Islam di Vietnam

1 comment


Islam di Vietnam: Orang-orang Cham di Negeri Komunis
Rep: rosyid hakiim/ Red: Heri Ruslan
wikispaces.com 

Bendera Vietnam (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, Suara azan terdengar berkumandang dari gang-gang padat penduduk di kota Ho Chi Minh, Vietnam. Sejumlah pria dengan penutup kepala putih dan sarung berjalan menuju masjid. Pemandangan yangi sangat umum di kota-kota di Indonesia itu juga terlihat di negeri komunis, Vietnam.

Kaum Muslim di Vietnam hanyalah sebuah komunitas kecil. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah yang biasa disebut Distrik VIII. Dahulu,  ketika wilayah itu masih bernama Saigon, daerah tersebut merupakan tempat generasi keturunan Kerajaan Campa tinggal. Sisa-sisa kerajaan itu masih ada di bagian tengah dan selatan Vietnam. Masyarakat dari kerajaan itu sering disebut sebagai orang-orang Cham.
Menurut kantor berita AFP, pada tahun 2010 lalu, jumlah penduduk Muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa. Namun, menurut laman religiouspopulation.com, jumlah umat Islam di kota Ho Chi Minh City mencapai 5.000 orang.  Rumah makan yang menawarkan makanan halal dan masjid-masjid raya serta madrasah juga banyak ditemukan. Beberapa dari murid-murid di madrasah itu sering dikirim ke Malaysia untuk melanjutkan sekolah. Secara umum, total populasi Muslim, terutama dari komunitas Cham, di negara yang berpenduduk 86 juta orang itu sekitar 100 ribu orang. Namun, menurut hasil survei yang dilakukan The Pew Research Center pada Oktober 2009, jumlah umat Islam di Vietnam mencapai 71.200 jiwa. Anga itu naik dibandingkan data hasil sensus pada 1999 yang hanya 63.146 jiwa. Sekitar 77 persen umat Islam di Vietnam menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh Thuan Province,  24 persen di provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9,0 persen di kota Ho Chi Minh.  Sekitar  22 persen menetap di wilayah Delta Sungai Mekong, khususnya  di provinsi An Giang Province.  Sisanya, sekitar 1,0 persen Muslim tersebar di wilayah-wilayah lainnya di negeri itu.
Dahulu masyarakat Cham adalah penganut agama Hindu dan telah menguasai bagian tengah dan selatan Vietnam selama ratusan tahun. Seiring waktu, mereka memeluk agama Islam.  Pada akhir abad ke XV Kerajaan Campa tergusur ke arah selatan dan lama-lama pengaruhnya semakin menghilang. Saat ini sekitar 80 persen masyarakat Cham sudah menjadi Muslim. Berdasarkan data dari pemerintah, Islam adalah agama dengan pemeluk terkecil dari enam agama yang berkembang di Vietnam. Kegiatan keagamaan masih dikontrol oleh pemerintah Vietnam yang berhaluan komunis. Namun, kegiatan ibadah bagi masing-masing agama berkembang dengan baik.  Sebagai agama dengan jumlah pemeluk terkecil, kaum Muslim di Vietnam memilih untuk terlalu menonjol. ‘’Kami hanya mengamalkan dan menjalankan ajaran agama Islam. Kami (Muslim Vietnam) tak peduli dengan urusan berbau politik,’’ ujar Haji Mousa, 52 tahun, pengelola sebuah madrasah seperti dikutip laman muslimvillage.com.  Mousa fasih berbahasa Melayu dan mengenal bahasa Arab.
Menurut Mousa, imam-imam yang tampil sebagai pemimpin umat Islam, lebih banyak belajar di Vietnam. Beberapa imam dari luar negeri, terutama dari Malaysia, juga sering datang ke negaranya. Kini, di negara itu juga sudah ada Alquran dengan terjemahan bahasa Vietnam. Saat ini, setidaknya ada sekitar 16 masjid di kota Ho Chi Minh. Kebanyakan dari masjid tersebut didanai oleh negara-negara Muslim. Salah satunya, yaitu Masjid Jamiul Anwar yang dibangun pada  2006. Masjid itu didanai oleh Uni Emirat Arab dan Palang Merah.
Meskipun mendapatkan dukungan dari Timur Tengah, namun hubungan erat umat Muslim di Vietnam justru lebih terjalin dengan Malaysia dan Indonesia. Karena mereka merasa lebih dekat secara kultural. Hubungan erat itu dimulai sekitar 20 tahun yang lalu, saat Vietnam secara bertahap membuka diri secara ekonomi. Seorang Muslim bernama Hachot, mengaku dirinya tak merasa menjadi bagian dari masyarakat Vietnam yang lebih luas, meskipun pemerintah telah membantu membangun kembali rumahnya beberapa tahun yang lalu. Menurut dia, sikap kelompok mayoritas etnis Kinh terhadap Cham oun amat beragam. ‘’Beberapa Kinh mengatakan Cham kotor,’’ ujarnya seperti dikutip laman muslimvillage.com. Mereka keberatan dengan sikap  Muslim yang mengharamkan daging babi. Menurut laman dakwatuna.com, Islam yang berkembang di Vietnam adalah beraliran Sunni dan Bani. Muslim Sunni yang tersebar di seluruh penjuru negara itu bermazhab Syafi’i. Muslim Bani berkembang di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan. Aliran ini tidak terlalu populer karena mengadopsi pengaruh budaya domestik dan memiliki pengaruh kuat dari India.
Bahkan aliran Bani kerap dianggap sedikit menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Laman itu menyebutkan bahwa penyimpangan yang dilakukan seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili jamaah, tidak ada perhatian dari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga menyebar di tengah mereka ajaran-ajaran syirik. Penyimpangan akidah ini disebabkan oleh sedikitnya ulama dan dai. Pada 1959, masyarakat Vietnam, terutama di wilayah Saigon, mulai melihat kembali ajaran Islam yang benar. Ketika itu, di antara umat Muslim terjadi perkenalan dan dialog tentang Islam. Sehingga muncul pemahaman tentang hakikat Islam yang sesungguhnya. Mereka kemudian mulai memperbaiki diri dan mengajak masyarakat Muslim di negara itu untuk kembali ke ajaran Islam yang benar. Meskipun pada awalnya mendapatkan penolakan, akan tetapi usaha pembaharuan ini lama kelamaan semakin diterima. Muslim di Vietnam pun sudah banyak  yang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah.
Sertifikasi Halal
Muslim memang minoritas di Vietnam, namun sertifikasi halal diberlakukan ketat di negeri ini. Negeri yang perekonomiannya kini mulai menggeliat ini mulai menyasar ekspor ke negara-negara mayoritas Muslim, menyasar 1,83 miliar Muslim di seluruh dunia. Mohammed Omar, auditor utama Badan Sertifikasi Halal Vietnam (Viet Nam HCA), mengatakan pasar halal global, memiliki nilai sebesar 2,77 triliun dolar AS.
"Sertifikasi halal adalah skema global untuk produk atau jasa. Ini adalah proses independen untuk memverifikasi bahan halal dan haram dan kondisi kemurnian diperlukan untuk memenuhi standar Alquran dan Syariah,"  ujar Omar.


Kampung Muslim di Vietnam
Asnida Riani, 30 Jun 2016, 21:08 WIB

Cham, kampung Islam di Vietnam. (quinnmattingly.com)
Bintang.com, Jakarta Bersama Kamboja, Myanmar, dan Thailand, Vietnam merupakan negara yang lekat akan Buddha. Persepsi tersebut diperkuat dengan keberadaan sejumlah kuil megah yang kerap jadi destinasi para travelerMulai yang letaknya berada di tengah riuh pasar, hingga puncak bukit batu cadas, semua ada. Meski demikian, 'teori' di mana ada mayoritas pasti menyisakan minoritas pun tak luput dari negara yang memiliki julangan gunung karst terbesar di dunia tersebut. Berada di antara 'rangkulan' doa-doa dan aroma dupa, 'napas' Islam tetap berhembus di negara yang pernah porak-poranda karena perang itu.
Adalah Cham, kampung muslim yang berada di provinsi Chau Doc. Masjid sewarna awan berdiri di tengah rumah-rumah panggung warga lokal. Uniknya, Islam 'dilokalkan' di sini. Misalnya saja pelafalan 'Allahu Akbar' yang menjadi 'A-la-hoa-Cap-bat.
'Sentuhan' Islam kian kentara di Cham dengan perempuan, baik anak-anak maupun dewasa, yang terlihat mengenakan jilbab. Sederhana, namun keseharian kampung Cham ini mungkin bisa menenangkan dan membuatmu lupa akan berbagai kompleksitas metropolitan.
Warga lokal Cham kebanyakan merupakan keturunan muslim Champa yang masih memenuhi sejumlah wilayah di Vietnam hingga kini. Selain Cham, muslim di negara tetangga Laos ini pun bisa ditemui di sejumlah wilayah, termasuk di beberapa titik di aliran Sungai Mekong.
Kehidupan warga Muslim di Vietnam
Sri Lestari Wartawan BBC Indonesia, 8 Juli 2015


Image caption Masjid Al Eshan yang menjadi pusat kegiatan umat Islam di Da Phouc.
Puluhan orang perempuan dari etnis Cham tengah sibuk berbelanja di pasar kaget di wilayah Da Phouc, Provinsi An Giang, Vietnam untuk persiapan buka puasa. Suasananya lebih tampak seperti di Indonesia ketimbang di Vietnam, lantaran para perempuan tersebut hampir semuanya mengenakan baju gamis dan berkerudung. Sementara beberapa lelaki terlihat menggunakan sarung dan peci terlihat tengah duduk di depan masjid Al Ehsan di Da Phouc, dekat kota Chau Doc di Provinsi An Giang. Ketika adzan yang menandakan salat ashar berkumandang dari masjid Al Ehsan tampak puluhan lelaki menghentikan pekerjaan mereka dan beranjak ke dalam masjid. Di Provinsi An Giang, ada lima desa yang dihuni oleh etnis Cham, tetapi hanya satu desa di sekitar Masjid Al Ehsan, Da Phouc, An Phu yang seluruh penghuninya beragama Islam.
“Ada sekitar 600 kepala keluarga atau 2.000 orang di sini dan semua penghuninya adalah etnis Cham,” jelas Imam masjid Al Ehsan, Ibrahim Sulaiman .
Dulu etnis Cham menganut Hindu, yang merupakan mayoritas penduduk di Kerajaan Champa, yang menguasai wilayah selatan dan tengah Vietnam. Tetapi kemudian secara bertahap mereka berpindah menganut Islam.
Putri Champa

Image copyright Getty Image caption Suasana Ramadan di Vietnam yang Komunis sama dengan suasana pada umumnya di Indonesia.
Raja terakhir, Po Chien, merupakan seorang Muslim, yang pengikutnya menyebarkan agama Islam sampai ke Indonesia, yang dikenal dengan Putri Champa atau Darawati yang makamnya terdapat di Trowulan.
Ketika Kerajaan Champa ditaklukan Vietnam pada abad ke 15, Po Chien dan pengikutnya kemudian bermigrasi ke Vietnam bagian selatan dan sebagian berpindah ke Kamboja. Bangunan menara kuno peninggalan kerajaan Champa di wilayah pusat pemerintahannya di Nha Trang telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya yang dilindungi. Kini etnis Cham merupakan kelompok minoritas di Vietnam, yang berjumlah lebih dari 160.000 ribu orang dari total populasi sekitar 90 juta penduduk.
Sebagian besar dari mereka beragama Islam, meskipun ada yang masih menganut kepercayaannya leluhur yang disebut Cham Bani.
Etnis Cham Melayu

Image caption Mohamad Yousuf menuturkan banyak pendatang dari Malaysia dan Indonesia menetap di An Giang.
Di An Giang, mereka menyebut dirinya sebagai etnis Cham Melayu. Ini tidak terlalu mengherankan, karena percampuran budaya Cham dan Melayu di daerah ini sangat terasa. Sejak dulu banyak pendatang dari Malaysia dan Indonesia ke An Giang, ungkap Imam Besar Masjid Mubarak yang terletak di Tan Chau, Mohamad Yousuf.
"Sejak dulu banyak pendatang dari Malaysia dan Indonesia. Mereka menikah dengan orang sini, orang Cham di Vietnam," kata Yousuf. Para pendatang dari Malaysia kemudian membangun masjid tertua di kampung ini yaitu Masjid Mubarok pada 1750. Etnis Cham dari wilayah ini juga banyak yang meneruskan pendidikan agama melalui beasiswa dari berbagai negara, karena sarana pendidikan yang kurang di Vietnam, jelas Gazali Bin Ahmad, guru Agama di Masjid Mubarok.
“Ada yang belajar di Malaysia, Indonesia, Madinah. Anak-anak itu belajar dengan gratis, karena Muslim di Vietnam tidak memiliki uang untuk belajar, dan nanti ketika pulang mereka mengajar di kampung,” jelas Gazali. Gazali mengatakan para lulusan luar negeri itu akan mengajarkan pendidikan al Qur’an kepada anak-anak madrasah-madrasah di Vietnam.
Bebas beribadah 
Di An Giang, masjid Al Ehsan, tengah dipugar dengan sumbangan dari negara tetangga yang berpenduduk mayoritas Muslim. Meski pemerintah negara ini menganut paham Komunis, dan mengontrol masyarakatnya dengan ketat, tetapi Umat Muslim di Vietnam bebas menjalankan ibadah. Malah sebagai etnis minoritas, pemerintah Vietnam memberikan fasilitas untuk warga Cham, seperti dijelaskan oleh Dosen Fakultas Studi Oriental Universitas Social Science and Humanities Ho Chi Minch, Nguyen Thanh Tuan.
"Banyak bantuan dan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada etnis Cham, terutama di masalah pendidikan," jelas Dia. Tetapi bantuan dari pemerintah tersebut dianggap belum cukup, untuk memenuhi kebutuhan pendidikan agama Islam, jelas Ibrahim. "Masih kurang sekolah agama tingkat yang tinggi, sebaliknya madrasah di sini banyak sekali," jelas Ibrahim.
Pekerjaan sulit
Selain masalah pendidikan, warga Cham di Vietnam masih sulit untuk mencari pekerjaan. Desa Cham Muslim di pinggiran sungai Mekong, terutama Da Phuoc, merupakan tujuan wisata yang populer bagi turis. Namun demikian, sebagian besar penduduknya tidak mendapatkan banyak keuntungan dari jutaan turis, meski ada beberapa orang yang menjual barang-barang kerajinan dan hasil tenun ke para turis, ungkap Sulaiman.
“Kami tak mendapatkan keuntungan dari turis yang datang, tak ada dari kami yang berbisnis di sana, ya kebanyakan orang Vietnam itu," jelas dia. Penduduk wilayah ini kebanyakan bekerja sebagai nelayan, petani dan berdagang, tetapi sebagian besar dari mereka memilih bekerja di kota lain. Kondisi yang sama dialami etnis Cham di pinggiran sungai Mekong lainnya yang berada di seberang Kota Chau Doc, seperti disampaikan Gazali. "Di sini sangat sedikit pekerjaan,” jelas Gazali.
Seorang etnis Cham lainnya, Karim mengatakan dia bekerja di Ho Chi Minh setelah lulus sekolah agama di Malaysia. “Saya bekerja dengan orang Malaysia di Ho Chi Minh di perusahaan tour and travel dan sekarang sedang mengambil cuti selama Ramadan ,” jelas Karim.

5 Fakta Menarik Tentang Islam di Vietnam
Tebuireng.org,  24 September 2016 

Salah satu masjid di Vietnam yang dibangun atas bantuan Uni Emirat Arab. (Sumber: en.wikipedia.org)
Vietnam yang bernama resmi Republik Sosialis Vietnam adalah negara paling timur di Semenanjung Indochina di Asia Tengara. Vietnam berbatasan dengan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah utara, Laos di sebelah barat laut, Kamboja di sebelah barat daya dan di sebelah timur terbentang Laut China Selatan. Negara terpadat ke-13 di dunia ini, 
Vietnam adalah salah satu negara Komunis di dunia. Pastinya agama apapun, termasuk Islam tidak mendapatkan tempat dalam aturan pemerintahan. Namun, apakah Vietnam mengekang rakyatnya yang beragama? Sebagai agama minoritas, bagaimanakah Islam meneruskan kehidupan di negera yang dijuluki Vietnam Rose itu. Tahukah, jika di negara ini, Islam pernah berkembang dan bahkan mempengaruhi penyebaran Islam di Nusantara? Ada fakta-fakta menarik tentang Islam di Vietnam, mulai dari sejarah hingga keadaan Islam dan muslim di salah satu negara ASEAN tersebut. Berikut adalah ulasannya:
1.Sisa-sisa Peradaban Kerajaan Champa

Bekas bangunan kerajaan Champa (sumber: belajarjadiarkeolog.blogspot.com)
Di antara anda mungkin pernah mendengar Kerajaan Champa. Seorang putri dari kerajaan tersebut di era akhir Kerajaan Majapahit, yang biasa disebut dengan Putri Champa. Kerajaan Champa (bahasa VietnamChiêm Thành) adalah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan (termasuk sebagian Kamboja), diperkirakan antara abad ke-7 sampai dengan 1832 M.
Sebelum Champa, terdapat kerajaan yang dinamakan Lin-yi (Lam Ap), yang didirikan sejak 192, tetapi hubungan antara Lin-yi dan Champa masih belum jelas. Komunitas masyarakat Champa, saat ini masih terdapat di Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Pulau Hainan (Tiongkok). Bahasa Champa termasuk dalam rumpun Aistronesia.

Fesitfal yang dilakukan orang-orang Cham saat Ramadan
Sebelum penaklukan Champa oleh by Lê Thánh Tông, agama dominan di Champa adalah Syiwaisme dan budaya Champa sangat dipengaruhi oleh India. Islam mulai memasuki Champa setelah abad ke-10. Namun, baru setelah invasi 1471, pengaruh agama ini menjadi semakin cepat. Pada abad ke-17 keluarga bangsawan Champa juga mulai memeluk agama Islam. Orang-orang Cham (sebutan untuk orang-orang Kerajaan Champa, berorientasi kepada Islam. Pada Vietnam menganeksasi wilayah mereka, mayoritas orang Cham telah memeluk agama Islam.
2.        Ikut Andil Menguatkan Islam Secara Politis di Jawa

    Gerbang Makam Putri Champa di Trowulan Mojokerto
Walau mayoritas telah memeluk Islam, budaya muslim Cham masih dipengaruhi oleh Hindu.  Catatan-catatan di Indonesia menunjukkan adanya pengaruh Putri Anarawati atau Dwarwati, seorang Putri Champa yang beragama Islam, terhadap suaminya, Brawijaya V, sehingga beberapa keluarga Kerajaan Majapahit akhirnya memeluk agama Islam. Makam Putri Champa dapat ditemukan di Trowulan, situs ibukota Kerajaan Majapahit.  
Sejarah Putri Champa memang beragam. Bahkan makamnya saja kontroversi, ditemukan di berbagai tempat. Cerita pertama, Putri Champa adalah istri Sunan Giri yang terkenal dengan romantisme kisah percintaan mereka berdua. Sehingga ada makam Putri Champa di Dusun Petukangan Kelurahan Gending berjarak 4 km dari alon-alon Kota Gresik ke arah barat daya, 2 km dari bekas Giri Kedaton.
Cerita kedua, Putri Champa adalah istri Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Dari pernikahan ini lahirlah Raden Patah, pediri Kerajaan Demak. Maka jika menganut pada cerita ini, Putri Champa atau di  Jawa disebut dengan Cempo, adalah bibi dari Sunan Ampel. Makam Putri Champa versi ini, ada di Trowulan Mojokerto di belakang Pendopo Agung, dekat dengan monumen Amukti Palapa Gajah Mada.
Cerita ketiga berasal dari Desa Bonang Lasem Rembang. Putri Champa yang dimakamkan disana dipercaya sebagai putri dari Syaikh Ibrahim Asmarakandi bernama Dewi Kasyifah. Sejak kecil ia menuntut ilmu ke Champa dan disana diangkat anak oleh seorang Tionghoa muslim. Dewi Kasyifah dinikahkan dengan Raja Brawijaya dengan syarat orang-orang Tionghoa diizinkan tinggal di Jawa dan dijaga keselamatannya. Dari pernikahan itu lahirlah Raden Patah.
Setelah Raden Patah diangkat sebagai Sultan Demak pertama, pada tahun abad 15 M., Dewi Kasyifah mengunjungi sang putra bertepatan dengan adanya musyawarah para wali. Atas permintaan Raden Ibrahim Sunan Bonang, serta persetujuan R. Patah beserta Ibunya Dewi Indrawati diajak ke Bonang Lasem untuk mengajar dan dan memimpin para Muslimat di Bonang. Akhirnya Putri Campa ibu Raden Patah menjadi muballighah hingga akhir hayatnya. Beliau wafat dan dimakamkan di dekat Pasujudan Kanjeng Sunan Bonang di desa Bonang Lasem.

Raden Patah (sumber: wacana.co)
Fakta bahwa Raden Patah adalah putra Putri Champa juga diperdepatkan oleh berbagai sumber. Babat Tanah Jawi dan Kronik Kuil Sam Po Kong cenderung memberikan keterangan bahwa sebenarnya Putri Champa dinikahi Brawijaya V Bhree Kertabumi sebelum menjadi raja, masih menjabat sebagai Putra Mahkota. Bahkan, Raden Patah dikatakan bukan sebagai putra pasangan Brawijaya-Putri Champa, melainkan hasil pernikahan Brawijaya dengan seorang selir dari Gresik putra saudagar sekaligus ulama keturunan China, Tan Go Hwat atau Kiai/Syaikh Bantong.
Tak hanya nasab dan keturunannya, perbedaan pendapat juga muncul dimanakah letak Champa itu. Ada yang mengatkan Champa ada di Vietnam Tengah dan Selatan dengan nama Kerajaan Champa, hal itu diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Christiaan Snouck Hurgronje, orientalis Belanda yang mengatakan Champa ada di sekitar Kamboja-Vietnam. Pendapat lain mengatakan Champa ada di Tiongkok, hal itu condong kepada cerita yang menyangkut Putri Champa sebagai Istri Sunan Giri. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud Champa adalah Jeumpa di Aceh. Itu adalah pendapat Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, Jenderal Hidia Belanda dari Kerajaan Inggris dalam bukunya “The History of Java”.
Terlepas dari kontroversi cerita yang berkembang, Putri Champa ikut andil dalam penyebaran  dan penguatan Islam secara politik di Tanah Jawa, terutama melalui Kerajaan Majapahit yang dipimpin Prabu Brawijaya V. Putri Champa atau Putri Cempo melahirkan seorang putra yang menjadi Raja Muslim pertama di Jawa melalui Demak Bintaro atas bantuan dan dukungan para wali. Putri Champa bisa dikatakan adalah salah satu cikal bakal Islam berkembang di Jawa dari gerakan bawah tanah, menjadi gerakan politik yang kuat.
3.        Agama Minoritas yang Terus Meningkat 

       Muslim Vietnam
Kaum Muslim di Vietnam hanyalah sebuah komunitas kecil. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah yang biasa disebut Distrik VIII. Dahulu,  ketika wilayah itu masih bernama Saigon, daerah tersebut merupakan tempat generasi keturunan Kerajaan Champa tinggal atau biasa disebut dengan orang Cham. Sisa-sisa kerajaan itu masih ada di bagian tengah dan selatan Vietnam.
Kantor berita AFP, pada tahun 2010 lalu, merilis data jumlah penduduk muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa. Namun, menurut situs religiouspopulation.com, jumlah umat Islam di Ibu kota Ho Chi Minh mencapai 5.000 orang.  Rumah makan yang menawarkan makanan halal dan masjid-masjid serta madrasah juga banyak ditemukan.
Secara umum, total populasi Muslim, terutama dari komunitas Cham, di negara yang berpenduduk 86 juta orang itu sekitar 100 ribu orang. Namun, hasil survei yang dilakukan The Pew Research Center pada Oktober 2009, menyatakan bahwa jumlah umat Islam di Vietnam mencapai 71.200 jiwa. Angka itu mengalami kenaikan dibandingkan data hasil sensus pada 1999 yang hanya mencapai 63.146 jiwa.
Sekitar 77 persen umat Islam di Vietnam menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh Thuan Province,  24 persen di Provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9,0 persen di Kota Ho Chi Minh.  Sekitar  22 persen menetap di wilayah Sungai Mekong, khususnya  di Provinsi An Giang.  Sisanya, sekitar 1,0 persen tersebar di wilayah-wilayah lainnya.
Berdasarkan data dari pemerintah, Islam adalah agama dengan pemeluk terkecil dari enam agama yang berkembang di Vietnam. Kegiatan keagamaan masih dibawah kontrol pemerintah Vietnam yang beraliran komunis. Namun, kegiatan ibadah bagi masing-masing dapat dijalankan dan berkembang dengan baik.
4.        Secara Kultural Lebih dekat dengan Malaysia dan Indonesia

     Masjid ar Rahim di Ho Chi Minh City adalah masjid tua di Vietnam yang didirikan oleh para pendatang dari Indonesia dan Malaysia pada tahun 1885
Sekarang ini ada sekitar 16 masjid di kota Ho Chi Minh. Kebanyakan dari masjid tersebut didanai oleh negara-negara Timur Tengah. Salah satunya adalah Masjid Jamiul Anwar yang dibangun pada  2006. Masjid itu didanai oleh Uni Emirat Arab dan Palang Merah.
Meskipun kerap mendapatkan bantuan dari Timur Tengah, tetapi hubungan erat umat Muslim di Vietnam justru lebih terjalin dengan Malaysia dan Indonesia. Karena mereka merasa lebih dekat secara kultural. Hubungan erat itu dimulai sekitar 20 tahun yang lalu, saat Vietnam secara bertahap membuka diri secara ekonomi. Bahkan pendatang dari Indonesia dan Malaysia sejak abad 17 M telah berdatangan ke Champa untuk membantu mengembangkan agama Islam. Itulah kenapa corak budaya Islam di Vietnam tidak jauh beda dengan Indonesia dan Malaysia.
Saat itu, sekitar abad 14 M Vietnam yang diwakili Kerajaan Champa telah memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Malaka. Hubungan itu terus berlanjut dari kegiatan ekonomi menjadi dakwah Islam. Sampai sekarang kerap kali pengajar agama, dai atau imam dari Malaysia didatangkan ke Vietnam. Sebaliknya, banyak pemuda muslim Vietnam yang telah menamatkan madrasah dikirim ke Malaysia untuk meneruskan belajar meraka.
Hubungan erat dengan Indonesia secara kultural tentunya terjalin karena adanya pernikahan Putri Champa dengan Raja Brawijaya V penguasa Majapahit. Sejak itu, Islam di Jawa semakin berkembang, karena kerajaan Hindu paling berpengaruh di Nusantara itu, telah hampir mengalami kehancuran karena perebutan kekuasaan, pemimpinan yang tidak cakap, serta adanya tekanan dari Kerajaan Demak, yang tak lain dipimpin oleh keturunan Majapahit Sendiri yaitu putra pasangan Brawijaya-Champa, Raden Patah (terlepas dari kontroversi).

5.        Bebas Beribadah Tetapi Sukar Dapat Kerja
Kehidupan muslim Cham di Vietnam
Walau berada di bawah kekuasaan pemerintah komunis yang mengontrol dengan ketat, muslim Cham dapat menjalankan ibadah dengan bebas dan nyaman.  Bahkan banyak fasilitas dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada muslim Cham, terutama dalam hal pendidikan. Namun, hal itu dirasa kurang cukup, karena kebutuhan akan pendidikan tinggi yang belum terpenuhi. Sebaliknya jumlah madrasah sangat banyak. Sehingga banyak dari pelajar muslim yang merantau ke Malaysia untuk meneruskan studi.
Islam yang berkembang di Vietnam adalah beraliran Sunni dan Bani. Muslim Sunni yang tersebar di seluruh penjuru negara itu bermazhab Syafi’i. Muslim Bani berkembang di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan. Aliran ini tidak terlalu populer karena mengadopsi pengaruh budaya domestik dan memiliki pengaruh kuat dari India. 
Ajaran tersebut dianggap menyimpang. Di antara ajaran yang paling disorot adalah ajaran ibadah yang hanya cukup diwakilkan oleh Imam saja, seperti puasa, shalat, dan haji. Kekurangan dai dan imam yang mumpuni dalam pengetahuan agama yang benar, dianggap menjadi pemicu. Selain itu, ajaran yang sudah lama dianut ini sudah sangat mengakar, sehingga susah untuk dicabut.
Walau kebebasan ibadah dijamin pemerintah, warga Cham mengaku sangat kesulitan mencari pekerjaan. Kendati daerah pinggiran Sungai Mekong adalah daerah wisata yang banyak dikunjungi oleh turis, tak membuat mereka sejahtera. Pedagang yang menjajakan makanan dan kerajinan khas Vietnam disana adalah orang-orang Vietnam, bukan Muslim Cham.
Sebagian besar dari mereka adalah petani, nelayan, berdagang kecil, tetapi kebanyakan memilih melakukan urbanisasi ke kota untuk mencari pekerjaan. Mereka yang sukses adalah yang mempunya pendidikan tinggi dan dapat meneyesuaikan diri di kota besar, seperti Ho Chi Minh. Itulah yang membuat masyarakat muslim Cham di Vietnam tidak berkembang secara pesat dibandingkan dengan agama-agama lainnya, karena tertinggal dalam ekonomi dan pendidikan.
Itulah 5 fakta menarik tentang Islam di Vietnam, negeri Komunis yang sempat terkoyak oleh perang saudara yang memecahnya menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Komunis yang dibekingi Rusia dan China menang atas nasionalis  yang dibantu Amerika yang melakukan invasi. Komunis menjadi penguasa sampai sekarang. Namun, yang patut disyukuri adalah kebebasan dalam beragama masih dijaga, walau akses ekonomi dan pendidikan harusnya juga lebih diperhatikan, karena pemuda-pemudi Cham juga adalah masa depan Vietnam.

Sejarah Perkembangan Islam di Vietnam 

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang penentuan tahun masuknya Islam ke Vietnam, namun mereka sepakat bahwa Islam telah sampai ke tempat ini pada adab ke 10 dan 11 Masehi melalui jamaah dari India, Persia dan pedagang Arab, dan menyebar antara jamaah cham sejak adanya perkembangan kerajaan mereka di daerah tengah Vietnam dan dikenal dengan nama kerajaan Champa.



a. Sejarah Kerajaan Campa

Campa terletak di seberang laut sebelah selatan propinsi Goangdong (Tiongkok Selatan) demikian menurut catatan Ma Huan dalam bukunya YingYang Sheng Lan (pemandangan indah di sebrang samudra) orang berlayar menuju ke sebelah barat daya dari kabupaten Chang Le, propinsi Fujian (Tiongkok Selatan) bila ada angin buritan kapal akan sampai di Campa pada hari ke-10. Di sebelah selatan Campa terdapat kerajaan tetangga bernama Kamboja. Di sebelah barat berbatasan dengan n Laos. Di sebelah laut timur adalah laut besar.

Di bagian timur laut Campa terdapat sebuah pelabuhan, Xinzhaou (Qoui-Nho) di pantai terdapat sebuah menara batu. Di sana tempat berlabuh kapal-kapal yang berdatangan. Kampungnya bernama Sri Vijaya dan dipimpin oleh dua kepala kampong yang mengurus 50-60 kepala keluarga. Kota Campapura sebagai ibu kota Kerajaan Campa terletak kira-kira 100 li (puluhan kilometer) di sebelah barat daya kampong itu. Di kota Campapura terdapat istana sang raja. Tembok kotanya terbuat dari batu dan berpintu empat. Pintu gerbangnya dijaga ketat. Kerajaan Champa (bahasa Vietnam: Chiêm Thành) adalah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan, diperkirakan antara abad ke-7 sampai dengan 1832. Sebelum Champa, terdapat kerajaan yang dinamakan Lin-Yi (Lam Ap), yang didirikan sejak 192, namun hubungan antara Lin-Yi dan Campa masih belum jelas. Komunitas masyarakat Champa, saat ini masih terdapat di Vietnam,Kamboja, Thailand, Malaysia dan Pulau Hainan (Tiongkok). Bahasa Champatermasuk dalam rumpun bahasa Austronesia.

Kerajaan Lin-Yi merupakan inti pertama negri Campa yang masuk sejarah pada akhir abad ke-2. Sumber-sumber Cina memberitakan pendiriannya sekitar tahun 192. Pembentukan kerajaan Lin-Yi pada tahun 192 didahului setengah abad sebelumnya, yakni pada tahun 137, dengan usaha penyerbuaan pertama terhadap Siang-Lin oleh segerombolan orang Bar-Bar yang kira-kira 1000 jumlahnya yang datang dari luar perbatasan Jen-Nan.

Sebelum terbentuknya Kerajaan Champa, di daerah tersebut terdapat Kerajaan Lin-Yi (Lam Ap), akan tetapi saat ini belum diketahui dengan jelas hubungan antara Lin-Yi dan Champa. Lin-Yi diperkirakan didirikan oleh Seorang pegawai peribumi yang bernama K’iu-Lien mengambil keuntungan dari merosotnya kekuasaan Dinasti Han akhirnya untuk membentuk wilayahnya dari sebagian wilayah militer Cina, kemudian menyatakan diri raja di Sianglin, wilayah yang paling selatan secara kasar dapat disamakan dengan bagian selatan yaitu di daerah kota Huế yang sekarang menjadi provinsi Vietnam: Thuathien. Mula-mula Lin-Yi, “ibu kota Lin disangka kependekan dari Siam-lin Yi, ibu kota-Siang-Lien. Tetapi akhir-akhir ini dikemukakan Menurut Stein kemungkinannya sebagai nama suku bangsa.

b. Wilayah Kekuasaan

Sebelum tahun 1471, Champa merupakan konfederasi dari 4 atau 5 kepangeranan, yang dinamakan menyerupai nama wilayah-wilayah kuno di India:

Indrapura – Kota Indrapura saat ini disebut Dong Duong, tidak jauh dari Da Nang dan Huế sekarang. Da Nang dahulu dikenal sebagai kota Singhapura, dan terletak dekat lembah My Son dimana terdapat banyak reruntuhan candi dan menara. Wilayah yang dikuasai oleh kepangeranan ini termasuk propinsi-propinsi Quảng Bình, Quảng Trị, dan Thừa Thiên–Huế sekarang ini di Vietnam. 

Amaravati – Kota Amaravati menguasai daerah yang merupakan propinsi Quảng Nam sekarang ini di Vietnam. 

Vijaya – Kota Vijaya saat ini disebut Cha Ban, yang terdapat beberapa mil di sebelah utara kota Qui Nhon di propinsi Bình Định di Vietnam. Selama beberapa waktu, kepangeranan Vijaya pernah menguasai sebagian besar wilayah propinsi-propinsi Quang-Nam, Quang-Ngai, Binh Dinh, dan Phu Yen. 

Kauthara – Kota Kauthara saat ini disebut Nha Trang, yang terdapat di propinsi Khánh Hòasekarang ini di Vietnam. Panduranga – Kota Panduranga saat ini disebut Phan Rang, yang terdapat di propinsi Ninh Thuận sekarang ini di Vietnam. Panduranga adalah daerah Champa terakhir yang ditaklukkan oleh bangsa Vietnam.

Diantara kepangeranan-kepangeranan tersebut terdapat dua kelompok atau suku: yaitu Dua dan Cau. Suku Dua terdapat di Amaravati dan Vijaya, sementara suku Cau terdapat di Kauthara dan Panduranga. Kedua suku tersebut memiliki perbedaan tata-cara, kebiasaan, dan kepentingan, yang sering menyebabkan perselisihan dan perang. Akan tetapi biasanya mereka berhasil menyelesaikan perselisihan yang ada melalui perkawinan antar suku.

C. Kedatangan Islam Di Campa

Pada awalnya Champa memiliki hubungan budaya dan agama yang erat dengan Tiongkok, namun peperangan dan penaklukan terhadap wilayah tetangganya yaitu Kerajaan Funan pada abad ke-4, telah menyebabkan masuknya budaya India. Setelah abad ke-10 dan seterusnya, perdagangan laut dari Arab ke wilayah ini akhirnya membawa pula pengaruh budaya dan agama Islam ke dalam masyarakat Champa.

Sebelum penaklukan Champa oleh by Lê Thánh Tông, agama dominan di Champa adalah Syiwaisme dan budaya Champa sangat dipengaruhi India. Islam mulai memasuki Champa setelah abad ke-10, namun hanya setelah invasi 1471 pengaruh agama ini menjadi semakin cepat. Pada abad ke-17 keluarga bangsawan para tuanku Champa juga mulai memeluk agama Islam, dan ini pada akhirnya memicu orientasi keagamaan orang-orang Cham. Pada saat aneksasi mereka oleh Vietnam mayoritas orang Cham telah memeluk agama Islam. Kebanyakan orang Cham saat ini beragama Islam, namun seperti orang Jawa di Indonesia, mereka mendapat pengaruh besar Hindu. Catatan-catatan di Indonesia menunjukkan pengaruh Putri Darawati, seorang putri Champa yang beragama Islam, terhadap suaminya, Kertawijaya, raja Majapahit ketujuh sehingga keluarga kerajaan Majapahit akhirnya memeluk agama Islam. Makam Putri Campa dapat ditemukan di Trowulan, situs ibukota Kerajaan Majapahit.

Kedatangan Islam di Campa dibuktikan dengan adanya dua buah prasasti kufi yang di temukan di Phanrang/ pahanri (Panduranga). Dalam prasasti tersebut bertarikh 1039 M, dan yang saytu bertarikh 1035- 1039 M, ini menunjukkan bahwa orang Islam telah datang dan menetap di Campa semenjak pertengahan abad ke-10. Dalam cerita lain disebutkan bahwa telah ada hubungan antara Campa dengan Islam sekitar tahun 1000 hingga tahun 1036 M. Jadi, Raja Campa pergi ke Makkah selama kurang lebih 37 tahun kemudian kembali lagi ke Campa. Adapun mengenai siapa orang Islam pertama yang datang dan menetap di Campa, Fatimi dan Ravaise berpendapat bahwa kebanyakan orang Islam yang datang ke Campa adalah orang-orang dari Parsi. Sebagai buktinya ialah pengembaran orang-orang Cina yang bernama I-Ching yang menaiki sebuah kapal Po-see (Parsi) pada tahun 671.
            Dari kedua ukiran tulisan prasasti kufi di atas dikatakan bahwa keduanya ini berasal dari Syi’ah yang di tulis oleh orang Parsi/ orang Islam Parsi, salah satu diantara keduanya yaitu bertuliskan Abu Kamil. Yang mempunyai tujuan sama seperti orang Persia dan Iraq datang ke Campa diduga untuk mencari kekayaan. Mengenai prasasti yang kedua Fatimi dan Ravaise juga berpendapat bahwa prasasti tersebut telah ditulis oleh orang Parsi juga yang bertuliskan Mahmud Ghaznawi yang pada waktu itu memerintah hampir seluruh Persia. Selain itu petunjuk lain mengenai Islam di Campa ini adalah adanya upacara-upacara Cam Bani misalnya upacara menamai bayi yang hampir semuanya rata-rata bernama Ali, Ibrahim atau Muhammad untuk bayi laki-laki dan Fatimah untuk bayi perempuan, ini menandakan pengaruh dari unsur Syiah atau Parsi. Pada masa ini juga dunia Melayu sedang mengalami Islamisasi. Jadi, Islam mulai sepenuhnya berkembang di Cam setelah mereka berhubungan dengan dunia Melayu.
             Seperti yang telah dijelaskan diatas orang Islam dikawasan Panduranga memanggil diri mereka Cam Bani yang diambil dari bahasa Arab “Bani” artinya anak atau keturunan. Dan Kebanyakan para pegawai Bani ini memahami bahasa Arab dan memiliki beberapa salinan Al- Qur’an. Masjid menghadap ke Makkah dan ditutup hampir sepanjang tahun kecuali pada bulan Ramadhan. Ramadhan yang di kenal sebagai Ramadon atau bulan ok (bulan berpuasa) adalah yang diperuntukan kepada ahli-ahli agama Bani yang akan berpuasa mewakili semua komuniti. Namun mereka hanya berpuasa hanya tiga hari pertama bulan tersebut. Khutbah sembahyang Jum;at terdiri dari Syarahan (kajian) yang dipetik dari beberapa ayat Al-Qur’an, diikuti dengan jamuan makan. Meskipun Campa ini merupakan Islam dan Allah disertakan dalam imannya tetapi dalam pelaksanaannya berbeda dengan Islam. Yang didalamnya terdapat beberapa kesan tentang kepercayaan primitife Melayu-Polinesia yang bercampur aduk dengan unsur- unsur Brahmanisme. Menurut mereka meskipun beragama Islam namun tidak salah apabila melibatkan “Po Yang” (kesucian) yang dipandang tinggi oleh orang kafir. Mereka menyambut satu upacara pemujaan khas yang dipandang sebagai semangat bayi yang meninggal ketika masih bayi atau keguguran. Mereka percaya bahwa semangat ini menunggu untuk dihidupkan kembali.

D. Islam Dan Kerajaan Campa
Islam masuk dan berkembangnya di Vietnam, khususnya Islam pada tahap awal tidak bisa dilepaskan dari kehadiran kerajaan dan etnis Campa, uraian tentang Islam di Vietnam diawali dengan uraian sejarah keberadaan Campa Kuno dan Etnis Campa.
Campa, menurut literatur Cina dari negeri bernama Lin-Yi (yang muncul pada 192 M), terletak dibagian tengah negeri Vietnam sekarang, antara Gate Of Annam (Hoanh Son) di uatara dan sungai Donnai selatan. Penduduk Lin-Yi bertutur dalam bahasa Cham dari rumpun Austronesia. Sejak awal Lin-Yi negeri yang takluk pada china dan membayar upeti kepada China. Nama “Campa” disebut dan dipakai pertama kali dalam dua buah inskkripsi bahasa sansekerta, satunya bertarikh 658 M yang ditemukan bagian tengah Vietnam. Dan satu lagi ditemukan pada 668 M di kamboja. Abad VIII merupakan puncak kerajaan Campa, yang ditandai dengan kekuasaan wilayahnya daan kemajuan peradabannya.
Pada masa ini, Campa merupakan sebuah kerajaan persekutuan yang terdiri dari kerajaan negeri : Indrapura, Amarawati, Vijaya, Kauthara dan Pandurangan yang masing-masing mempunyai pemerintah yang otonom dengan ibu negara Indrapura (Quang Nam sekarang). Kerajaan Campa mempunyai hubungan dengan kerajaan-kerajaan tetangganya, dengan China dan Vietnam diuatara,Kamboja dibarat, dan Nusantara di selatan. Contoh secara teratur mengirim utusan-utusan dan mengadakan hubungan ekonomi dan keagamaan dengan China. Ajaran agama yang dianut masyarakat Campa pada abad VIII dan IX adalah buddha mahayana, yang merambah Campa melalui sami (Pendeta Buddha) yang datang dari Cina. Adapun relasinya dengan nusantara bermula ketika terjadi perompakan besar-besaran oleh orang Jawa penghujung abad VIII. Hubungan itu kemudian menjadi lebih baik dalm bentuk hubungan perdagangan dan persahabatan.

Pada abad IX, terjadi peralihan orientasi Campa dari China. Mulai jaman ini kebudayaan Campa termasuk sistem sosial keagamaan dan lain sebagainya, dipengaruhi oleh budaya India dan agama Hindu dan Budha. Pada 939 M, muncul kekuatan baru di wilayah ini, yakni Dai Viet (kemudian menjadi Vietnam). Mulai sejak itu terjadi peperangan yang berkepanjangan antara Vietnam dan Campa. Pada 982 M, Vietnam berhasil menghancurkan ibu kota Indrapuraraja Campa memindahkannya jauh ke selatan, yakni ke Vijaya (Binh Dinh sekarang). Namun pada 1044, Dai Viet (Vietnam) bahkan berhasil menduduki kota Vijaya dan membunuh rajanya. Berbagai usaha pernah dilakukan raja-raja Campa untuk membalas dendam dan menyerang Vietnam yang semakin dapat memperbesar wilayahnyadan mencaplok Campa. Suatu kali kerajaan Campa pernah kembali pada masa kejayaannya, meski hanya dalam durasi singkat, yaitu ketika diperintah oleh Che Bong Nga (1360-1390), dialah yang berhasil dalam usaha mengembalikan wilayah yang dirampas Vietnam dan dalam memerintah dengan cukup adil serta berjaya memerangi para perampok.

Pada 1471, Raja Vietnam Le Thanh Tong menyerang Campa secara besar-besaran, dan menghancurkan Vijaya, membunuh lebih 40.000 penduduk, mengusir lebih dari 30.000 lainnya dari bumi Campa, bahkan lebih jauh lagi dia telah menghancurkan sisa-sisa kebudayaan Campa yang dipengaruhi Hindu/Buddha dan kemudian menggantikannya dengan kebudayaan China/Vietnam. Dengan kemenangan Le Thanh Tong 1471 itu, tamatlah riwayat kerajaan Campa belahan utara, khususnya Indrapura, Amarawati, Vijaya.

Selanjutnya yang bertahan adalah sisa-sisa kerajaan Campa belahan selatan, yaitu Kauthara dan Panduranga, yang diperintahi oleh Bo Tri Tri dan pengganti-penggantinya. Kerajaan Campa mulai menerima kebudayaan melayu serta Islam yang masuk melalui pelabuhan Panduranga dan Kauthara, dan juga meningkatkan hubungan dengan negeri-negeri di Melayu dan Nusantara. Bahkan dikabarkan bahwa raja Campa yang bernama Po Klau Halu (1579-1603) sudah memeluk Islam dan pernah mengirim tentaranya untuk membantu Sultan Johor di Semenanjung Malaka untuk berperang menentang Portugis pada 1511.

Bagaimanapun raja Ngunyen dari Vietnam menaklukan Khautara (1659) danPanduranga (1697). Akibatnya, raja Pandurangan terakhir, Po Chei Brei terpaksa mengungsi meninggalkan negereinya bersama ribuan pengikutnya menuju Rong Damrei di Kamboja. Pada 1832 penguasa Vietnam Minh Menh melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap sisa-sisa terakhir penduduk Campa Panduranga, dan merampas seluruh sawah ladang mereka serta memasukkan wilayah Pandurangan menjadi bagian Vietnam. Hal ini menandai lenyapnya sisa-sisa kerajaan Campa terakhir dari peta bumi untuk selamanya, walaupun kebudayaan dan etnis Campa tetap berlanjut dipengungsian yakni Kamboja.

Seperti telah diuraikan sebelumnya banyak orang Campa yang meninggalkan tanah airnya karena desakan Nan Tien atau pergerakan orang-orang Vietnam ke selatan. Untuk menyelamatkan diri mereka Hijrah ke Kamboja. Di Kamboja mereka bertemu dengan kelompok Melayu yang datang dari Nusantara. Akulturasi budaya yang terjadi karena persamaan agama dan rumpun bahasa Austronesia tersebut membentuk sebuah komunitas masyarakat baru yang di sebut Melayu-Campa atau Java-Campa.

Mazhab Yang Diikuti

Terdapat dua mazhab besar umat Islam di Vietnam: mazhab Sunni dan mazhab Bani. Adapun mazhab Sunni tersebar diseluruh penjuru negara kecuali dua tempat antara Tuan Han dan Ninh Thuan, dan mayoritas mereka menganut mazhab Syafi’i. Adapun mazhab Bani tersebut di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan, dan mazhab ini tidak banyak dikenal oleh umat Islam di dunia; karena memiliki ciri khusus domistik dan memiliki pengaruh kuat warisan dari India yang banyak bertentangan dengan ajaran Islam yang benar, seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili jamaah, tidak ada perhatian dari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga menyebar di tengah mereka ajaran-ajaran syirik, dan tersebar di tengah mereka aktivitas yang tidak sesuai dengan aqidah yang benar oleh karena kebodohan, sedikitnya ulama dan para dai. Dan ketika datang bulan Ramadhan mereka memisahkan diri dari istri-istri mereka sejak awal bulan hingga akhir, karena mereka tinggal di masjid selama bulan Ramadhan, dan banyak lagi permasalahan lainnya yang ada di sana. Boleh jadi phenomena terjadi oleh karena kebodohan mereka terhadap Islam dan ajaran-ajaran yang sebenarnya, dan terputusnya hubungan mereka dengan dunia Islam dalam waktu lama sehingga mereka memiliki keyakinan apa yang dalam Islam dan bahkan hingga mencapai pada tuduhan bahwa mazhab sunni adalah bid’ah. Sebagaimana yang terjadi di sana adanya perselisihan dan perdebatan tentang tema antara mereka dan mazhab Sunni.

Pada tahun 1959 sebagai mereka umat Islam bagian selatan, khususnya umat Islam di kota Shai Ghon, dan terjadi perkenalan dan dialog di tengah mereka tentang Islam sehingga mereka memahami bahwa jamaah mereka jauh dari hakikat Islam, dan mereka mulai belajar dari mereka ajaran yang benar, dan juga memperbaharui keislaman mereka dan memperbaikinya. Kemudian kelompok ini pulang ke negeri mereka dan mengajak masyarakat pada ajaran Islam yang bersih dan benar, maka dakwah itupun berhadapan dengan berbagai bentuk penolakan, pendustaan dan tuduhan dari warga dan menganggapnya sebagai bid’ah dan khurafat. Namun berkat karunia Allah SWT, mampu memenangkan agama dari keyakinan yang menyimpang dan agama yang batil yang diacuhkan kecuali Allah mampu menyempurnakan cahaya-Nya sehingga sebagian mereka menerima dakwah ini dengan penuh kepuasan dan kerelaan, dan akhirnya mereka memperbaharui dan memperbaiki keislaman mereka.

Dan melalui ini terjadi titik tolak penting dalam sejarah berupa bersinar kembali cahaya Islam di tengah mereka setelah sebelumnya mengalami kejahilan di negeri mereka dalam waktu yang lama, dan akhirnya setiap hari terus bertambah orang-orang yang memperbaharui keislaman mereka. Dan bertambah pula 4 pembangunan masjid di daerah tersebut, karena keberadaan mereka dalam masjid-masjid yang ada dapat mengarah pada perbedaan dan perdebatan. Adapun masjid yang dimaksud adalah masjid Phuic Nhon, masjid An Xuan, masjid Van Lam, dan masjid Nho Lam, dan semuanya terdapat di propinsi Ninh Thuan.

Sementara itu gerakan pembaharuan tidak mencakup propinsi Ninh Thuan, sehingga penduduknya tetap berada pada keyakinan tersebut hingga datang pembaharuan yang dibawa oleh sebagian pemuda Islam mereka pada tahun 2006, sebagaimana sisa dari mereka menerima gerakan ini dan bertambah jumlah mereka, karena mereka betul-betul membutuhkan orang yang bisa mengajarkan Islam kepada mereka.

Kelompok-kelompok klasik umat Islam

Umat Islam Vietnam banyak yang loyal pada suku-suku beragam, dan melalui tulisan dapat kita bagi pada 3 kelompok:

Kelompok pertama: Muslim Tcham, yang merupakan kelompok mayoritas.

Kelompok kedua: umat yang berasal dari suku-suku yang beragam, mereka adalah pedagang muslim yang datang dari negeri-negeri yang beragam kemudian menikah dari anak-anak negeri tersebut, seperti Arab, India, Indonesia, Malaysia dan Pakistan, dan jumlah mereka merupakan kelompok terbesar dari jumlah umat Islam secara keseluruhan.

Kelompok ketiga: muslim dari warga Vietnam asli, dan mereka adalah warga Vietnam yang masuk setelah berinteraksi dengan para pedagang muslim dan komunikasi secara baik, seperti kampng Tan Buu pada bagian kota Tan An, baik dengan masuknya warga kepada Islam atau mereka masuk Islam melalui pernikahan.

Kondisi umat Islam

Umat Islam adalah bagian dari penduduk negeri, maka dari itu kondisi mereka sangat berhubungan dengan pertumbuhan negara dan kemajuannya. Dan kondisi negara Vietnam sepanjang tahun terakhir ini mengalami kemajuan yang pesat dan prestasi yang banyak yang belum pernah dialami pada pemerintahan sebelumnya. Pada tahun 2007, Vietnam resmi menjadi anggota organisasi negara perdagangan internasional, setelah mampu berpartisipasi melakukan perbaikan ekonomi dan meluas jaringannya pada beberapa tahun terakhir. Karena itulah Vietnam menjadi salah satu dari negara yang mampu membangun beberapa komponen perbaikan ekonomi dan membuka negara di hadapan investor asing dan perusahaan-perusahaan swasta dengan jumlah milyaran dollar untuk menanamkan investasinya di berbagai lini dan sektor yang beragam.

Dan jika dibandingkan dengan kondisi umat pada kurun sebelumnya umat Islam saat ini mengalami perbaikan, sehingga sebagian umat Islam mampu keluar dari sangkar kemiskinan dan ketiadaan, bahkan berubah kondisi hidup mereka. Namun jumlahnya masih terbatas, karena masih banyak dari umat Islam bahkan dalam jumlah yang begitu besar umat Islam menghadapi berbagai problema kemiskinan dan permasalahan materi khususnya yang tinggal di luar dari Ho Chi Minh City.

sumber :
http://www.dakwatuna.com/2009/06/09/2737/umat-islam-di-vietnam/

http://ajiraksa.blogspot.com/2012/06/perkembangan-islam-di-vietnam.html

1 comment :

  1. kisah yang menarik, sejarah yang menjadi titik balik peradapan islam di asia tengara

    ReplyDelete