Islam di Thailand
Kehidupan
Islam di Negeri Gajah Putih
By Yuliana
Purnama 23 April 2011
Alhamdulillaah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah
wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in
Seperti telah kita ketahui bersama, Thailand adalah
negara yang sering dikenal sebaga negeri gajah putih. Negara ini juga terkenal sebagai
tujuan wisata para turis dari seluruh dunia. Bidang pertanian juga merupakan
salah satu andalan dari negeri ini. Hampir seluruh hasil pertanian dan
perkebunan yang berasal dari Thailand merupakan produk unggulan.
Secara umum, penduduk Thailand beragama Budha. Menurut
sensus penduduk pada tahun 2000, mayoritas warga Negara Thailand beragama Budha
(94,6%), kemudian Islam (4,6%), dan sisanya adalah Kristen dan Katolik [1].
Namun saat ini angka pemeluk agama Islam dipercaya melebihi angka 10%, atau sekitar
7,4 juta dari 67 juta jiwa penduduk Thailand . Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan pemeluk agama Islam di negeri ini terus meningkat.
Gambaran Umum Kehidupan Islam
Sebagian besar muslim di negeri ini tinggal di
Thailand bagian selatan, yang banyak berada di propinsi Yala, Narattiwat, dan
Pattani. Secara budaya dan penampakan fisik, mereka lebih dekat kepada
masyarakat Melayu. Jika kita melihat sejarah yang telah berlalu,
wilayah-wilayah tersebut tadinya bukan merupakan bagian dari Thailand. Namun
sejak tahun 1808, Thailand menjajah wilayah tersebut dan menjadikannya sebagai
wilayah kekuasaannya. Tentu saja banyak pertentangan yang terjadi karena Thailand
merupakan negeri Budha yang menganggap raja sebagai keturunan dewa. Sehingga
banyak ritual syirik yang bertentangan dengan Islam itu sendiri. Pemberontakan
pun pernah terjadi, dan hingga saat ini pun masih ada pertentangan-pertentangan
yang terjadi karena perbedaan prinsip tersebut.
Walaupun mayoritas muslim ada di bagian selatan
Thailand, namun bukan berarti di bagian lain Thailand tidak ada muslim. Katakanlah
Bangkok, ibukota Thailand. Di Bangkok, kita dengan mudah dapat menemui masjid.
Walaupun mayoritas muslim di Bangkok adalah pendatang dari bagian selatan
Thailand (secara fisik dapat dikenali dengan mudah, karena berdarah melayu),
namun cukup banyak juga muslim yang berdarah Thailand asli (biasanya berkulit
putih). Hal ini menunjukkan dakwah Islam berjalan dengan baik di Bangkok.
Apabila kita mendatangi masjid-masjid di Thailand,
kita akan menyadari bahwa banyak kemiripan kehidupan muslim di Thailand dan
Indonesia. Mayoritas muslim di Thailand adalah sunni bermazhab Syafi’i. Dan
secara umum, mereka mirip sekali dengan kaum Nahdliyin yang ada di negeri kita.
Dengan mudah kita temui acara dzikir berjama’ah , nasyid, dan berbagai macam
shalawat. Setiap masjid pun biasanya memiliki kyai yang diagungkan di situ.
Namun Alhamdulillah, dari kalangan pemuda
(kebanyakan mahasiswa) banyak yang rajin menuntut ilmu di manhaj salaf yang
mulia ini. Mereka cukup rajin mengadakan kajian-kajian ilmiah di masjid
walaupun terkadang bertentangan dengan pengurus masjid itu sendiri. Meskipun
mereka berhadapan dengan terbatasnya pustaka yang dapat mereka akses (karena
tidak semua bisa berbahasa Arab), namun mereka sangat bersemangat untuk
menegakkan Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman para salafus shalih.
Mereka pun menampakkan ke-Islam-an mereka dengan terang-terangan. Mereka
memelihara jenggot, tidak isbal, bahkan di kampus pun kita terkadang bisa
menemui saudari kita yang bercadar. Dan qadarullah, mereka pula-lah yang
menjadi salah satu penyebab penulis mendapatkan hidayah untuk istiqomah di
manhaj yang mulia ini.
Dukungan Kerajaan Thailand terhadap Islam
Meskipun Thailand merupakan negeri Budha, namun
kerajaan cukup mendukung kehidupan Islam para penduduknya. Tanggungjawab urusan
mengenai agama Islam di Thailand diemban oleh seorang mufti yang mendapat gelar
Syaikhul Islam (Chularajmontree). Mufti ini berada di bawah kementerian
dalam negeri dan juga kementerian pendidikan dan bertanggungjawab kepada raja.
Mufti bertugas untuk mengatur kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan muslim,
seperti penentuan awal dan akhir bulan hijriyah.
Mufti membawahi dewan propinsial Islam yang
beranggotakan 26 orang dari tiap propinsi. Dan dewan tersebut membawahi sekitar
3494 masjid yang ada di Thailand [2]. Pusat dari kegiatan tersebut berada di
Bangkok, yaitu Islamic Center yang terletak di daerah Ramkhamhaeng.
Selain itu, di setiap Universitas biasanya terdapat Muslim Student Club.
Biasanya kelompok tersebut mendapat tempat khusus yang juga dapat digunakan
untuk melaksanakan shalat.
Secara umum, masyarakat Thailand juga sangat toleran
terhadap muslim. Mereka cukup peduli dengan makanan yang dapat kita makan, dan
mereka juga sangat mudah memberi izin untuk melakukan shalat. Namun karena
Thailand merupakan Negara Budha, sehingga hari besar kaum muslimin (Idul Fitri
dan Idul Adha) tidak mereka liburkan. Hal ini terkadang menjadi kendala bagi
para pelajar atau pegawai yang ingin melaksanakan sholat Ied berjama’ah. Namun
biasanya tiap institusi memberikan keringanan untuk “membolos” pada waktu-waktu
tersebut.
Makanan
Banyak orang mengira bahwa mencari makanan halal di
Thailand merupakan perkara sulit. Namun kenyataannya, makanan halal merupakan
hal yang mudah didapatkan di mana saja. Katakanlah jika kita pergi ke kantin
kampus. Biasanya di tiap kompleks kantin ada satu kios makanan halal. Jika kita
pergi ke pasar, biasanya ada penjual daging halal yang disembelih secara
syar’i. Jika kita ingin makan di warung halal sekalipun, kita cukup mencari masjid
yang terdekat. Biasanya di dekat masjid ada perkampungan muslim dan juga
penjual makanan halal. Di mall-mall sekalipun biasanya kita dapat menemukan
rumah makan halal.
Namun salah satu hal yang membuat muslim di Thailand
merasa aman akan ketersediaan makanan halal adalah adanya badan sertifikasi
halal yang sangat kuat. Dengan mengakses www. Halal.or.th saja kita sudah dapat
menemukan list produk dan restoran halal yang ada di Thailand. Bahkan
produk-produk kemasan yang ada di supermarket pun sudah banyak yang
bersertifikat halal yang dikeluarkan oleh badan tersebut. Sehingga muslim di
Thailand dapat dengan leluasa memilih mana yang bisa dimakan dan tidak.
Salah satu orang yang berjasa di bidang sertifikasi
halal ini adalah Winai Dahlan, seorang associate professor di
Chulalongkorn University. Beliau merupakan cucu dari KHA Dahlan. Beliau saat
ini adalah direktur dari Halal Science Center di universitas tersebut. Beliau
sangat giat melakukan promosi mengenai makanan halal ke seluruh dunia. Bahkan
bisa dikatakan kemajuan mengenai makanan halal di Thailand sudah selangkah
lebih maju dibandingkan Indonesia karena promosi gencar yang mereka lakukan.
Menjadi seorang Muslim di Thailand
Paparan di atas menunjukkan berbagai macam gambaran
kehidupan muslim di Thailand. Namun secara umum, hidup menjadi seorang muslim
di Thailand penuh dengan perjuangan yang berat.
Seperti kita ketahui bahwa Thailand merupakan negeri
yang bebas. Mayoritas penduduknya menyukai kehidupan malam, pergaulan bebas,
dan minum minuman keras. Selain itu dentuman musik dapat kita temui di mana
saja. Para pemudi pun berpakaian sangat minim. Bagi seseorang yang sedang lemah
imannya, tentu saja serbuan kemaksiatan yang ada di lingkungan merupakan
tantangan yang berat.
Secara kepercayaan pun, kita dapat menemui praktik
syirik tersebar di mana-mana. Hampir di setiap rumah ada kuil kecil di mana
mereka meletakkan sesaji. Bahkan biasanya para pedagang pun meletakkan sesaji
itu di toko mereka. Pengagungan mereka pada kerajaan pun sudah melampaui batas.
Raja dianggap sebagai keturunan dewa sehingga mereka menjadikannya sesembahan.
Biksu pun mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Mereka akan memberikan
apapun jika bertemu biksu, hanya untuk mendapatkan berkat dari mereka. Tentu
saja praktik syirik yang bertebaran di seluruh bumi Thailand ini terus
bertentangan dengan hati kaum muslimin.
Karena itu, biasanya kaum muslimin di Thailand hidup
berkelompok supaya dapat saling menjaga. Di dekat masjid biasanya ada
perkampungan muslim. Selain itu, ada juga beberapa daerah di Bangkok yang
memiliki persentase penduduk muslim yang cukup besar. Mereka berusaha membuat
lingkungan yang baik supaya dapat hidup di luar gelimang kemaksiatan tadi.
Terkadang kelompok-kelompok yang hidup di beberapa
daerah tersebut berkumpul karena kesamaan suku. Ada daerah di Bangkok yang
bernama Kampung Jawa. Di daerah tersebut, penduduknya merupakan keturunan jawa
yang sudah turun temurun tinggal di sana. Di kampung tersebut terdapat Masjid
Jawa. Selain itu ada juga Masjid Indonesia. Ada cukup banyak warga keturunan
yang berasal dari banyak negara dan membentuk komunitas sendiri. Hal itu tidak
lain adalah upaya mereka untuk saling menjaga dari kehidupan budaya yang sangat
berbeda dengan nilai Islam. Biasanya mereka sudah lupa dengan bahasa dari
negeri mereka masing-masing. Seperti Winai Dahlan yang telah disebutkan
sebelumnya, juga tidak bisa berbicara Bahasa Indonesia sama sekali.
Alhamdulillah, demikianlah kehidupan Islam di Negeri Gajah Putih.
Barangkali kita tadinya tidak menyangka bahwa kita memiliki saudara-saudara
yang terus berjuang hidup sambil mempertahankan aqidahnya di negeri kafir ini.
Semoga hal ini membuat kita semua untuk senantiasa bersyukur dan juga semakin
bersemangat menuntut ilmu. Mereka dengan segala keterbatasan fasilitas yang
ada, masih terus berusaha mencari kebenaran dalam memahami dienul Islam ini.
Semoga Allah selalu menjaga saudara-saudara kita ini. Dan semoga Allah senantiasa
memberikan petunjuk kepada kita semua.
Penulis: Fikri Waskito (mahasiswa Chulalongkorn
University, Thailand)
Artikel www.muslim.or.id
Gaya hidup Islami di hotel
halal pertama di Bangkok
BBC
INDONESIA. 31 Agustus 2016
Image
copyright Reuters Image caption Selain menyediakan makanan halal, tidak ada
minuman beralkohol di Al Meroz.
Ibu kota Thailand, Bangkok, kini memiliki hotel halal
yang pertama untuk menarik minat wisatawan Muslim ke negara dengan mayoritas
penduduk umat Buddha tersebut.
Hotel berbintang empat, Al Meroz, dengan arsitektur
yang mengambil bentuk masjid memiliki dua ruang khusus untuk sembahyang dengan
tarif antara US$116 hingga US$1.445 per malam atau Rp1,5 juta hingga Rp19 juta. "Ada sekitar 1,6 miliar umat Muslim di
dunia. Itu pasar yang besar. Hanya 1% dari pasar itu sudah cukup bagi kami
untuk berkembang," jelas Manajer Umum Al Meroz, Sanya Saengboon, kepada
kantor berita Reuters.
Di situsnya, Al Meroz mengatakan dibangun khusus untuk
memberikan gaya hidup Islam kepada para tamunya, antara lain dengan makanan
halal dan tidak menyediakan minuman beralkohol.
Sekitar 30 juta wisatawan asing berkunjung ke Thailand tahun lalu namun
hanya sekitar 658.000 orang yang berasal dari kawasan Timur Tengah, seperti terungkap
dari data industri pariwisata Thailand. Bagaimanapun, menurut Departemen
Pariwisata Thailand, terdapat peningkatan kedatangan dari kawasan Timur Tengah
sebesar 10% pada tahun 2015 dibanding setahun sebelumnya. Walau mayoritas warga
Thailand beragama Buddha, wilayah selatan negara itu dihuni oleh umat Islam
dengan kelompok militan separatis yang ingin memperjuangkan kemerdekaan dari
Thailand.
Islam Mulai Berubah di Thailand
Red:
Damanhuri Zuhri
Yahoo
Muslim
Thailand di provinsi perbatasan selatan, Narathiwat.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Di masa lalu, banyak Muslim di Thailand yang
menjalankan ibadah sebagai bagian dari budaya. Mereka kurang memahami makna
dari ibadah yang mereka lakukan.
Namun, saat ini Muslim di Thailand mulai memahami Islam lebih dalam. Mereka secara sadar mempelajari ibadah dan mempraktikkannya. Sebelumnya, masih ada praktik keagamaan yang bercampur dengan budaya Hindu atau Buddha. Sekarang, praktik seperti ini telah hilang. Islam menyebar. Hal ini juga didorong adanya Muslim Thailand yang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Namun, saat ini Muslim di Thailand mulai memahami Islam lebih dalam. Mereka secara sadar mempelajari ibadah dan mempraktikkannya. Sebelumnya, masih ada praktik keagamaan yang bercampur dengan budaya Hindu atau Buddha. Sekarang, praktik seperti ini telah hilang. Islam menyebar. Hal ini juga didorong adanya Muslim Thailand yang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Ada sejumlah kecil guru asal Mesir yang mengajar di
Thailand. Dalam 50 tahun terakhir, Muslim Thailand lebih spiritual dan fleksibel
dalam menjalankan Islam. Masyarakat Thailand berpendapat, sangatlah penting
menuntut ilmu dalam hidup di dunia modern. Pendapat serupa juga berlaku dalam
hal agama. Banyak pemuda Muslim yang menuntut ilmu agama di luar negeri dan
mereka dihormati begitu pulang ke tanah airnya. Semua ini terjadi karena adanya
pengaruh budaya Barat terhadap warga Thailand. Budaya Barat bisa dilihat dari
cara berpakaian, menjamurnya restoran cepat saji, dan materialisme. Pengaruh
Barat mulai terasa setelah Perang Vietnam berakhir. Muslim di Thailand sangat
senang berkumpul dan saling mendukung. Mereka membentuk kelompok belajar bagi
anak-anak setelah sekolah yang dikenal dengan madrasah. Mereka percaya jika
kelompok ini kuat, begitu juga anak-anak di dalamnya. Beberapa keluarga lebih
religius dibanding yang lain, tapi banyak keluarga Muslim yang menginginkan
anaknya masuk sekolah Islam. Harapannya,
anak-anak akan memiliki identitas Muslim yang kuat. Muslim juga tidak segan
bergaul dan berteman dengan pemeluk agama Buddha. Mereka hidup bertetangga
dengan baik. Selama ratusan tahun, mereka hidup berdampingan. Bahkan, penganut
Buddha juga merayakan momen keagamaan, seperti Ramadhan. Anak-anak bermain
bersama dan semua orang merayakannya. Umat Buddha juga memahami Muslim tidak
mengonsumsi babi atau minum alkohol. Biasanya, mereka memberi makanan yang
halal.
Pendapat populer memercayai mayoritas Muslim berada di
tiga provinsi paling selatan Thailand, yakni Yala, Pattani, dan Narathiwat.
Tapi, hasil riset Kementerian Luar Negeri menunjukkan, hanya 18 persen Muslim
tinggal di tiga provinsi tersebut. Sisanya, menyebar di seluruh Thailand.
Konsentrasi Muslim terbesar berada di Ibu Kota Bangkok dan seluruh wilayah
selatan. Populasi yang berada di Provinsi Setun yang berbatasan dengan Malaysia
juga didominasi Muslim. Berdasarkan data Kantor Statistik Nasional, pada 2005
Muslim di Thailand selatan berjumlah 30,4 persen dari seluruh populasi di atas
usia 15 tahun. Sedangkan, kurang dari tiga persen menyebar di seluruh negeri. Populasi Muslim Thailand sangat beragam.
Mereka imigran yang berasal dari Cina, Pakistan, Kamboja, Bangladesh, Malaysia,
dan Indonesia. Ada juga yang merupakan warga Thailand asli. Sekitar dua pertiga
Muslim di Thailand berasal dari Malaysia. Pada 2007, Kantor Statistik Nasional
mengungkapkan, ada 3.494 masjid di Thailand. Masjid terbanyak berada di
Provinsi Pattani dengan 636 buah. Menurut Departemen Urusan Agama (RAD), 90
persen masjid adalah Sunni. Sisanya adalah Syiah.
Perkembangan Islam di Thailand
Thailand biasa disebut juga Muangthai, atau Muangthai
Risabdah, atau Siam, atau negeri gajah putih, terletak di sebelah utara
Malaysia, dan sering dilukiskan sebagai bunga yang mekar diatas sebuah
tangkai. Thailand berarti negeri yang merdeka, karena memang merupakan
satu-satunya negeri di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh kekuasaan
barat atau Negara lain. Di Thailand, negeri yang mayoritasnya beragama Budha,
terdapat lebih dari 10% penduduk muslim dari seluruh populasi penduduk Thailand
yang berjumlah kurang lebih 67 juta orang. Penduduk muslim Thailand sebagian
besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di propinsi Pha Nga,
Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari
Daulah Islamiyyah Pattani.
Dengan jumlah umat yang menjadi minoritas ini, walau
menjadi agama kedua terbesar setelah Budha, umat Islam Thailand sering mendapat
serangan dari umat Budha (umat Budha garis keras), intimidasi, bahkan
pembunuhan masal. Islam berada di daerah yang sekarang menjadi bagian Thailand
Selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari jazirah Arab. Hal ini bisa kita
lihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang menggambarkan bangsa Arab
di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand. Dan juga keberhasilan bangsa Arab dalam
mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti bahwa Islam sudah ada lebih
dulu sebelum Kerajaan Thai.
Dan lebih dari itu, penyebaran Islam di kawasan Asia
Tenggara merupakan suatu kesatuan dakwah Islam dari Arab, di masa khilafah Umar
Bin Khaththab. Entah daerah mana yang lebih dahulu didatangi oleh utusan dakwah
dari Arab, akan tetapi secara historis, Islam sudah menyebar di beberapa
kawasan Asia Tenggara sejak lama, di Malakka, Aceh (Nusantara), serta Malayan
Peninsula termasuk daerah melayu yang berada di daerah Siam (Thailand). Secara
garis besar, masyarakat muslim Thailand dibedakan menjadi 2; masyarakat
muslim imigran (pendatang) yang berlokasi di kota Bangkok dan Chiang Mai (
Thailand tengah dan utara), dan masyarakat muslim penduduk asli, yang berada di
Pattani (Thailand selatan). Tetapi dalam tatanan sosial, muslim Thailand
mendapat julukan yang kurang enak, yaitu khaek (pendatang, orang luar, tamu).
Istilah ini juga digunakan untuk menyebut tamu-tamu asing atau imigran lain. Budha
adalah agama terbesar di Thailand dan resmi menjadi agama kerajaan. Kehidupan
Budha telah mewarnai hampir seluruh sisi kehidupan di Thailand, dalam
pemerintahan (kerajaan), sistem dan kurikulum pendidikan, hukum, dan lain
sebagainya. Namundapat agama-agama lain, diantaranya adalah Islam, Kristen,
Konghucu, Hindu dan Singh.
Dan Islam sendiri, setelah meng-alami konflik
yang berkepanjangan, akhirnya Islam di Thailand menemui titik kemajuan.
Pemerintah memahami betul bahwa upaya untuk menciptakan perdamaian dengan
kekuatan militer tidak membuahkan hasil, bahkan memperparah keadaan dan
melahirkan perlawanan. Sehingga akhirnya pemerintah, dalam hal ini kerajaan,
memberi kesempatan bagi warga muslim untuk beribadah dan menganut kepercayaan
masing-masing. Bahkan, Raja Thailand juga menghadiri perayaan acara dan
hari-hari penting dalam Islam. Pemerintah juga memperbolehkan warga muslim
Thailand untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak
dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan Islam disana. Proses
pendidikan Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal itu
bisa kita lihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga
Islam.
Seperti pengajian bapak-bapak dan ibi-ibu, TPA/TKA dan
kajian mingguan mahasiswa adalah beberapa kegiatan rutin yang diadakan
mingguan. Masyarakat dan Pelajar Muslim Indonesia juga mengadakan silaturrahim
bulanan dalam forum pengajian Ngaji- khun, yang dilaksanakan di berbagai
wilayah di Thailand. Kabar baiknya, pemerintah membantu penerjemahan Al Quran
ke dalam bahasa Thai, juga membolehkan warga muslim mendirikan masjid dan
sekolah muslim. Kurang lebih tercatat lebih dari 2000 masjid , dan 200 sekolah
muslim di Thailand. Umat islam di Thailand bebas mengadakan pendidikan dan
acara-acara keagamaan. Tidak hanya itu saja. Program pengembangan pendidikan
Islam di Thailand sudah mencapai level yang lebih dari sekedar nasional dan
regional.
Umat muslim Thailand bekerjasama dengan beberapa
lembaga pendidik- an negara lain, baik yang nasional maupun internasional untuk
mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. Mereka me-ngirimkan
kader-kadernya ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar Mesir dan
Madinah. Dan juga beberapa universitas tanah air, seperti UII, UIN, Universitas
Muhammadiyah dan lainnya. Termasuk juga mengirimkan putra-putra Thailand ke
berbagai pesantren di Indonesia, termasuk Gontor. Pusat dakwah Islam terbesar
di Bangkok terletak di Islamic Center Ramkamhaeng. Hampir semua aktifitas
keislaman mulai dari pengajian, layanan pernikahan, serta makanan halal dapat
ditemukan. Salah satu orang yang berjasa di bidang sertifikasi makanan halal
adalah Winai Dahlan (cucu dari KH Ahmad Dahlan), yang sudah puluh-an tahun
tinggal dan menjadi warga Thailand, yang menjabat sebagai direktur dari Halal
Science Center di Universitas Chulalongkorn, yang giat melakukan promosi
mengenai makanan halal ke seluruh dunia… (Widya)
Sumber:
Forum Kajian Muslimah Kuwait-Al Husna
Pengganti raja Thailand 'beri
banyak perhatian' pada Muslim di selatan
BBC
Indonesia, 14 Oktober 2016
Image
copyright AFP Image caption Vajiralongkorn meminta penobatannya ditunda untuk
berduka.
Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn yang telah
ditetapkan sebagai pengganti Raja Thailand Bhumibol yang wafat pada usia 88
tahun, memberi banyak perhatian kepada masyarakat minoritas Muslim di selatan,
menurut akademisi setempat. Thailand menetapkan duka resmi selama satu tahun
setelah raja terlama di dunia, Bhumibol, yang bertahta selama 70 tahun,
meninggal Kamis (13/10). Vajiralongkorn, 64 tahun, sendiri menyatakan meminta
waktu untuk berduka sebelum dinobatkan sebagai raja. Ahmad Umar, wakil rektor
Universitas Fatoni, Patani, Thailand selatan mengatakan Putra Mahkota
Vajiralongkorn memberikan perhatian yang lebih kepada masyarakat minoritas di
selatan.
"Beliau banyak memberi perhatian pada masyarakat
Islam, mengenai banyak hal dan memberi perhatian dan sokongan. Sebagai contoh,
kampus Universitas Fatoni diresmikan (sekitar 10 tahun lalu) oleh beliau,
hubungan kita dengan putra mahkota sudah lama," kata Ahmad kepada BBC
Indonesia.
"Kalau majelis (kantor) peringkat negara, beliau
dipertua, dan majelis agama Islam di Thailand ada (memiliki) hubungan
dengannya," tambah Ahmad.
Image
copyright Universitas Fatoni Image caption Mahasiswa berada di Universitas
Fatoni yang diresmikan Putra Mahkota Vajiralongkorn.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha yang memegang
kendali pemerintahan militer sejak menggulingkan pemerintah terpilih tahun 2014
mendesak agar berwaspada atas keamanan. Thailand mengalami kerusuhan politik
dalam sepuluh tahun terakhir serta sejumlah serangan bom di kawasan selatan
yang dituding dilakukan oleh kelompok separatis Muslim. Raja Bhumibol
menetapkan "pendekatan lunak" dalam menghadapi kelompok militan yang
memulai pemberontakan di selatan pada 2004.
Perhatian Raja Bhumibol pada
masyarakat Muslim
Image copyright Fatoni University Image
caption Selain dekat dengan pihak universitas, Putra Mahkota Vajiralongkorn
juga dekat dengan majelis Islam, kata Ahmad Umar.
Walaupun secara resmi berada di luar politik, Raja
Bhumibol turun tangan saat negara itu mengalami ketegangan politik karena
banyaknya kudeta. Selama ia bertahta, Raja Bhumibol mengalami 19 kudeta yang
terjadi di negaranya. "Secara formal sebagai simbol...namun raja punya
pengaruh dalam menentukan arah politik di Thailand," kata Ahmad.
Ahmad Umar, yang juga mengajar kajian politik di
kampusnya, mengatakan harapannya atas pengganti Raja Bhumibol yang ia sebutkan
"lebih positif" dan "boleh (bisa) memahami isu di selatan secara
baik." Konflik di Thailand selatan masih terjadi dan belum dilakukan
dialog lagi menyusul kudeta dua tahun lalu, tambahnya. Raja Bhumibol banyak
dihormati oleh warga Thailand dan bagi sebagian ia dianggap seperti semi dewa.
"Bagi masyarakat Muslim di selatan, pandangan
terhadap raja biasa saja dan perhatian (terhadap raja), juga biasa saja,"
kata Ahmad. Jenazah Raja Bhumibol akan dibawa dari Rumat Sakit Siriraj di
Bangkok menuju Istana Agung untuk dimandikan. Besar kemungkinan ritual ini akan
dilangsungkan hari Jumat (14/10). Raja akan disemayamkan selama 100 hari dan
setelah itu akan digelar upacara kremasi. Sementara itu, Worawit Baru, mantan
senator di Patani mengenang Raja Bhumibol yang menurutnya memberikan cukup
perhatian pada kelompok minoritas di selatan. "Raja banyak berjasa, antara
lain membantu tanah yang tak dapat digunakan dengan cara disuburkan ... memberi
kursus bagi anak-anak muda sehingga mendapat pekerjaan ... memberikan sumbangan
untuk sekolah-sekolah agama," kata Worawit. "Anak-anak muda dikirim
ke Bangkok untuk mengikuti kursus (keterampilan) dan barang-barang yang
dihasilkan....seperti kerajinan tangan dibeli oleh kerajaan," tambah
Worawit.
Muslim Melayu di Thailand Selatan
Monday, 04
May 2015, 15:00 WIB
Selama ini
banyak yang mengira Thailand adalah negara yang homogen dengan mayoritas
penduduknya menganut agama Buddha. Sejatinya tidaklah demikian. Satu-satunya
negara ASEAN yang tidak pernah mengalami penjajahan di zaman kolonial ini ternyata
memiliki keragaman etnis dan agama. Selain pemeluk Buddha, tak sedikit warga
Thailand yang memeluk agama lain, seperti Islam, Kristen, Konghucu, Hindu,
Yahudi, Singh, dan Tao. Patut dicatat, saat ini Thailand menjadi rumah bagi
sekitar 64 juta umat Islam. Pemeluk agama Islam di Thailand berasal dari etnis
Persia, Cham (Muslim Kamboja), Bengali, India, Pakistan, serta etnis Melayu
dari Sumatra, Kalimantan, dan Malaysia.
Berbeda dengan umat Islam lainnya di Thailand yang menyebar ke banyak tempat, tidak demikian halnya dengan Muslim beretnis Melayu. Mereka cenderung hidup berkelompok dan bermukim di provinsi-provinsi bagian selatan Thailand, yaitu Provinsi Pattani, Yala, Naratiwat, Songkhla, dan Provinsi Satun yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Mengapa Muslim Melayu memilih hidup berkelompok? Hal ini karena mereka sulit berintegrasi dengan budaya Thailand yang identik dengan agama Buddha. Hal ini pula yang kemudian mendorong didirikannya Kesultanan Muslim di Thailand Selatan pada abad ke-18. Tujuan didirikannya kesultanan ini adalah untuk menaungi dan melindungi masyarakat Muslim Melayu di Negeri Gajah Putih.
Berbeda dengan umat Islam lainnya di Thailand yang menyebar ke banyak tempat, tidak demikian halnya dengan Muslim beretnis Melayu. Mereka cenderung hidup berkelompok dan bermukim di provinsi-provinsi bagian selatan Thailand, yaitu Provinsi Pattani, Yala, Naratiwat, Songkhla, dan Provinsi Satun yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Mengapa Muslim Melayu memilih hidup berkelompok? Hal ini karena mereka sulit berintegrasi dengan budaya Thailand yang identik dengan agama Buddha. Hal ini pula yang kemudian mendorong didirikannya Kesultanan Muslim di Thailand Selatan pada abad ke-18. Tujuan didirikannya kesultanan ini adalah untuk menaungi dan melindungi masyarakat Muslim Melayu di Negeri Gajah Putih.
Namun, Pemerintah Thailand langsung
menudingnya sebagai kelompok separatis. Raja Thailand ingin menyatukan Muslim
Melayu di bawah naungan Kerajaan Thailand. Namun, mereka menolak karena
masyarakat Muslim Melayu saat itu ingin diintegrasikan dengan negara Melayu
atau memerintah sendiri. Berbagai upaya
pun dilakukan Pemerintah Thailand untuk memberangus kesultanan ini. Akibatnya,
pada abad ke-18 itu kerap terjadi bentrokan antara Kesultanan Muslim dengan
Pemerintah Thailand. Operasi militer besar-besaran pernah dilakukan pada 1940
ketika Thailand dikuasai partai nasionalis yang dipimpin Pibul Songkhram. Kala
itu rezim Songkhram memaksa orang Melayu menanggalkan identitas mereka sebagai
Melayu dan Muslim, selanjutnya bersatu di bawah pemerintahan Thailand. Tak
hanya itu, Muslim Melayu juga dilarang mengenakan busana tradisional Melayu
dengan ciri khasnya, seperti peci bagi kaum pria dan kerudung bagi wanita.
Bahkan, mereka juga dilarang berbicara dengan bahasa Melayu.
Rezim Songkhram juga memaksa
masyarakat Muslim Melayu untuk mengadopsi nama Thai. Akses mereka untuk belajar
Agama Islam juga ditutup. Pemerintah juga menghapuskan pengadilan Islam untuk
menangani urusan keluarga Muslim. Seluruh pelajar dan mahasiswa di Thailand pun
meski bukan pemeluk agama Buddha diwajibkan memberi penghormatan kepada gambar
Buddha di sekolah-sekolah umum. Bila ada yang menolak melaksanakan kebijakan ini,
akan ditangkap dan dijatuhi hukuman, bahkan tak jarang berujung kepada
penyiksaan. Meskipun kemudian pemerintah
melunak dengan mencabut segala aturan yang menyulitkan umat Islam, seperti
dikatakan sejarawan Asia Tenggara asal Singapura Michael Vatikiotis, tetap saja
hubungan Muslim Melayu dengan Bangkok tak pernah membaik. Ketika Thailand dipimpin Perdana Menteri
Thaksin Sinawatra, upaya berdamai dengan Muslim Melayu pun telah diupayakan
tetapi tak pernah membuahkan hasil. Thaksin mencoba memfasilitasi pelajar dari
wilayah selatan dalam bentuk beasiswa pendidikan. Namun, Muslim Melayu menampik
hal itu. Mereka menganggap Thaksin sedang berinvestasi agar kelak keturunan
mereka berutang budi kepada Pemerintah Thailand.
Di tengah upaya yang dilakukan Thaksin,
Bangkok justru semakin mengembangkan prasangka dan stigma negatif kepada Muslim
Melayu sebagai kelompok krimimal yang berlindung di balik agama. Stigma itulah
yang dimanfaatkan tentara Thailand untuk menggelar operasi militer di wilayah
selatan. Di tengah ketertindasan ini,
kalangan Muslim Melayu semakin gencar menuntut agar Pemerintah Thailand
memberikan otonomi khusus sehingga mereka dapat memerintah dan membuat
kebijakan untuk mengatur kehidupan mereka sendiri. Mereka yakin, dengan otonomi
itu, Muslim Melayu dapat mengembangkan taraf hidup karena selama ini mereka
merasa tidak memperoleh pengayoman dan perlakuan yang sama seperti penganut
agama mayoritas di Thailand. Menurut
mereka, di negara yang heterogen ini, pemerintah sebagai pihak yang menaungi
seluruh warga negara seharusnya mengembangkan budaya saling menghormati
terhadap apa yang dianut dan dipercayai orang lain.
Mulai beruba
Mulai beruba
Belakangan, muncul upaya-upaya yang
mencerahkan dari sejumlah kalangan pemuda dan mahasiswa Muslim Thailand. Mereka
rupanya gusar dengan konflik berkepanjangan yang telah berlangsung ratusan
tahun. Para mahasiswa yang aktif menggelar pertemuan untuk membahas
masalah-masalah kebangsaan itu, mendesak kedua belah pihak untuk segera
merentangkan tali perdamaian. Dalam wawancara dengan Reuters, salah seorang
dari mahasiswa itu mengatakan, mereka kerap melakukan pertemuan di sebuah
universitas di wilayah, selatan yakni Provinsi Pattani. Desakan para mahasiswa ini mendapat dukungan
dari Wali Kota Yala Pongsak Yingcharoen. Pongsak yang berbicara atas nama
warganya menegaskan, rakyat Thailand sangat tidak menyukai konflik yang
berujung kepada aksi kekerasan. "Mereka (para mahasiswa) berharap, warga
memahami supaya proses perdamaian ini segera terwujud," katanya, seperti
dilansir onislam.net.
Sedangkan, sejumlah pengamat melihat
adanya indikasi Pemerintah Thailand berniat mengakhiri ketegangan dengan Muslim
Melayu. Meski selama ini mereka menganggap tabu untuk mengakui wilayah selatan
sebagai daerah yang memiliki otonomi khusus, kini mulai ada perubahan.
Pemerintah menyadari, upaya pemaksaan, diskriminasi dan penindasan yang
dilakukan selama ini terbukti tidak membuahkan hasil yang menguntungkan kedua
belah pihak. "Kata otonomi menjadi kata yang tabu buat pemerintah, tapi
sekarang mereka mau mendiskusikannya secara terbuka," kata pengamat dari
Asia Foundation, Thomas Park. c08 ed: Wachidah Handasah
Sumber: REPUBLIKA ONLINE
Sejarah
Perkembangan Islam di Thailand
KOTA ISLAM, at
10:52 PM
Sejarah Masuknya Islam di Thailand
Islam tidak serta merta ada di negeri
Siam (sekarang Thailand). Meskipun Islam merupakan agama mayoritas di
Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, akan tetapi Islam merupakan agama
minoritas di daratan utama asia tenggara yang telah huni oleh Hindu dan Budha
jauh sebelum Islam datang ke daerah tersebut sekitar abad ke-9, Hal ini
sedikit bertentangan dengan apa yang dikemukakan Azyumardi Azra dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Asia Tenggara, bahwa Islam masuk di Thailand
diperkirakan pada Abad ke-10 atau ke-11, di kawasan Thailand selatan atau
tepatnya di daerah Pattani.
Islampun masuk ke daerah kerajaan Pattani melalui pedagang-pedagang muslim dari Arab dan India, karena daerah Pattani merupakan daerah yang maju dan strategis untuk disinggahi. yang mana mereka disebut sebagai khek Islam atau orang muslim sebelum kerajaan Siam (Thailand) dibentuk. Karena pada awalnya, Pattani merupakan daerah yang terpisah dari Siam (saat ini Thailand), Muslims have been in Thailand since before the formation of the Thai kingdoms in the ninth century.
Islampun masuk ke daerah kerajaan Pattani melalui pedagang-pedagang muslim dari Arab dan India, karena daerah Pattani merupakan daerah yang maju dan strategis untuk disinggahi. yang mana mereka disebut sebagai khek Islam atau orang muslim sebelum kerajaan Siam (Thailand) dibentuk. Karena pada awalnya, Pattani merupakan daerah yang terpisah dari Siam (saat ini Thailand), Muslims have been in Thailand since before the formation of the Thai kingdoms in the ninth century.
Pada mulanya, Pattani sendiri merupakan
kerajaan yang terletak di sebelah selatan Thailand dengan mayoritas penduduk
melayu yang dipimpin oleh penguasa muslim yang bernama Sulaiman. dan Siam pada
waktu itu berusaha untuk menguasai Pattani dengan mengirimkan pasukannya
berkali kali akan tetapi selalu gagal. Hingga pada pemerintahan Sultan
Muzhaffar, Pattani menuju zaman keemasannya, sehinnga menarik ketamakan Siam
untuk kembali meguasaii Pattani dan akhirnya dapat menguasainya setelah perang
bertahun tahun.
Dari sinilah permulaan pemberontakan kaum muslim Pattani untuk melepaskan diri dari Thailand yang telah menguasainya. Pasalnya, Siam bersikap keras dan menekan kaum minoritas muslim dengan menyuruh mengganti nama nama mereka dengan nama Thailand serta mengambi adat istiadatnya.
Dari sinilah permulaan pemberontakan kaum muslim Pattani untuk melepaskan diri dari Thailand yang telah menguasainya. Pasalnya, Siam bersikap keras dan menekan kaum minoritas muslim dengan menyuruh mengganti nama nama mereka dengan nama Thailand serta mengambi adat istiadatnya.
Perkembangan Islam di Thailand
Thailand biasa disebut
juga Muangthai, atau Muangthai Risabdah, atau Siam, atau negeri gajah putih,
terletak di sebelah utara Malaysia, dan sering dilukiskan sebagai bunga
yang mekar diatas sebuah tangkai. Thailand berarti negeri yang merdeka, karena
memang merupakan satu-satunya negeri di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah
oleh kekuasaan barat atau Negara lain. Di Thailand, negeri yang mayoritasnya
beragama Budha, terdapat lebih dari 10% penduduk muslim dari seluruh populasi
penduduk Thailand yang berjumlah kurang lebih 67 juta orang. Penduduk muslim
Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di
propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya
adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani.
Dengan jumlah umat yang
menjadi minoritas ini, walau menjadi agama kedua terbesar setelah Budha, umat
Islam Thailand sering mendapat serangan dari umat Budha (umat Budha garis
keras), intimidasi, bahkan pembunuhan masal. Islam berada di daerah yang
sekarang menjadi bagian Thailand Selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari
jazirah Arab. Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno
yang menggambarkan bangsa Arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand. Dan juga
keberhasilan bangsa Arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi
bukti bahwa Islam sudah ada lebih dulu sebelum Kerajaan Thai.Dan lebih dari
itu, penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merupakan suatu kesatuan dakwah
Islam dari Arab, di masa khilafah Umar Bin Khaththab. Entah daerah mana yang lebih
dahulu didatangi oleh utusan dakwah dari Arab, akan tetapi secara historis,
Islam sudah menyebar di beberapa kawasan Asia Tenggara sejak lama, di Malakka,
Aceh (Nusantara), serta Malayan Peninsula termasuk daerah melayu yang berada di
daerah Siam (Thailand). Secara garis besar, masyarakat muslim Thailand
dibedakan menjadi 2; masyarakat muslim imigran (pendatang) yang berlokasi
di kota Bangkok dan Chiang Mai ( Thailand tengah dan utara), dan masyarakat
muslim penduduk asli, yang berada di Pattani (Thailand selatan). Tetapi dalam
tatanan sosial, muslim Thailand mendapat julukan yang kurang enak, yaitu khaek
(pendatang, orang luar, tamu). Istilah ini juga digunakan untuk menyebut
tamu-tamu asing atau imigran lain.
Budha adalah agama terbesar di Thailand dan resmi menjadi agama kerajaan. Kehidupan Budha telah mewarnai hampir seluruh sisi kehidupan di Thailand, dalam pemerintahan (kerajaan), sistem dan kurikulum pendidikan, hukum, dan lain sebagainya. Namundapat agama-agama lain, diantaranya adalah Islam, Kristen, Konghucu, Hindu dan Singh.
Dan Islam sendiri,
setelah meng-alami konflik yang berkepanjangan, akhirnya Islam di Thailand
menemui titik kemajuan. Pemerintah memahami betul bahwa upaya untuk menciptakan
perdamaian dengan kekuatan militer tidak membuahkan hasil, bahkan memperparah
keadaan dan melahirkan perlawanan. Sehingga akhirnya pemerintah, dalam hal ini
kerajaan, memberi kesempatan bagi warga muslim untuk beribadah dan menganut
kepercayaan masing-masing. Bahkan, Raja Thailand juga menghadiri perayaan acara
dan hari-hari penting dalam Islam. Pemerintah juga memperbolehkan warga muslim
Thailand untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak
dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan Islam disana. Proses pendidikan
Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal itu bisa kita
lihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga Islam.
Seperti pengajian
bapak-bapak dan ibi-ibu, TPA/TKA dan kajian mingguan mahasiswa adalah beberapa
kegiatan rutin yang diadakan mingguan. Masyarakat dan Pelajar Muslim Indonesia
juga mengadakan silaturrahim bulanan dalam forum pengajian Ngaji- khun, yang
dilaksanakan di berbagai wilayah di Thailand. Kabar baiknya, pemerintah
membantu penerjemahan Al Quran ke dalam bahasa Thai, juga membolehkan warga
muslim mendirikan masjid dan sekolah muslim. Kurang lebih tercatat lebih dari
2000 masjid , dan 200 sekolah muslim di Thailand. Umat islam di Thailand bebas
mengadakan pendidikan dan acara-acara keagamaan. Tidak hanya itu saja. Program
pengembangan pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai level yang lebih dari
sekedar nasional dan regional. Umat muslim Thailand bekerjasama dengan beberapa
lembaga pendidik- an negara lain, baik yang nasional maupun internasional untuk
mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. Mereka me-ngirimkan
kader-kadernya ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar Mesir dan
Madinah. Dan juga beberapa universitas tanah air, seperti UII, UIN, Universitas
Muhammadiyah dan lainnya. Termasuk juga mengirimkan putra-putra Thailand ke
berbagai pesantren di Indonesia, termasuk Gontor. Pusat dakwah Islam terbesar
di Bangkok terletak di Islamic Center Ramkamhaeng. Hampir semua aktifitas
keislaman mulai dari pengajian, layanan pernikahan, serta makanan halal dapat
ditemukan. Salah satu orang yang berjasa di bidang sertifikasi makanan halal
adalah Winai Dahlan (cucu dari KH Ahmad Dahlan), yang sudah puluh-an tahun
tinggal dan menjadi warga Thailand, yang menjabat sebagai direktur dari Halal
Science Center di Universitas Chulalongkorn, yang giat melakukan promosi
mengenai makanan halal ke seluruh dunia
referensi :
-http://blackfiles.mywapblog.com/sejarah-islam-di-thailand.xhtml
-http://alhusnakuwait.blogspot.com/2012/11/perkembangan-islam-di-thailand.html
-http://blackfiles.mywapblog.com/sejarah-islam-di-thailand.xhtml
-http://alhusnakuwait.blogspot.com/2012/11/perkembangan-islam-di-thailand.html
SEJARAH
AGAMA ISLAM DI THAILAND
OLEH :
Ø Ali Umar, Agung
Setiawan, Farid
JurusanTeknik InformatikaFakultas Sains dan
Teknologi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau 2014
2.1 Sejarah Masuknya Islam Di Thailand
Diperkirakan para penyebar
Agama Islam yang paling banyak datang ke Nusantara diperkirakan sekitar tahun
1400 masehi atau secara berturut datang setelah itu hingga keabad 15 dan 16,
diduga bahwa penyebar-penyebar tersebut adalah keturunan bani Abbasyiah. Adapun
pendapat lain mengatakan bahwa Islam diperkirakan datang ke negara Thailand
sekitar pada abad ke 10 atau 11 melalui jalur perdagangan. Yang mana penyebaran
Islam ini dilakukan oleh para guru sufi dan pedagang yang berasal dari wilayah
Arab dan pesisir India.
Adapun pendapat lain ada yang mengatakan Islam masum ke Thailand
melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh, salah satu bukti yang menguatkan
pendapat ini adalah ditemukannya sebuah batu nisan yang bertuliskan Arab di
dekat Kampung Teluk Cik Munah, Pekan Pahang yang bertepatan pada tahun 1028 M.
Sedangkan menurut pemakalah sendiri, Islam berada di daerah yang sekarang
menjadi bagian Thailand Selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari jazirah
Arab. Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang
menggambarkan bangsa Arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand. Dan juga
keberhasilan bangsa Arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi
bukti bahwa Islam sudah ada lebih dulu sebelum Kerajaan Thai.
Dan lebih dari itu, penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merupakan
suatu kesatuan dakwah Islam dari Arab, masa khilafah Umar Bin Khatab” (teori
arab). Entah daerah mana yang lebih dahulu didatangi oleh utusan dakwah dari
Arab. Dahulu, ketika Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan oleh kerajaan
Siam (Thailand), banyak orang-orang Islam yang ditawan, yang mana ketika
itu Raja Zainal Abidin lah salah satu tawanan kerajaan Siam yang kemudian
di bawa ke Thailand. Para tawanan itu akan dibebaskan apabila telah membayar
uang tebusan. Kemudian para tawanan yang telah bebas itu ada yang kembali ke
Indonesia dan ada pula yang menetap di Thailand dan menyebarkan agama Islam di
wilayah Thailand Selatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Pada tahap pertama Islam diwarnai da’wah nya dengan Tasawuf setidaknya
sampai pada abad ke-17. Hal ini karena dirasa paling cocok dengan latar
belakang masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh asketisme (ajaran-ajaran
yang mengendalikan latihan rohani dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa
sehingga tercapai kebijakan-kebijakan rohani) Hindu-Budha dan sinkretisme
(proses perpaduan antara faham-faham atau aliran-aliran agama atau kepercayaan)
kepercayaan local dan tarekat cenderung lebih toleran dengan tradisi semacam
itu.
Sehingga ditemukan bahwa terdapat nama-nama ulama sufi terkenal sebagai
penyebar Islam, diantaranya adalah Syiekh Syafiuddin Ahmad Ad Dajjani
Al-Qusyasyi, beliau adalah seorang keturunan Abbas bin Abdul Muthalib (paman
Nabi Muhammad s.a.w). diceritakan juga bahwa ada dua orang yang
sezaman/bersahabat karib yang sama-sama menjalankan aktivitas dakwah Syeikh
Syafiuddin di Pattani. Banyak yang menduga bahwa baliaulah yang pertama
mengislamkan Pattani, barangkali anggapan ini adalah satu kekeliruan karena
Pattani memeluk Islam jauh lebih awal dari kedatangan beliau ke Pattani, bahkan
Pattani dianggap tampat yang telah lama menerima Islam tak ubahnya seperti di
Aceh juga.
2.2 Kondisi Politik Islam Di Thailand
Pada tahun 2004 bertepatan pada bulan April, pada masa kepemimpinan Thaksin
Shinawarta, insiden berdarah telah terjadi sehingga mengakibatkan 30 pemuda
muslim tewas di masjid Kru Se. peristiwa keji terjadi yang kedua kalinya pada
bulan oktober 2004 yang mengakibatkan 175 tahanan pejuang Muslim Takbai
meninggal dunia, akibat dijejalkan militer Thailand dalam sebuah truk dengan
kondisi tangan di belakang. Pada perkembangan Muslim Pattani antara 2004
hingga Mei 2007.
Periode ini sangat mendesak tidak hanya karena banyak-nya korban dalam kurun waktu itu, setidak nya 2000 korban meninggal.
Sehingga di penghujung tahun 2008, Thailand ingin memiliki Perdana Menteri baru
yang diharapkan dapat membawa angin perubahan. Dengan rezim barunya harus
berjuang keras mencari alternative dalam menangani masalah konflik Thailand
Selatan.
Rupanya perdamaian Aceh (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi model upaya
perdamaian dan rekonsiliasi di Thailand Selatan. Identitas lokal di Thailand
Selatan lebih dekat dengan Kelantan dan Kedah, Malaysia. Masyarakat secara
tradisional lebih memilih menggunakan bahasa Melayu dibandingkan bahasa Thai
yang digalakkan oleh pemerintah pusat sebagai bahasa resmi negara. Keterpaksaan
ini dirasakan masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan selama puluhan
tahun.
Penggunakan bahasa Thai diwajibkan oleh pemerintah, baik itu di kantor
kerajaan, pemerintah, sekolah dan media. Dan ternyata strategi pemerintah
Thailand memang membuahkan hasil. Dalam waktu sekitar 50 tahun, banyak generasi
muda Melayu Muslim lebih suka berbahasa Thai dibandingkan bahasa Melayu, baik
di sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi mereka ’dipaksa’ keluarga
untuk berbicara dalam bahasa Melayu ketika mereka berkumpul dilingkungan
keluarga.
Pada saat ini pertumbuhan masjid di Thailand yang
berkembang pesat; Bangkok 159 masjid, Krabi 144 masjid, Narathiwat 447 masjid,
Pattani 544 masjid, Yala 308 masjid, Songkhla 204 masjid, Satun 147 masjid.Dan
beberapa masjid di berbagai kota di thailand. Mayoritas penduduk Thailand adalah bangsa Siam,
Tionghoa dan sebagian kecil bangsa Melayu.
Jumlah kaum muslimin di Thailand memang tidak lebih dari 10% dari total 65 juta
penduduk, namun Islam menjadi agama mayoritas kedua setelah Buddha. Penduduk
muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti
di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah
bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani.
2.3 Sistem Perekonomian Di Thailand
Sebelum krisis finansial ekonomi Thailand memiliki pertumbuhan ekonomi
produksi yang bagus dengan rata-rata 9,4%. Tenaga kerja dan sumber daya yang
lumayan banyak konservasi fisical kebijakan investasi orang asing terbuka dan
mendorong suksesnya perekonomian pada tahun 1997. Sekitar 60% dari seluruh
angkatan kerja Thailand dipekerjakan di bidang pertanian.
Beras adalah hasil bumi yang paling penting bagi Thailand adalah ekspor
besar di pasar beras dunia. Thailand juga merupakan lumbung beras di
kawasan Asia Tenggara. Hasil tambang yang utama adalah timah dan mangaan.
Pariwisata merupakan sumber penghasilan devisa yang besar bagi Thailand.
Mata
Uang
: Bath
Hasil
Pertanian :
Beras, karet, jagung, tapioka, gula, rami, kelapa
Hasil
Tambang :
Antimonium, timah, besi, mangaan
Hasil
Industri
: Elektronik, berlian, pakaian, dan tekstil.
Ekspor utama : Tekstil,computer dan komponennya,integrated circuit,berlian, pakaian
Impor
Utama
: Mesin industri, baja, alat-alat listrik, suku Cadang Kendaraan.
Saat ini pemerintah Thailand tergiur dengan industry keuangan Syariah, menurut SBPAC pertumbuhan perekonomian syariah di negara tersebut baru berkembang tiga hingga empat tahun terakhir. Hingga kini, lembaga perekonomian Islam, seperti lembaga mikro syariah dan perbankan syariah masih amat minim di Thailand. Bahkan, di Bangkok, hanya ada satu bank syariah dengan beberapa cabang yang masih terkonsentrasi di beberapa daerah mayoritas muslim seperti Pattani dan Jala.
Saat ini pemerintah Thailand tergiur dengan industry keuangan Syariah, menurut SBPAC pertumbuhan perekonomian syariah di negara tersebut baru berkembang tiga hingga empat tahun terakhir. Hingga kini, lembaga perekonomian Islam, seperti lembaga mikro syariah dan perbankan syariah masih amat minim di Thailand. Bahkan, di Bangkok, hanya ada satu bank syariah dengan beberapa cabang yang masih terkonsentrasi di beberapa daerah mayoritas muslim seperti Pattani dan Jala.
2.4 Hukum Islam Di Thailand
Secara kronologis, Pelaksanaan Hukum Islam di Asia Tenggara dapat dilihat
pada periode pra kolonialisasi, periode kolonialisasi, dan periode pasca
kolonialisasi. Di masing - masing periode ini terdapat dinamika yang berbeda
sebagai konsekuensi dari wujud sosio -politik masyarakat. Klasifikasi ini diperlukan
terutama pada masa kolonialisasi dan pasca kolonialisasi,mengingat perbedaan
sikap dan kebijakan masin-masing kolonial dan pemerintah di masing-masing
negara di asia Tenggara terhadap pelaksanaan Hukum Islam.
1.Pra-kolonialisasi
Sebelum kolonial Eropa ( Asia Tenggara adalah negara jajahan
eropa ) mengukuhkan kekuasaannya di Dunia Melayu, hukum islam sebagai hukum
yang berdiri sendiri telah ada didalam masyarakat, tumbuh dan berkembang di
kesultanan-kesultanan Melayu disamping kebiasaan atau adat masyarakat. Bahkan
pelaksanaan hukum Islam terlihat meliputi aspek yang lebih luas, tidak saja
hanya menyangkut perkara-perkara pribadi seperti nikah, talak, rujuk, waris,
hadhanah, tetapi juga mencakup hukum pidana termasuk hukum hudud.
2.Masa Kolonialisasi
Dibawah jajahan negara-negara eropa,pelaksanaan hukum Islam di Asia
Tenggara tidak mengalami perkembangan berarti, sebaliknya malah banyak
mengalami pengebirian. Melalui berbagai kebijaksanaan, kolonial berhasil
mereduksi dan membatasi pelaksanaan hukum islam. Bila sebelumnya pelaksanaan
hukum islam mencakup masalah perdata dan pidana, sekarang menjadi terbatas
hanya pada perkara - perkara yang berhubungan kekeluargaan.
Hal yang sama juga terjadi pada minoritas Muslim di Thailand. Meski
mereka tidak pernah di jajah oleh bangsa Barat, tetapi keberhasilan invansi
Thai Budhis pada tahun 1786, perlahan namun pasti, telah mengambil alih seluruh
kekuasaan muslim. Kekuatan dan keunggulan kekuasaan Thai Budha atas Pattani
Islam semakin terbukti ketika agama Budha berhasil menempel pada institusi
politik Thai modern, yang kemudian juga berhasil menempel pada ideologi negara
Thailand.
Dibawah kekuasaan kerajaan Thai modern dengan mengatas namakan
nasionalisme, banyak kebijakan integrasi dan asimilasi yang dipaksakan oleh
pemerintah. Kebijakan itu merupakan kenyataan bahwa mereka harus beradaptasi
dengan nilai-nilai dan norma agama Budha. Akhirnya, pelan namun pasti. Muslim
Thailand mengalami banyak hambatan untuk mengamalkan ajaran agama mereka
termasuk hukum islam. Dengan demikian, pelaksanaan hukum Islam yang dulu
didasarkan pada hukum kanun malaka versi petani, juga mengalami pengebirian.
Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat kenyataan dewasa ini, sebagaimana
diuraikan di bawah ini, dalam pelaksanaan hukum keluarga pun masih terdapat
persoalan - persoalan.
3.Pasca - kolonialisasi
Setelah meraih kemerdekaan, umat islam di Negara - negara Asia Tenggara
kembali berupaya setahap demi setahap untuk melaksanakan hukum Islam selain
bidang ibadah, seperti masalah kekeluargaan (seperti perkawinan, perceraian,
rujuk dan warisan), juga dalam hal - hal yang berkaitan dengan mu’amalah.
Namun, semua itu tentu melalui upaya keras dan proses yang cukup panjang. Hal
ini misalnya dapat dilihat pada perkembangan pelaksanaan hukum Islam di
Indonesia.
Di Negara - negara yang minoritas penduduk nya beragama Islam,
seperti Singapura, Thailand dan Filipina, pengadilan agama hanya
menangani perkara - perkara hukum kekeluargaan. Bahkan di negara ini belum
semuanya terdapat lembaga peradilan agama. Di Thailand misalnya,
belum ada pengadilan agama. Wewenang untuk mengadili urusan yang
berkaitan dengan keluarga dan warisan diserahkan kepada hakim agama yang
disebut Dato Yutitham. Inipun hanya berlaku di empat
propinsi daerah Muslim di Thailand Selatan, yaitu Pattani, Yala,
Naratiwat, dan Satun. Dato Yuttitam di pilih oleh imam - imam masjid dan
langsung dikontrol oleh pengadilan umum setempat. Seluruh keputusan yang
dikeluarkan tentunya mempunyai kekuatan hukum, meski terbatas di propinsi
tersebut.
Hukum Islam (mengenai keluarga dan warisan) hanya berlaku di empat provinsi
bagian selatan. Bagi muslim di propinsi lain, karena syari’ah tidak diakui
secara hukum, satu - satunya jalan adalah melalui lembaga negara bila ingin di
akui secara sah.
Belum adannya perangkat kodifikasi syariah yang dapat di terima secara
umum, sebenarnya sejak tahun 1940-an telah diterapkan kodifikasi syari’ah yang
sistematis mengenai keluarga dan warisan. Kodifikasi ini tercakup dalam
Undang-Undang Sipil Thailand. Seluruh sistemnya berkaitan langsung dengan
fiqih syafi’ih, karena mayoritas Muslim Thailand menganut Mazhab ini. Dengan
demikian, pertentangan antara Muslim yang berbeda Mazhab tidak dapat di
selesaikan oleh sistem peradilan yang ada. Selain itu pihak yang berurusan
terutama akan menghadapi persoalan dalam memilih otoritas keagamaan dan
prosedur yang dapat diterima oleh semuanya. Kontroversi ini kadang-kadang dapat
memperburuk pertentangan yang terjadi dalam masyarakat Islam bahkan dalam suatu
keluarga.
Keterbatasan ikatan hukum bagi hukum islam karena keterbatasan subjek
materinya. Misalnya ; Secara hukum adalah sah perkawinan atau perceraian yang
dilaksanakan oleh Dato yuttitam atau imam. Namun, karena hukum negara tidak
membenarkan poligami, maka perkawinannya dengan wanita berikutnya, istri-istri
dan anak cucunya tidak diakui secara resmi. Semua hal selain dengan istri
pertama dianggap tidak sah. Konsekuensinya, bagi mereka yang menganut poligami,
istri berikut serta keturunan tidak mendapatkan hak secara hukum, seperti biaya
pendidikan dan kesehatan yang diperoleh oleh sang suami.
2.5 Sosial Budaya Yang Ada Di Thailand
Kerajaan Thailand (Muang Thai) adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang
berbatasan dengan Laos dan Kampuchea di Timur, Malaysia dan Teluk Siam di
Selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di Barat. Secara astronomis, negara ini
terletak antara 6°LU - 20°LU dan 98°BT - 116°BT. Thailand dulu dikenal dengan
nama Siam, sampai saat ini nama Siam masih digunakan di kalangan orang Thai,
terutama kaum minoritas Tionghoa. Thailand juga sering disebut Negeri Gajah
Putih, karena gajah putih merupakan binatang yang dianggap keramat oleh
penduduk.
Negara Thailand memiliki penduduk yang berasal dari multietnis yaitu bangsa
75% (Thai), 11% (China) etnis Tionghoa yang memegang peranan besar dalam bidang
ekonomi, 3,5% (Melayu)dibagian selatan, dan sedikit Mon, Khamer, Puan dan
Kharen. Masing-masing mempunyai tradisi dan kebudayaan serta beragam bahasa
yang masih dijunjung tinggi. Selain itu, Thailand juga memiliki
bangunan-bangunan bersejarah yang terawat baik. Diantaranya adalah berupa
candi-candi Buddha.
Sekitar 95% penduduk Thailand adalah pemeluk agama Buddha aliran
Theravada. Namun, ada minoritas pemeluk agama Islam (4%)
sisanya Kristen, dan Hindu. Bahasa
Thailand merupakan bahasa nasional yang ditulis menggunakan aksaranya sendiri,
tetapi ada juga bahasa daerah lainnya. Bahasa Inggris juga diajarkan secara
luas di sekolah. Masyarakat
Thailand sangat toleran terhadap berbagai budaya bangsa sepanjang tidak
menyinggung kehidupan kerajaan dan Buddha.
Tuntunan
Berperilaku
Orang Thailand sangat menekankan perilaku sopan santun. Beberapa hal yang
perlu diketahui berkenaan dengan adat dan kepercayaannya.
1. Ketika memasuki rumah atau kuil, lepaskanlah alas kaki
anda. Jangan menampakkan tapak kaki anda untuk menunjukkan sesuatu.
2. Raja dan keluarga kerajaan harus dihormati dan rasa
hormat harus diberikan kepada mereka. Jangan menempatkan kaki anda kesemua
benda yang mengarah ke gambaran Raja.
3. Ketika mengunjungi kuil, gunakan pakaian yang pantas.
Memakai hanya kaos dalam dan celana pendek sangatlah tidak diterima. Menyentuh
biksu ataupun bajunya adalah sesuatu yang sangat tabu.
4. “Wai” atau salam Thai memiliki arti yang sangat
beragam. Pengunjung disarankan untuk membalasnya dan lebih baik berinisiatif
memberikan salam. Kurang layak memberikan “Wai” kepada pembantu atau anak-anak
meski hal itu wajar dilakukan.
Memasuki
Tempat Suci
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah berusaha untuk tidak
menyinggung perasaaan keagamaan terutama ketika berada ditempat-tempat suci.
Tidak hanya terhadap agama Buddha tetapi juga kepada kepercayaan lain. Beberapa
cara untuk menghindari kesalahan adalah;
1. Berpakaianlah dengan sopan dan rapi.
2. Jangan mengenakan alas kaki ketika memasuki kuil.
3. Biksu (Pria) dilarang disentuh atau menyentuh wanita.
4. Semua hal berhubungan dengan buddha adalah sesuatu yang
suci. Jangan menunjukkan hal hal yang merendahkan kepadanya.
5. Bila berada didalam masjid, pria disarankan menggunakan
kopiah (tutup kepala) dan bagi wanita menggunakan jilbab (kerudung) dan
pakaian yang menutup aurat. Lepaskanlah alas kaki sebelum masukMasjid. (LMP)
Islam sebagai agama minoritas banyak mendapat tekanan dari pemerintah dan
masyarakat secara mayoritas beragama Buddha. Masyarakat muslim di Thailand
bukanlah masyarakat yang homogen dan menggunakan istilah Thai-Islam atau
Thai-Muslim. Orang melayu merupakan mayoritas etnis dikalangan masyarakat
muslim, dan etnis lainnya yang beragama Islam adalah haw, jawa, sam-sam,
bawean, pathan, punjab, tamil, bengali, slam dan lainnya. Secara politis kaum
muslim melayu adalah kelompok yang kuat, karena mereka hidup di daerah yang berdekatan
dengan malaysia dan tetap memiliki budaya melayu. Kelompok muslim non-melayu
berasimilasi dengan masyarakat Thai secara linguistik dan bisa dibedakan secara
tajam dari masyarakat Thai lainnya, kecuali tentu saja dibidang pelaksanaan
praktik keagamaan.
2.5 Pendidikan Islam
Yang Ada Di Thailand
Setelah mengalamai konflik yang berkepanjangan,
akhirnya Islam di Thailand menemui titik kemajuan. Pastinya hal ini atas
perjuangan panjang masyarakat muslim Thailand. Yang akhirnya pemerintah
memperbolehkan warga muslim Thailand untuk menyelenggarakan pendidikan Islam.
Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan
Islam. Tercatat 200 lembaga pendidikan Islam dan 2000 masjid berdiri di
Thailand. Bahkan beberapa dari 200 lembaga pendidikan itu menggunakan sistem
pesantren yang sama persis di Indonesia. Itu artinya sistem pendidikan yang
dipakai sama seperti di negri berpenduduk Islam lainya, seperti Indonesia
dan Malaysia.
Sistem pendidikan Islam di Thailand ternyata
tidak dilakukan di sekolah-sekolah dan pesantren saja. Proses pendidikan Islam
di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal itu bisa kita lihat
dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga Islam. Seperti
pengajian bapak-bapak dan ibi-ibu, TPA/TKA dan kajian mingguan mahasiswa adalah
beberapa kegiatan rutin yang diadakan mingguan. Masyarakat dan Pelajar Muslim
Indonesia juga mengadakan silaturrahim bulanan dalam forum pengajian Ngajikhun.
Acara ini dilaksanakan di berbagai wilayah di Thailand.
Tidak hanya itu saja. Program pengembangan
pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai level yang lebih dari sekedar
nasional dan regional. Umat muslim Thailand bekerjasama dengan beberapa lembaga
pendidikan Negara lain, baik yang nasional maupun internasional untuk
mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. Mereka mengirimkan
kader-kadernya ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar Mesir, Madinah.
Dan juga beberapa universitas tanah air, seperti UII, UIN, dan lainnya.
Termasuk juga mengirimkan putra-putra Thailand ke berbagai pesantren di
Indonesia, termasuk Gontor.
Pusat dakwah Islam terbesar di Bangkok terletak di Islamic Center
Ramkamhaeng. Hampir semua aktifitas keislaman mulai dari pengajian, layanan
pernikahan, serta makanan halal dapat ditemukan. Salah satu orang yang berjasa
di bidang sertifikasi makanan halal adalah Winai Dahlan (cucu dari KH Ahmad
Dahlan), yang sudah puluh-an tahun tinggal dan menjadi warga Thailand, yang
menjabat sebagai direktur dari Halal Science Center di Universitas
Chulalongkorn, yang giat melakukan promosi mengenai makanan halal ke seluruh
dunia
Lembaga-lembaga
Pendidikan Islam di Thailand :
a. Pondok dan Madrasah
Ada catatan bahwa Wan Husein Senawi seorang ulama berasal dari Kampung Sena
Patani sepupu sunan Ampel mendapat inspirasi untuk mendirikan lembaga
pendidikan pondok di patani setelah beliau belajar di Tanah Jawa di bawah
asuhan Sunan Ampel. Pondok adalah lembaga pendidikan tertua di Patani dan
diantara pondok-pondok tertua itu adalah Pondok Dala, Bermin, Semela, Dual,
Kota, Gersih, Telok Manok, yang mempunyai pengaruh besar bagi pertumbuhan
pendidikan Islam di daerah ini, oleh karena pondok-pondok ini banyak didatangi
oleh pelajar. Pelajar di luar Patani, Karena itu pondok-pondok ini banyak
sekali pengaruhnya bagi pembangunan bahasa Melayu, pengaruhnya juga sampai ke
Burma dan Kamboja.
b. Dengan System yang masih klasikal. Mempunyai kurikulum, silabus yang telah
ditetapkan pokok-pokok bahasan serta jadwal pelajaran. Diajar oleh tenaga pengajar
yang memiliki spesialisasi dalam bidang mata pelajaran yang diajarkan di
madrasah tersebut. Diajarkan dua jenis ilmu pengetahuan, pengetahuan agama dan
pengetahuan umum. Disamping tenaga pengajar, memerlukan juga tenaga
administrasi, bahagia akademik dan keuangan. System manajemen tidak lagi
terkonsentrasi pada satu orang / tok guru telah berubah adanya pebagian
tanggung jawab (sharing patner) antara pimpinan madrasah. Oleh karena di
madrasah mata pelajaran yang diajar bervariasi, maka madrasah memerlukan
fasilitas pendidikan dan pengajarna seperti laboratorium bahasa, labor
computer, labor sains dan sarana olah raga.
DAFTAR PUSTAKA
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
infonya menarik
ReplyDeletesemoga umat muslim Thailand bisa hidup lebih baik lagi
ReplyDelete