya bersatu di bawah  pemerintahan Thailand. Tak hanya itu, Muslim Melayu juga dilarang mengenakan busana tradisional Melayu dengan ciri khasnya, seperti peci bagi kaum pria dan kerudung bagi wanita. Bahkan, mereka juga dilarang berbicara dengan bahasa Melayu.
Rezim Songkhram juga memaksa masyarakat Muslim Melayu untuk mengadopsi nama Thai. Akses mereka untuk belajar Agama Islam juga ditutup. Pemerintah juga menghapuskan pengadilan Islam untuk menangani urusan keluarga Muslim. Seluruh pelajar dan mahasiswa di Thailand pun meski bukan pemeluk agama Buddha diwajibkan memberi penghormatan kepada gambar Buddha di sekolah-sekolah umum. Bila ada yang menolak melaksanakan kebijakan ini, akan ditangkap dan dijatuhi hukuman, bahkan tak jarang berujung kepada penyiksaan.  Meskipun kemudian pemerintah melunak dengan mencabut segala aturan yang menyulitkan umat Islam, seperti dikatakan sejarawan Asia Tenggara asal Singapura Michael Vatikiotis, tetap saja hubungan Muslim Melayu dengan Bangkok tak pernah membaik.  Ketika Thailand dipimpin Perdana Menteri Thaksin Sinawatra, upaya berdamai dengan Muslim Melayu pun telah diupayakan tetapi tak pernah membuahkan hasil. Thaksin mencoba memfasilitasi pelajar dari wilayah selatan dalam bentuk beasiswa pendidikan. Namun, Muslim Melayu menampik hal itu. Mereka menganggap Thaksin sedang berinvestasi agar kelak keturunan mereka berutang budi kepada Pemerintah Thailand.
Di tengah upaya yang dilakukan Thaksin, Bangkok justru semakin mengembangkan prasangka dan stigma negatif kepada Muslim Melayu sebagai kelompok krimimal yang berlindung di balik agama. Stigma itulah yang dimanfaatkan tentara Thailand untuk menggelar operasi militer di wilayah selatan.  Di tengah ketertindasan ini, kalangan Muslim Melayu semakin gencar menuntut agar Pemerintah Thailand memberikan otonomi khusus sehingga mereka dapat memerintah dan membuat kebijakan untuk mengatur kehidupan mereka sendiri. Mereka yakin, dengan otonomi itu, Muslim Melayu dapat mengembangkan taraf hidup karena selama ini mereka merasa tidak memperoleh pengayoman dan perlakuan yang sama seperti penganut agama mayoritas di Thailand.  Menurut mereka, di negara yang heterogen ini, pemerintah sebagai pihak yang menaungi seluruh warga negara seharusnya mengembangkan budaya saling menghormati terhadap apa yang dianut dan dipercayai orang lain.

Mulai beruba
Belakangan, muncul upaya-upaya yang mencerahkan dari sejumlah kalangan pemuda dan mahasiswa Muslim Thailand. Mereka rupanya gusar dengan konflik berkepanjangan yang telah berlangsung ratusan tahun. Para mahasiswa yang aktif menggelar pertemuan untuk membahas masalah-masalah kebangsaan itu, mendesak kedua belah pihak untuk  segera merentangkan tali perdamaian. Dalam wawancara dengan Reuters, salah seorang dari mahasiswa itu mengatakan, mereka kerap melakukan pertemuan di sebuah universitas di wilayah, selatan yakni Provinsi Pattani.  Desakan para mahasiswa ini mendapat dukungan dari Wali Kota Yala Pongsak Yingcharoen. Pongsak yang berbicara atas nama warganya menegaskan, rakyat Thailand sangat tidak menyukai konflik yang berujung kepada aksi kekerasan. "Mereka (para mahasiswa) berharap, warga memahami supaya proses perdamaian ini segera terwujud," katanya, seperti dilansir onislam.net.
Sedangkan, sejumlah pengamat melihat adanya indikasi Pemerintah Thailand berniat mengakhiri ketegangan dengan Muslim Melayu. Meski selama ini mereka menganggap tabu untuk mengakui wilayah selatan sebagai daerah yang memiliki otonomi khusus, kini mulai ada perubahan. Pemerintah menyadari, upaya pemaksaan, diskriminasi dan penindasan yang dilakukan selama ini terbukti tidak membuahkan hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. "Kata otonomi menjadi kata yang tabu buat pemerintah, tapi sekarang mereka mau mendiskusikannya secara terbuka," kata pengamat dari Asia Foundation, Thomas Park.  c08 ed: Wachidah Handasah
Sumber: REPUBLIKA ONLINE
Sejarah Perkembangan Islam di Thailand
KOTA ISLAM, at 10:52 PM


Sejarah Masuknya Islam di Thailand

Islam tidak serta merta ada di negeri Siam (sekarang Thailand). Meskipun Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, akan tetapi Islam merupakan agama minoritas di daratan utama asia tenggara yang telah huni oleh Hindu dan Budha jauh sebelum Islam datang ke daerah tersebut sekitar abad ke-9, Hal ini sedikit bertentangan dengan apa yang dikemukakan Azyumardi Azra dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Asia Tenggara, bahwa Islam masuk di Thailand diperkirakan pada Abad ke-10 atau ke-11, di kawasan Thailand selatan atau tepatnya di daerah Pattani.
Islampun masuk ke daerah kerajaan Pattani melalui pedagang-pedagang muslim dari Arab dan India, karena daerah Pattani merupakan daerah yang maju dan strategis untuk disinggahi. yang mana mereka disebut sebagai khek Islam atau orang muslim sebelum kerajaan Siam (Thailand) dibentuk. Karena pada awalnya, Pattani merupakan daerah yang terpisah dari Siam (saat ini Thailand), Muslims have been in Thailand since before the formation of the Thai kingdoms in the ninth century.
Pada mulanya, Pattani sendiri merupakan kerajaan yang terletak di sebelah selatan Thailand dengan mayoritas penduduk melayu yang dipimpin oleh penguasa muslim yang bernama Sulaiman. dan Siam pada waktu itu berusaha untuk menguasai Pattani dengan mengirimkan pasukannya berkali kali akan tetapi selalu gagal. Hingga pada pemerintahan Sultan Muzhaffar, Pattani menuju zaman keemasannya, sehinnga menarik ketamakan Siam untuk kembali meguasaii Pattani dan akhirnya dapat menguasainya setelah perang bertahun tahun.

Dari sinilah permulaan pemberontakan kaum muslim Pattani untuk melepaskan diri dari Thailand yang telah menguasainya. Pasalnya, Siam bersikap keras dan menekan kaum minoritas muslim dengan menyuruh mengganti nama nama mereka dengan nama Thailand serta mengambi adat istiadatnya
.

Perkembangan Islam di Thailand

Thailand biasa disebut juga Muangthai, atau Muangthai Risabdah, atau Siam, atau negeri gajah putih, terletak di sebelah utara Malaysia, dan sering dilukiskan  sebagai bunga yang mekar diatas sebuah tangkai. Thailand berarti negeri yang merdeka, karena memang merupakan satu-satunya negeri di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh kekuasaan barat atau Negara lain. Di Thailand, negeri yang mayoritasnya beragama Budha, terdapat lebih dari 10% penduduk muslim dari seluruh populasi penduduk Thailand yang berjumlah kurang lebih 67 juta orang. Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani.
Dengan jumlah umat yang menjadi minoritas ini, walau menjadi agama kedua terbesar setelah Budha, umat Islam Thailand sering mendapat serangan dari umat Budha (umat Budha garis keras), intimidasi, bahkan pembunuhan masal. Islam berada di daerah yang sekarang menjadi bagian Thailand Selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari jazirah Arab. Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang menggambarkan bangsa Arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand. Dan juga keberhasilan bangsa Arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti bahwa Islam sudah ada lebih dulu sebelum Kerajaan Thai.Dan lebih dari itu, penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merupakan suatu kesatuan dakwah Islam dari Arab, di masa khilafah Umar Bin Khaththab. Entah daerah mana yang lebih dahulu didatangi oleh utusan dakwah dari Arab, akan tetapi secara historis, Islam sudah menyebar di beberapa kawasan Asia Tenggara sejak lama, di Malakka, Aceh (Nusantara), serta Malayan Peninsula termasuk daerah melayu yang berada di daerah Siam (Thailand). Secara garis besar, masyarakat muslim Thailand  dibedakan menjadi 2; masyarakat muslim imigran (pendatang) yang berlokasi di kota Bangkok dan Chiang Mai ( Thailand tengah dan utara), dan masyarakat muslim penduduk asli, yang berada di Pattani (Thailand selatan). Tetapi dalam tatanan sosial, muslim Thailand mendapat julukan yang kurang enak, yaitu khaek (pendatang, orang luar, tamu). Istilah ini juga digunakan untuk menyebut tamu-tamu asing atau imigran lain.


 Budha adalah agama terbesar di Thailand dan resmi menjadi agama kerajaan. Kehidupan Budha telah mewarnai hampir seluruh sisi kehidupan di Thailand, dalam pemerintahan (kerajaan), sistem dan kurikulum pendidikan, hukum, dan lain sebagainya. Namundapat agama-agama lain, diantaranya adalah Islam, Kristen, Konghucu,  Hindu dan Singh.
Dan Islam sendiri, setelah meng-alami konflik yang berkepanjangan, akhirnya Islam di Thailand menemui titik kemajuan. Pemerintah memahami betul bahwa upaya untuk menciptakan perdamaian dengan kekuatan militer tidak membuahkan hasil, bahkan memperparah keadaan dan melahirkan perlawanan. Sehingga akhirnya pemerintah, dalam hal ini kerajaan, memberi kesempatan bagi warga muslim untuk beribadah dan menganut kepercayaan masing-masing. Bahkan, Raja Thailand juga menghadiri perayaan acara dan hari-hari penting dalam Islam. Pemerintah juga memperbolehkan warga muslim Thailand untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan Islam disana. Proses pendidikan Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal itu bisa kita lihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga Islam.
Seperti pengajian bapak-bapak dan ibi-ibu, TPA/TKA dan kajian mingguan mahasiswa adalah beberapa kegiatan rutin yang diadakan mingguan. Masyarakat dan Pelajar Muslim Indonesia juga mengadakan silaturrahim bulanan dalam forum pengajian Ngaji- khun, yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Thailand. Kabar baiknya, pemerintah membantu penerjemahan Al Quran ke dalam bahasa Thai, juga membolehkan warga muslim mendirikan masjid dan sekolah muslim. Kurang lebih tercatat lebih dari 2000 masjid , dan 200 sekolah muslim di Thailand. Umat islam di Thailand bebas mengadakan pendidikan dan acara-acara keagamaan. Tidak hanya itu saja. Program pengembangan pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai level yang lebih dari sekedar nasional dan regional. Umat muslim Thailand bekerjasama dengan beberapa lembaga pendidik- an negara lain, baik yang nasional maupun internasional untuk mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. Mereka me-ngirimkan kader-kadernya ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar Mesir dan Madinah. Dan juga beberapa universitas tanah air, seperti UII, UIN, Universitas Muhammadiyah dan lainnya. Termasuk juga mengirimkan putra-putra Thailand ke berbagai pesantren di Indonesia, termasuk Gontor. Pusat dakwah Islam terbesar di Bangkok terletak di Islamic Center Ramkamhaeng. Hampir semua aktifitas keislaman mulai dari pengajian, layanan pernikahan, serta makanan halal dapat ditemukan. Salah satu orang yang berjasa di bidang sertifikasi makanan halal adalah Winai Dahlan (cucu dari KH Ahmad Dahlan), yang sudah puluh-an tahun tinggal dan menjadi warga Thailand, yang menjabat sebagai direktur dari Halal Science Center di Universitas Chulalongkorn, yang giat melakukan promosi mengenai makanan halal ke seluruh dunia

referensi :
-http://blackfiles.mywapblog.com/sejarah-islam-di-thailand.xhtml
-http://alhusnakuwait.blogspot.com/2012/11/perkembangan-islam-di-thailand.html

SEJARAH AGAMA ISLAM DI THAILAND
OLEH :
Ø  Ali Umar, Agung Setiawan, Farid
JurusanTeknik InformatikaFakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau 2014


2.1 Sejarah Masuknya Islam Di Thailand
Diperkirakan para penyebar Agama Islam yang paling banyak datang ke Nusantara diperkirakan sekitar tahun 1400 masehi atau secara berturut datang setelah itu hingga keabad 15 dan 16, diduga bahwa penyebar-penyebar tersebut adalah keturunan bani Abbasyiah. Adapun pendapat lain mengatakan bahwa Islam diperkirakan datang ke negara Thailand sekitar pada abad ke 10 atau 11 melalui jalur perdagangan. Yang mana penyebaran Islam ini dilakukan oleh para guru sufi dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan pesisir India.
Adapun pendapat lain ada yang mengatakan Islam masum ke Thailand melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh, salah satu bukti yang menguatkan pendapat ini adalah ditemukannya sebuah batu nisan yang bertuliskan Arab di dekat Kampung Teluk Cik Munah, Pekan Pahang yang bertepatan pada tahun 1028 M.
Sedangkan menurut pemakalah sendiri, Islam berada di daerah yang sekarang menjadi bagian Thailand Selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari jazirah Arab. Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang menggambarkan bangsa Arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand. Dan juga keberhasilan bangsa Arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti bahwa Islam sudah ada lebih dulu sebelum Kerajaan Thai.
Dan lebih dari itu, penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merupakan suatu kesatuan dakwah Islam dari Arab, masa khilafah Umar Bin Khatab” (teori arab). Entah daerah mana yang lebih dahulu didatangi oleh utusan dakwah dari Arab. Dahulu, ketika Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan oleh kerajaan Siam (Thailand), banyak orang-orang Islam yang ditawan, yang mana ketika itu Raja Zainal Abidin lah salah satu tawanan kerajaan Siam yang kemudian di bawa ke Thailand. Para tawanan itu akan dibebaskan apabila telah membayar uang tebusan. Kemudian para tawanan yang telah bebas itu ada yang kembali ke Indonesia dan ada pula yang menetap di Thailand dan menyebarkan agama Islam di wilayah Thailand Selatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Pada tahap pertama Islam diwarnai da’wah nya dengan Tasawuf setidaknya sampai pada abad ke-17. Hal ini karena dirasa paling cocok dengan latar belakang masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh asketisme (ajaran-ajaran yang mengendalikan latihan rohani dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa sehingga tercapai kebijakan-kebijakan rohani) Hindu-Budha dan sinkretisme (proses perpaduan antara faham-faham atau aliran-aliran agama atau kepercayaan) kepercayaan local dan tarekat cenderung lebih toleran dengan tradisi semacam itu. 
Sehingga ditemukan bahwa terdapat nama-nama ulama sufi terkenal sebagai penyebar Islam, diantaranya adalah Syiekh Syafiuddin Ahmad Ad Dajjani Al-Qusyasyi, beliau adalah seorang keturunan Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad s.a.w). diceritakan juga bahwa ada dua orang yang sezaman/bersahabat karib yang sama-sama menjalankan aktivitas dakwah Syeikh Syafiuddin di Pattani. Banyak yang menduga bahwa baliaulah yang pertama mengislamkan Pattani, barangkali anggapan ini adalah satu kekeliruan karena Pattani memeluk Islam jauh lebih awal dari kedatangan beliau ke Pattani, bahkan Pattani dianggap tampat yang telah lama menerima Islam tak ubahnya seperti di Aceh juga.

2.2 Kondisi Politik Islam Di Thailand
Pada tahun 2004 bertepatan pada bulan April, pada masa kepemimpinan Thaksin Shinawarta, insiden berdarah telah terjadi sehingga mengakibatkan 30 pemuda muslim tewas di masjid Kru Se. peristiwa keji terjadi yang kedua kalinya pada bulan oktober 2004 yang mengakibatkan 175 tahanan pejuang Muslim Takbai meninggal dunia, akibat dijejalkan militer Thailand dalam sebuah truk dengan kondisi tangan di belakang. Pada perkembangan Muslim Pattani antara 2004 hingga Mei 2007.
Periode ini sangat mendesak tidak hanya karena banyak-nya korban dalam kurun waktu itu, setidak nya 2000 korban meninggal. Sehingga di penghujung tahun 2008, Thailand ingin memiliki Perdana Menteri baru yang diharapkan dapat membawa angin perubahan. Dengan rezim barunya harus berjuang keras mencari alternative dalam menangani masalah konflik Thailand Selatan.
Rupanya perdamaian Aceh (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi model upaya perdamaian dan rekonsiliasi di Thailand Selatan. Identitas lokal di Thailand Selatan lebih dekat dengan Kelantan dan Kedah, Malaysia. Masyarakat secara tradisional lebih memilih menggunakan bahasa Melayu dibandingkan bahasa Thai yang digalakkan oleh pemerintah pusat sebagai bahasa resmi negara. Keterpaksaan ini dirasakan masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan selama puluhan tahun.
Penggunakan bahasa Thai diwajibkan oleh pemerintah, baik itu di kantor kerajaan, pemerintah, sekolah dan media. Dan ternyata strategi pemerintah Thailand memang membuahkan hasil. Dalam waktu sekitar 50 tahun, banyak generasi muda Melayu Muslim lebih suka berbahasa Thai dibandingkan bahasa Melayu, baik di sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi mereka ’dipaksa’ keluarga untuk berbicara dalam bahasa Melayu ketika mereka berkumpul dilingkungan keluarga.
Pada saat ini pertumbuhan masjid di Thailand yang berkembang pesat; Bangkok 159 masjid, Krabi 144 masjid, Narathiwat 447 masjid, Pattani 544 masjid, Yala 308 masjid, Songkhla 204 masjid, Satun 147 masjid.Dan beberapa masjid di berbagai kota di thailand. Mayoritas penduduk Thailand adalah bangsa Siam, Tionghoa dan sebagian kecil bangsa Melayu. Jumlah kaum muslimin di Thailand memang tidak lebih dari 10% dari total 65 juta penduduk, namun Islam menjadi agama mayoritas kedua setelah Buddha. Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani.

2.3 Sistem Perekonomian Di Thailand
Sebelum krisis finansial ekonomi Thailand memiliki pertumbuhan ekonomi produksi yang bagus dengan rata-rata 9,4%. Tenaga kerja dan sumber daya yang lumayan banyak konservasi fisical kebijakan investasi orang asing terbuka dan mendorong suksesnya perekonomian pada tahun 1997. Sekitar 60% dari seluruh angkatan kerja Thailand dipekerjakan di bidang pertanian.
Beras adalah hasil bumi yang paling penting bagi Thailand adalah ekspor besar di pasar beras dunia. Thailand juga merupakan lumbung beras di kawasan Asia Tenggara. Hasil tambang yang utama adalah timah dan mangaan. Pariwisata merupakan sumber penghasilan devisa yang besar bagi Thailand.
Mata Uang                  : Bath
Hasil Pertanian            : Beras, karet, jagung, tapioka, gula, rami, kelapa
Hasil Tambang            : Antimonium, timah, besi, mangaan
Hasil Industri              : Elektronik, berlian, pakaian, dan tekstil.
                        Ekspor utama : Tekstil,computer dan komponennya,integrated circuit,berlian, pakaian
Impor Utama               : Mesin industri, baja, alat-alat listrik, suku Cadang Kendaraan.
              Saat ini pemerintah Thailand tergiur dengan industry keuangan Syariah, menurut SBPAC pertumbuhan perekonomian syariah di negara tersebut baru berkembang tiga hingga empat tahun terakhir. Hingga kini, lembaga perekonomian Islam, seperti lembaga mikro syariah dan perbankan syariah masih amat minim di Thailand. Bahkan, di Bangkok, hanya ada satu bank syariah dengan beberapa cabang yang masih terkonsentrasi di beberapa daerah mayoritas muslim seperti Pattani dan Jala.

2.4 Hukum Islam Di Thailand
Secara kronologis, Pelaksanaan Hukum Islam di Asia Tenggara dapat dilihat pada periode pra kolonialisasi, periode kolonialisasi, dan periode pasca kolonialisasi. Di masing - masing periode ini terdapat dinamika yang berbeda sebagai konsekuensi dari wujud sosio -politik masyarakat. Klasifikasi ini diperlukan terutama pada masa kolonialisasi dan pasca kolonialisasi,mengingat perbedaan sikap dan kebijakan masin-masing kolonial dan pemerintah di masing-masing negara di asia Tenggara terhadap pelaksanaan Hukum Islam.
1.Pra-kolonialisasi
Sebelum kolonial Eropa ( Asia Tenggara adalah negara jajahan eropa ) mengukuhkan kekuasaannya di Dunia Melayu, hukum islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah ada didalam masyarakat, tumbuh dan berkembang di kesultanan-kesultanan Melayu disamping kebiasaan atau adat masyarakat. Bahkan pelaksanaan hukum Islam terlihat meliputi aspek yang lebih luas, tidak saja hanya menyangkut perkara-perkara pribadi seperti nikah, talak, rujuk, waris, hadhanah, tetapi juga mencakup hukum pidana termasuk hukum hudud.
2.Masa Kolonialisasi
Dibawah jajahan negara-negara eropa,pelaksanaan hukum Islam di Asia Tenggara tidak mengalami perkembangan berarti, sebaliknya malah banyak mengalami pengebirian. Melalui berbagai kebijaksanaan, kolonial berhasil mereduksi dan membatasi pelaksanaan hukum islam. Bila sebelumnya pelaksanaan hukum islam mencakup masalah perdata dan pidana, sekarang menjadi terbatas hanya pada perkara - perkara yang berhubungan kekeluargaan.
Hal yang sama juga terjadi pada minoritas Muslim di Thailand. Meski mereka tidak pernah di jajah oleh bangsa Barat, tetapi keberhasilan invansi Thai Budhis pada tahun 1786, perlahan namun pasti, telah mengambil alih seluruh kekuasaan muslim. Kekuatan dan keunggulan kekuasaan Thai Budha atas Pattani Islam semakin terbukti ketika agama Budha berhasil menempel pada institusi politik Thai modern, yang kemudian juga berhasil menempel pada ideologi negara Thailand.
Dibawah kekuasaan kerajaan Thai modern dengan mengatas namakan nasionalisme, banyak kebijakan integrasi dan asimilasi yang dipaksakan oleh pemerintah. Kebijakan itu merupakan kenyataan bahwa mereka harus beradaptasi dengan nilai-nilai dan norma agama Budha. Akhirnya, pelan namun pasti. Muslim Thailand mengalami banyak hambatan untuk mengamalkan ajaran agama mereka termasuk hukum islam. Dengan demikian, pelaksanaan hukum Islam yang dulu didasarkan pada hukum kanun malaka versi petani, juga mengalami pengebirian. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat kenyataan dewasa ini, sebagaimana diuraikan di bawah ini, dalam pelaksanaan hukum keluarga pun masih terdapat persoalan - persoalan.
3.Pasca - kolonialisasi    
Setelah meraih kemerdekaan, umat islam di Negara - negara Asia Tenggara kembali berupaya setahap demi setahap untuk melaksanakan hukum Islam selain bidang ibadah, seperti masalah kekeluargaan (seperti perkawinan, perceraian, rujuk dan warisan), juga dalam hal - hal yang berkaitan dengan mu’amalah. Namun, semua itu tentu melalui upaya keras dan proses yang cukup panjang. Hal ini misalnya dapat dilihat pada perkembangan pelaksanaan hukum Islam di Indonesia.
Di Negara - negara yang minoritas penduduk nya beragama Islam, seperti Singapura, Thailand dan Filipina, pengadilan agama hanya menangani perkara - perkara hukum kekeluargaan. Bahkan di negara ini belum semuanya terdapat lembaga peradilan agama. Di Thailand misalnya, belum ada pengadilan agama. Wewenang untuk mengadili  urusan yang berkaitan dengan keluarga dan warisan diserahkan kepada hakim agama yang disebut  Dato Yutitham. Inipun hanya berlaku di empat propinsi  daerah Muslim di Thailand Selatan, yaitu Pattani, Yala, Naratiwat, dan Satun. Dato Yuttitam di pilih oleh imam - imam masjid dan langsung dikontrol oleh pengadilan umum setempat. Seluruh keputusan yang dikeluarkan tentunya mempunyai kekuatan hukum, meski terbatas di propinsi tersebut.
Hukum Islam (mengenai keluarga dan warisan) hanya berlaku di empat provinsi bagian selatan. Bagi muslim di propinsi lain, karena syari’ah tidak diakui secara hukum, satu - satunya jalan adalah melalui lembaga negara bila ingin di akui secara sah.
Belum adannya perangkat kodifikasi syariah yang dapat di terima secara umum, sebenarnya sejak tahun 1940-an telah diterapkan kodifikasi syari’ah yang sistematis mengenai keluarga dan warisan. Kodifikasi ini tercakup dalam Undang-Undang Sipil Thailand. Seluruh sistemnya berkaitan langsung dengan fiqih syafi’ih, karena mayoritas Muslim Thailand menganut Mazhab ini. Dengan demikian, pertentangan antara Muslim yang berbeda Mazhab tidak dapat di selesaikan oleh sistem peradilan yang ada. Selain itu pihak yang berurusan terutama akan menghadapi persoalan dalam memilih otoritas keagamaan dan prosedur yang dapat diterima oleh semuanya. Kontroversi ini kadang-kadang dapat memperburuk pertentangan yang terjadi dalam masyarakat Islam bahkan dalam suatu keluarga.
Keterbatasan ikatan hukum bagi hukum islam karena keterbatasan subjek materinya. Misalnya ; Secara hukum adalah sah perkawinan atau perceraian yang dilaksanakan oleh Dato yuttitam atau imam. Namun, karena hukum negara tidak membenarkan poligami, maka perkawinannya dengan wanita berikutnya, istri-istri dan anak cucunya tidak diakui secara resmi. Semua hal selain dengan istri pertama dianggap tidak sah. Konsekuensinya, bagi mereka yang menganut poligami, istri berikut serta keturunan tidak mendapatkan hak secara hukum, seperti biaya pendidikan dan kesehatan yang diperoleh oleh sang suami. 

2.5 Sosial Budaya Yang Ada Di Thailand
Kerajaan Thailand (Muang Thai) adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan Kampuchea di Timur, Malaysia dan Teluk Siam di Selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di Barat. Secara astronomis, negara ini terletak antara 6°LU - 20°LU dan 98°BT - 116°BT. Thailand dulu dikenal dengan nama Siam, sampai saat ini nama Siam masih digunakan di kalangan orang Thai, terutama kaum minoritas Tionghoa. Thailand juga sering disebut Negeri Gajah Putih, karena gajah putih merupakan binatang yang dianggap keramat oleh penduduk.
Negara Thailand memiliki penduduk yang berasal dari multietnis yaitu bangsa 75% (Thai), 11% (China) etnis Tionghoa yang memegang peranan besar dalam bidang ekonomi, 3,5% (Melayu)dibagian selatan, dan sedikit Mon, Khamer, Puan dan Kharen. Masing-masing mempunyai tradisi dan kebudayaan serta beragam bahasa yang masih dijunjung tinggi. Selain itu, Thailand juga memiliki bangunan-bangunan bersejarah yang terawat baik. Diantaranya adalah berupa candi-candi Buddha.
Sekitar 95% penduduk Thailand adalah pemeluk agama Buddha aliran Theravada. Namun, ada minoritas pemeluk agama Islam (4%) sisanya Kristen, dan Hindu. Bahasa Thailand merupakan bahasa nasional yang ditulis menggunakan aksaranya sendiri, tetapi ada juga bahasa daerah lainnya. Bahasa Inggris juga diajarkan secara luas di sekolah. Masyarakat Thailand sangat toleran terhadap berbagai budaya bangsa sepanjang tidak menyinggung kehidupan kerajaan dan Buddha.

Tuntunan Berperilaku
Orang Thailand sangat menekankan perilaku sopan santun. Beberapa hal yang perlu diketahui berkenaan dengan adat dan kepercayaannya.
1.   Ketika memasuki rumah atau kuil, lepaskanlah alas kaki anda. Jangan menampakkan tapak kaki anda untuk menunjukkan sesuatu.
2.   Raja dan keluarga kerajaan harus dihormati dan rasa hormat harus diberikan kepada mereka. Jangan menempatkan kaki anda kesemua benda yang mengarah ke gambaran Raja.
3.   Ketika mengunjungi kuil, gunakan pakaian yang pantas. Memakai hanya kaos dalam dan celana pendek sangatlah tidak diterima. Menyentuh biksu ataupun bajunya adalah sesuatu yang sangat tabu.
4.   “Wai” atau salam Thai memiliki arti yang sangat beragam. Pengunjung disarankan untuk membalasnya dan lebih baik berinisiatif memberikan salam. Kurang layak memberikan “Wai” kepada pembantu atau anak-anak meski hal itu wajar dilakukan.
Memasuki Tempat Suci
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah berusaha untuk tidak menyinggung perasaaan keagamaan terutama ketika berada ditempat-tempat suci. Tidak hanya terhadap agama Buddha tetapi juga kepada kepercayaan lain. Beberapa cara untuk menghindari kesalahan adalah;
1.   Berpakaianlah dengan sopan dan rapi.
2.   Jangan mengenakan alas kaki ketika memasuki kuil.
3.   Biksu (Pria) dilarang disentuh atau menyentuh wanita.
4.   Semua hal berhubungan dengan buddha adalah sesuatu yang suci. Jangan menunjukkan hal hal yang merendahkan kepadanya.
5.   Bila berada didalam masjid, pria disarankan menggunakan kopiah (tutup kepala) dan  bagi wanita menggunakan jilbab (kerudung) dan pakaian yang menutup aurat. Lepaskanlah alas kaki sebelum masukMasjid. (LMP)
Islam sebagai agama minoritas banyak mendapat tekanan dari pemerintah dan masyarakat secara mayoritas beragama Buddha. Masyarakat muslim di Thailand bukanlah masyarakat yang homogen dan menggunakan istilah Thai-Islam atau Thai-Muslim. Orang melayu merupakan mayoritas etnis dikalangan masyarakat muslim, dan etnis lainnya yang beragama Islam adalah haw, jawa, sam-sam, bawean, pathan, punjab, tamil, bengali, slam dan lainnya. Secara politis kaum muslim melayu adalah kelompok yang kuat, karena mereka hidup di daerah yang berdekatan dengan malaysia dan tetap memiliki budaya melayu. Kelompok muslim non-melayu berasimilasi dengan masyarakat Thai secara linguistik dan bisa dibedakan secara tajam dari masyarakat Thai lainnya, kecuali tentu saja dibidang pelaksanaan praktik keagamaan.

2.5  Pendidikan Islam Yang Ada Di Thailand
Setelah mengalamai konflik yang berkepanjangan, akhirnya Islam di Thailand menemui titik kemajuan. Pastinya hal ini atas perjuangan panjang masyarakat muslim Thailand. Yang akhirnya pemerintah memperbolehkan warga muslim Thailand untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan Islam. Tercatat 200 lembaga pendidikan Islam dan 2000 masjid berdiri di Thailand. Bahkan beberapa dari 200 lembaga pendidikan itu menggunakan sistem pesantren yang sama persis di Indonesia. Itu artinya sistem pendidikan yang dipakai sama seperti di negri berpenduduk  Islam lainya, seperti Indonesia dan Malaysia.
Sistem pendidikan Islam di Thailand ternyata tidak dilakukan di sekolah-sekolah dan pesantren saja. Proses pendidikan Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal itu bisa kita lihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga Islam. Seperti pengajian bapak-bapak dan ibi-ibu, TPA/TKA dan kajian mingguan mahasiswa adalah beberapa kegiatan rutin yang diadakan mingguan. Masyarakat dan Pelajar Muslim Indonesia juga mengadakan silaturrahim bulanan dalam forum pengajian Ngajikhun.  Acara ini dilaksanakan di berbagai wilayah di Thailand.
Tidak hanya itu saja. Program pengembangan pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai level yang lebih dari sekedar nasional dan regional. Umat muslim Thailand bekerjasama dengan beberapa lembaga pendidikan Negara lain, baik yang nasional maupun internasional untuk mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. Mereka mengirimkan kader-kadernya ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar Mesir, Madinah. Dan juga beberapa universitas tanah air, seperti UII, UIN, dan lainnya. Termasuk juga mengirimkan putra-putra Thailand ke berbagai pesantren di Indonesia, termasuk Gontor.
Pusat dakwah Islam terbesar di Bangkok terletak di Islamic Center Ramkamhaeng. Hampir semua aktifitas keislaman mulai dari pengajian, layanan pernikahan, serta makanan halal dapat ditemukan. Salah satu orang yang berjasa di bidang sertifikasi makanan halal adalah Winai Dahlan (cucu dari KH Ahmad Dahlan), yang sudah puluh-an tahun tinggal dan menjadi warga Thailand, yang menjabat sebagai direktur dari Halal Science Center di Universitas Chulalongkorn, yang giat melakukan promosi mengenai makanan halal ke seluruh dunia
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Thailand :
a.       Pondok dan Madrasah
Ada catatan bahwa Wan Husein Senawi seorang ulama berasal dari Kampung Sena Patani sepupu sunan Ampel mendapat inspirasi untuk mendirikan lembaga pendidikan pondok di patani setelah beliau belajar di Tanah Jawa di bawah asuhan Sunan Ampel. Pondok adalah lembaga pendidikan tertua di Patani dan diantara pondok-pondok tertua itu adalah Pondok Dala, Bermin, Semela, Dual, Kota, Gersih, Telok Manok, yang mempunyai pengaruh besar bagi pertumbuhan pendidikan Islam di daerah ini, oleh karena pondok-pondok ini banyak didatangi oleh pelajar. Pelajar di luar Patani, Karena itu pondok-pondok ini banyak sekali pengaruhnya bagi pembangunan bahasa Melayu, pengaruhnya juga sampai ke Burma dan Kamboja.
b.      Dengan System yang masih klasikal. Mempunyai kurikulum, silabus yang telah ditetapkan pokok-pokok bahasan serta jadwal pelajaran. Diajar oleh tenaga pengajar yang memiliki spesialisasi dalam bidang mata pelajaran yang diajarkan di madrasah tersebut. Diajarkan dua jenis ilmu pengetahuan, pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Disamping tenaga pengajar, memerlukan juga tenaga administrasi, bahagia akademik dan keuangan. System manajemen tidak lagi terkonsentrasi pada satu orang / tok guru telah berubah adanya pebagian tanggung jawab (sharing patner) antara pimpinan madrasah. Oleh karena di madrasah mata pelajaran yang diajar bervariasi, maka madrasah memerlukan fasilitas pendidikan dan pengajarna seperti laboratorium bahasa, labor computer, labor sains dan sarana olah raga.

DAFTAR PUSTAKA

2 comments :