Islam di Vietnam
Rep: rosyid
hakiim/ Red: Heri Ruslan
wikispaces.com
Bendera
Vietnam (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, Suara azan terdengar berkumandang
dari gang-gang padat penduduk di kota Ho Chi Minh, Vietnam. Sejumlah pria
dengan penutup kepala putih dan sarung berjalan menuju masjid. Pemandangan
yangi sangat umum di kota-kota di Indonesia itu juga terlihat di negeri
komunis, Vietnam.
Kaum Muslim di Vietnam hanyalah sebuah komunitas kecil. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah yang biasa disebut Distrik VIII. Dahulu, ketika wilayah itu masih bernama Saigon, daerah tersebut merupakan tempat generasi keturunan Kerajaan Campa tinggal. Sisa-sisa kerajaan itu masih ada di bagian tengah dan selatan Vietnam. Masyarakat dari kerajaan itu sering disebut sebagai orang-orang Cham.
Kaum Muslim di Vietnam hanyalah sebuah komunitas kecil. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah yang biasa disebut Distrik VIII. Dahulu, ketika wilayah itu masih bernama Saigon, daerah tersebut merupakan tempat generasi keturunan Kerajaan Campa tinggal. Sisa-sisa kerajaan itu masih ada di bagian tengah dan selatan Vietnam. Masyarakat dari kerajaan itu sering disebut sebagai orang-orang Cham.
Menurut kantor berita AFP, pada
tahun 2010 lalu, jumlah penduduk Muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa.
Namun, menurut laman religiouspopulation.com, jumlah umat Islam di kota Ho Chi
Minh City mencapai 5.000 orang. Rumah makan yang menawarkan makanan halal
dan masjid-masjid raya serta madrasah juga banyak ditemukan. Beberapa dari murid-murid
di madrasah itu sering dikirim ke Malaysia untuk melanjutkan sekolah. Secara
umum, total populasi Muslim, terutama dari komunitas Cham, di negara yang
berpenduduk 86 juta orang itu sekitar 100 ribu orang. Namun, menurut hasil
survei yang dilakukan The Pew Research Center pada Oktober 2009, jumlah umat
Islam di Vietnam mencapai 71.200 jiwa. Anga itu naik dibandingkan data hasil
sensus pada 1999 yang hanya 63.146 jiwa. Sekitar 77 persen umat Islam di
Vietnam menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh
Thuan Province, 24 persen di provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9,0 persen
di kota Ho Chi Minh. Sekitar 22 persen menetap di wilayah Delta
Sungai Mekong, khususnya di provinsi An Giang Province. Sisanya,
sekitar 1,0 persen Muslim tersebar di wilayah-wilayah lainnya di negeri itu.
Dahulu masyarakat Cham adalah
penganut agama Hindu dan telah menguasai bagian tengah dan selatan Vietnam
selama ratusan tahun. Seiring waktu, mereka memeluk agama Islam. Pada
akhir abad ke XV Kerajaan Campa tergusur ke arah selatan dan lama-lama
pengaruhnya semakin menghilang. Saat ini sekitar 80 persen masyarakat Cham sudah
menjadi Muslim. Berdasarkan data dari pemerintah, Islam adalah agama dengan
pemeluk terkecil dari enam agama yang berkembang di Vietnam. Kegiatan keagamaan
masih dikontrol oleh pemerintah Vietnam yang berhaluan komunis. Namun, kegiatan
ibadah bagi masing-masing agama berkembang dengan baik. Sebagai agama dengan jumlah pemeluk terkecil,
kaum Muslim di Vietnam memilih untuk terlalu menonjol. ‘’Kami hanya mengamalkan
dan menjalankan ajaran agama Islam. Kami (Muslim Vietnam) tak peduli dengan
urusan berbau politik,’’ ujar Haji Mousa, 52 tahun, pengelola sebuah madrasah
seperti dikutip laman muslimvillage.com. Mousa fasih berbahasa Melayu dan
mengenal bahasa Arab.
Menurut Mousa, imam-imam yang tampil sebagai pemimpin umat Islam, lebih banyak belajar di Vietnam. Beberapa imam dari luar negeri, terutama dari Malaysia, juga sering datang ke negaranya. Kini, di negara itu juga sudah ada Alquran dengan terjemahan bahasa Vietnam. Saat ini, setidaknya ada sekitar 16 masjid di kota Ho Chi Minh. Kebanyakan dari masjid tersebut didanai oleh negara-negara Muslim. Salah satunya, yaitu Masjid Jamiul Anwar yang dibangun pada 2006. Masjid itu didanai oleh Uni Emirat Arab dan Palang Merah.
Menurut Mousa, imam-imam yang tampil sebagai pemimpin umat Islam, lebih banyak belajar di Vietnam. Beberapa imam dari luar negeri, terutama dari Malaysia, juga sering datang ke negaranya. Kini, di negara itu juga sudah ada Alquran dengan terjemahan bahasa Vietnam. Saat ini, setidaknya ada sekitar 16 masjid di kota Ho Chi Minh. Kebanyakan dari masjid tersebut didanai oleh negara-negara Muslim. Salah satunya, yaitu Masjid Jamiul Anwar yang dibangun pada 2006. Masjid itu didanai oleh Uni Emirat Arab dan Palang Merah.
Meskipun mendapatkan dukungan dari
Timur Tengah, namun hubungan erat umat Muslim di Vietnam justru lebih terjalin
dengan Malaysia dan Indonesia. Karena mereka merasa lebih dekat secara
kultural. Hubungan erat itu dimulai sekitar 20 tahun yang lalu, saat Vietnam
secara bertahap membuka diri secara ekonomi. Seorang Muslim bernama Hachot,
mengaku dirinya tak merasa menjadi bagian dari masyarakat Vietnam yang lebih
luas, meskipun pemerintah telah membantu membangun kembali rumahnya beberapa
tahun yang lalu. Menurut dia, sikap kelompok mayoritas etnis Kinh terhadap Cham
oun amat beragam. ‘’Beberapa Kinh mengatakan Cham kotor,’’ ujarnya seperti
dikutip laman muslimvillage.com. Mereka keberatan dengan sikap Muslim yang
mengharamkan daging babi. Menurut laman dakwatuna.com, Islam yang berkembang di
Vietnam adalah beraliran Sunni dan Bani. Muslim Sunni yang tersebar di seluruh
penjuru negara itu bermazhab Syafi’i. Muslim Bani berkembang di daerah Ninh
Thuan dan Binh Thuan. Aliran ini tidak terlalu populer karena mengadopsi
pengaruh budaya domestik dan memiliki pengaruh kuat dari India.
Bahkan aliran Bani kerap dianggap
sedikit menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Laman itu menyebutkan bahwa
penyimpangan yang dilakukan seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili
jamaah, tidak ada perhatian dari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga
menyebar di tengah mereka ajaran-ajaran syirik. Penyimpangan akidah ini
disebabkan oleh sedikitnya ulama dan dai. Pada 1959, masyarakat Vietnam,
terutama di wilayah Saigon, mulai melihat kembali ajaran Islam yang benar.
Ketika itu, di antara umat Muslim terjadi perkenalan dan dialog tentang Islam.
Sehingga muncul pemahaman tentang hakikat Islam yang sesungguhnya. Mereka
kemudian mulai memperbaiki diri dan mengajak masyarakat Muslim di negara itu
untuk kembali ke ajaran Islam yang benar. Meskipun pada awalnya mendapatkan
penolakan, akan tetapi usaha pembaharuan ini lama kelamaan semakin diterima.
Muslim di Vietnam pun sudah banyak yang menunaikan ibadah haji ke Tanah
Suci, Makkah.
Sertifikasi Halal
Muslim memang minoritas di Vietnam,
namun sertifikasi halal diberlakukan ketat di negeri ini. Negeri yang
perekonomiannya kini mulai menggeliat ini mulai menyasar ekspor ke
negara-negara mayoritas Muslim, menyasar 1,83 miliar Muslim di seluruh dunia. Mohammed
Omar, auditor utama Badan Sertifikasi Halal Vietnam (Viet Nam HCA), mengatakan
pasar halal global, memiliki nilai sebesar 2,77 triliun dolar AS.
"Sertifikasi halal adalah skema global untuk produk atau jasa. Ini adalah proses independen untuk memverifikasi bahan halal dan haram dan kondisi kemurnian diperlukan untuk memenuhi standar Alquran dan Syariah," ujar Omar.
"Sertifikasi halal adalah skema global untuk produk atau jasa. Ini adalah proses independen untuk memverifikasi bahan halal dan haram dan kondisi kemurnian diperlukan untuk memenuhi standar Alquran dan Syariah," ujar Omar.
Kampung Muslim di Vietnam
Asnida
Riani, 30 Jun 2016, 21:08 WIB
Cham, kampung
Islam di Vietnam. (quinnmattingly.com)
Bintang.com, Jakarta Bersama Kamboja, Myanmar, dan Thailand, Vietnam
merupakan negara yang lekat akan Buddha. Persepsi tersebut diperkuat dengan
keberadaan sejumlah kuil megah yang kerap jadi destinasi para traveler. Mulai
yang letaknya berada di tengah riuh pasar, hingga puncak bukit batu cadas,
semua ada. Meski demikian, 'teori' di mana ada mayoritas pasti menyisakan minoritas
pun tak luput dari negara yang memiliki julangan gunung karst terbesar di dunia
tersebut. Berada di antara 'rangkulan' doa-doa dan aroma dupa, 'napas' Islam
tetap berhembus di negara yang pernah porak-poranda karena perang itu.
Adalah Cham, kampung muslim yang berada di
provinsi Chau Doc. Masjid sewarna awan berdiri di tengah rumah-rumah
panggung warga lokal. Uniknya, Islam 'dilokalkan' di sini. Misalnya saja
pelafalan 'Allahu Akbar' yang menjadi 'A-la-hoa-Cap-bat.
'Sentuhan' Islam kian kentara di Cham dengan
perempuan, baik anak-anak maupun dewasa, yang terlihat mengenakan jilbab.
Sederhana, namun keseharian kampung Cham ini mungkin bisa menenangkan dan
membuatmu lupa akan berbagai kompleksitas metropolitan.
Warga lokal Cham kebanyakan merupakan keturunan muslim
Champa yang masih memenuhi sejumlah wilayah di Vietnam hingga kini. Selain
Cham, muslim di negara tetangga Laos ini pun bisa ditemui di sejumlah wilayah,
termasuk di beberapa titik di aliran Sungai Mekong.
Kehidupan
warga Muslim di Vietnam
Sri Lestari Wartawan
BBC Indonesia, 8 Juli 2015
Image
caption Masjid Al Eshan yang menjadi pusat kegiatan umat Islam di Da Phouc.
Puluhan orang perempuan dari etnis Cham tengah sibuk
berbelanja di pasar kaget di wilayah Da Phouc, Provinsi An Giang, Vietnam untuk
persiapan buka puasa. Suasananya lebih tampak seperti di Indonesia ketimbang di
Vietnam, lantaran para perempuan tersebut hampir semuanya mengenakan baju gamis
dan berkerudung. Sementara beberapa lelaki terlihat menggunakan sarung dan peci
terlihat tengah duduk di depan masjid Al Ehsan di Da Phouc, dekat kota Chau Doc
di Provinsi An Giang. Ketika adzan yang menandakan salat ashar berkumandang
dari masjid Al Ehsan tampak puluhan lelaki menghentikan pekerjaan mereka dan
beranjak ke dalam masjid. Di Provinsi An Giang, ada lima desa yang dihuni oleh
etnis Cham, tetapi hanya satu desa di sekitar Masjid Al Ehsan, Da Phouc, An Phu
yang seluruh penghuninya beragama Islam.
“Ada sekitar 600 kepala keluarga atau 2.000 orang di
sini dan semua penghuninya adalah etnis Cham,” jelas Imam masjid Al Ehsan,
Ibrahim Sulaiman .
Dulu etnis Cham menganut Hindu, yang merupakan
mayoritas penduduk di Kerajaan Champa, yang menguasai wilayah selatan dan
tengah Vietnam. Tetapi kemudian secara bertahap mereka berpindah menganut
Islam.
Putri Champa
Image
copyright Getty Image caption Suasana Ramadan di Vietnam yang Komunis sama
dengan suasana pada umumnya di Indonesia.
Raja terakhir, Po Chien, merupakan seorang Muslim,
yang pengikutnya menyebarkan agama Islam sampai ke Indonesia, yang dikenal
dengan Putri Champa atau Darawati yang makamnya terdapat di Trowulan.
Ketika Kerajaan Champa ditaklukan Vietnam pada abad ke
15, Po Chien dan pengikutnya kemudian bermigrasi ke Vietnam bagian selatan dan
sebagian berpindah ke Kamboja. Bangunan menara kuno peninggalan kerajaan Champa
di wilayah pusat pemerintahannya di Nha Trang telah ditetapkan UNESCO sebagai
warisan budaya yang dilindungi. Kini etnis Cham merupakan kelompok minoritas di
Vietnam, yang berjumlah lebih dari 160.000 ribu orang dari total populasi
sekitar 90 juta penduduk.
Sebagian besar dari mereka beragama Islam, meskipun
ada yang masih menganut kepercayaannya leluhur yang disebut Cham Bani.
Etnis Cham Melayu
Image caption Mohamad Yousuf
menuturkan banyak pendatang dari Malaysia dan Indonesia menetap di An Giang.
Di An Giang, mereka menyebut dirinya sebagai etnis
Cham Melayu. Ini tidak terlalu mengherankan, karena percampuran budaya Cham dan
Melayu di daerah ini sangat terasa. Sejak dulu banyak pendatang dari Malaysia
dan Indonesia ke An Giang, ungkap Imam Besar Masjid Mubarak yang terletak di
Tan Chau, Mohamad Yousuf.
"Sejak dulu banyak pendatang dari Malaysia dan
Indonesia. Mereka menikah dengan orang sini, orang Cham di Vietnam," kata
Yousuf. Para pendatang dari Malaysia kemudian membangun masjid tertua di
kampung ini yaitu Masjid Mubarok pada 1750. Etnis Cham dari wilayah ini juga
banyak yang meneruskan pendidikan agama melalui beasiswa dari berbagai negara,
karena sarana pendidikan yang kurang di Vietnam, jelas Gazali Bin Ahmad, guru
Agama di Masjid Mubarok.
“Ada yang belajar di Malaysia, Indonesia, Madinah.
Anak-anak itu belajar dengan gratis, karena Muslim di Vietnam tidak memiliki
uang untuk belajar, dan nanti ketika pulang mereka mengajar di kampung,” jelas
Gazali. Gazali mengatakan para lulusan luar negeri itu akan mengajarkan
pendidikan al Qur’an kepada anak-anak madrasah-madrasah di Vietnam.
Bebas beribadah
Di An Giang, masjid Al Ehsan, tengah dipugar dengan
sumbangan dari negara tetangga yang berpenduduk mayoritas Muslim. Meski
pemerintah negara ini menganut paham Komunis, dan mengontrol masyarakatnya
dengan ketat, tetapi Umat Muslim di Vietnam bebas menjalankan ibadah. Malah
sebagai etnis minoritas, pemerintah Vietnam memberikan fasilitas untuk warga
Cham, seperti dijelaskan oleh Dosen Fakultas Studi Oriental Universitas Social
Science and Humanities Ho Chi Minch, Nguyen Thanh Tuan.
"Banyak bantuan dan fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah kepada etnis Cham, terutama di masalah pendidikan," jelas Dia. Tetapi
bantuan dari pemerintah tersebut dianggap belum cukup, untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan agama Islam, jelas Ibrahim. "Masih kurang sekolah agama tingkat
yang tinggi, sebaliknya madrasah di sini banyak sekali," jelas Ibrahim.
Pekerjaan sulit
Selain masalah pendidikan, warga Cham di Vietnam masih
sulit untuk mencari pekerjaan. Desa Cham Muslim di pinggiran sungai Mekong,
terutama Da Phuoc, merupakan tujuan wisata yang populer bagi turis. Namun
demikian, sebagian besar penduduknya tidak mendapatkan banyak keuntungan dari
jutaan turis, meski ada beberapa orang yang menjual barang-barang kerajinan dan
hasil tenun ke para turis, ungkap Sulaiman.
“Kami tak mendapatkan keuntungan dari turis yang
datang, tak ada dari kami yang berbisnis di sana, ya kebanyakan orang Vietnam
itu," jelas dia. Penduduk wilayah ini kebanyakan bekerja sebagai nelayan,
petani dan berdagang, tetapi sebagian besar dari mereka memilih bekerja di kota
lain. Kondisi yang sama dialami etnis Cham di pinggiran sungai Mekong lainnya
yang berada di seberang Kota Chau Doc, seperti disampaikan Gazali. "Di
sini sangat sedikit pekerjaan,” jelas Gazali.
Seorang etnis Cham lainnya, Karim mengatakan dia
bekerja di Ho Chi Minh setelah lulus sekolah agama di Malaysia. “Saya bekerja
dengan orang Malaysia di Ho Chi Minh di perusahaan tour and travel dan
sekarang sedang mengambil cuti selama Ramadan ,” jelas Karim.
5 Fakta Menarik Tentang Islam
di Vietnam
Tebuireng.org, 24 September 2016
Salah satu masjid di Vietnam yang dibangun atas bantuan Uni Emirat Arab.
(Sumber: en.wikipedia.org)
Vietnam yang bernama resmi Republik
Sosialis Vietnam adalah negara paling
timur di Semenanjung Indochina di Asia Tengara. Vietnam
berbatasan dengan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah utara, Laos di sebelah barat laut, Kamboja di sebelah
barat daya dan di sebelah timur terbentang Laut China Selatan.
Negara terpadat ke-13 di dunia ini,
Vietnam adalah salah satu negara Komunis
di dunia. Pastinya agama apapun, termasuk Islam tidak mendapatkan tempat dalam
aturan pemerintahan. Namun, apakah Vietnam mengekang rakyatnya yang beragama?
Sebagai agama minoritas, bagaimanakah Islam meneruskan kehidupan di negera yang
dijuluki Vietnam Rose itu. Tahukah, jika di negara ini, Islam pernah berkembang
dan bahkan mempengaruhi penyebaran Islam di Nusantara? Ada fakta-fakta menarik
tentang Islam di Vietnam, mulai dari sejarah hingga keadaan Islam dan muslim di
salah satu negara ASEAN tersebut. Berikut adalah ulasannya:
1.Sisa-sisa Peradaban Kerajaan Champa
Di antara anda mungkin pernah mendengar
Kerajaan Champa. Seorang putri dari kerajaan tersebut di era akhir Kerajaan
Majapahit, yang biasa disebut dengan Putri Champa. Kerajaan Champa (bahasa Vietnam: Chiêm Thành) adalah kerajaan yang pernah
menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah
dan selatan (termasuk sebagian Kamboja), diperkirakan antara abad ke-7 sampai
dengan 1832 M.
Sebelum Champa, terdapat kerajaan yang
dinamakan Lin-yi (Lam Ap), yang didirikan sejak 192,
tetapi hubungan antara Lin-yi dan Champa masih belum jelas. Komunitas
masyarakat Champa, saat ini masih terdapat di Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia
dan Pulau Hainan (Tiongkok). Bahasa Champa termasuk dalam rumpun Aistronesia.
Fesitfal
yang dilakukan orang-orang Cham saat Ramadan
Sebelum penaklukan Champa oleh by Lê Thánh
Tông, agama dominan di Champa adalah Syiwaisme dan
budaya Champa sangat dipengaruhi oleh India. Islam mulai
memasuki Champa setelah abad ke-10. Namun, baru setelah invasi 1471,
pengaruh agama ini menjadi semakin cepat. Pada abad ke-17 keluarga bangsawan Champa juga mulai memeluk agama Islam.
Orang-orang Cham (sebutan untuk orang-orang Kerajaan Champa, berorientasi
kepada Islam. Pada Vietnam menganeksasi wilayah mereka, mayoritas orang Cham
telah memeluk agama Islam.
2.
Ikut Andil Menguatkan Islam Secara Politis di Jawa
Gerbang
Makam Putri Champa di Trowulan Mojokerto
Walau mayoritas telah memeluk Islam,
budaya muslim Cham masih dipengaruhi oleh Hindu. Catatan-catatan di
Indonesia menunjukkan adanya pengaruh Putri Anarawati atau Dwarwati, seorang
Putri Champa yang beragama Islam, terhadap suaminya, Brawijaya V, sehingga beberapa keluarga Kerajaan Majapahit akhirnya memeluk agama Islam.
Makam Putri Champa dapat ditemukan di Trowulan,
situs ibukota Kerajaan Majapahit.
Sejarah Putri Champa memang beragam.
Bahkan makamnya saja kontroversi, ditemukan di berbagai tempat. Cerita pertama,
Putri Champa adalah istri Sunan Giri yang terkenal dengan romantisme kisah
percintaan mereka berdua. Sehingga ada makam Putri Champa di Dusun Petukangan
Kelurahan Gending berjarak 4 km dari alon-alon Kota Gresik ke arah barat daya,
2 km dari bekas Giri Kedaton.
Cerita kedua, Putri Champa adalah istri
Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Dari pernikahan ini lahirlah Raden Patah,
pediri Kerajaan Demak. Maka jika menganut pada cerita ini, Putri Champa atau
di Jawa disebut dengan Cempo, adalah bibi dari Sunan Ampel. Makam Putri
Champa versi ini, ada di Trowulan Mojokerto di belakang Pendopo Agung, dekat
dengan monumen Amukti Palapa Gajah Mada.
Cerita ketiga berasal dari Desa Bonang
Lasem Rembang. Putri Champa yang dimakamkan disana dipercaya sebagai putri dari
Syaikh Ibrahim Asmarakandi bernama Dewi Kasyifah. Sejak kecil ia menuntut ilmu
ke Champa dan disana diangkat anak oleh seorang Tionghoa muslim. Dewi Kasyifah dinikahkan
dengan Raja Brawijaya dengan syarat orang-orang Tionghoa diizinkan tinggal di
Jawa dan dijaga keselamatannya. Dari pernikahan itu lahirlah Raden Patah.
Setelah Raden Patah diangkat sebagai
Sultan Demak pertama, pada tahun abad 15 M., Dewi Kasyifah mengunjungi sang
putra bertepatan dengan adanya musyawarah para wali. Atas permintaan Raden
Ibrahim Sunan Bonang, serta persetujuan R. Patah beserta Ibunya Dewi Indrawati
diajak ke Bonang Lasem untuk mengajar dan dan memimpin para Muslimat di Bonang.
Akhirnya Putri Campa ibu Raden Patah menjadi muballighah hingga akhir
hayatnya. Beliau wafat dan dimakamkan di dekat Pasujudan Kanjeng Sunan Bonang
di desa Bonang Lasem.
Raden Patah
(sumber: wacana.co)
Fakta bahwa Raden Patah adalah putra Putri
Champa juga diperdepatkan oleh berbagai sumber. Babat Tanah Jawi dan Kronik
Kuil Sam Po Kong cenderung memberikan keterangan bahwa sebenarnya Putri Champa
dinikahi Brawijaya V Bhree Kertabumi sebelum menjadi raja, masih menjabat
sebagai Putra Mahkota. Bahkan, Raden Patah dikatakan bukan sebagai putra
pasangan Brawijaya-Putri Champa, melainkan hasil pernikahan Brawijaya dengan
seorang selir dari Gresik putra saudagar sekaligus ulama keturunan China, Tan
Go Hwat atau Kiai/Syaikh Bantong.
Tak hanya nasab dan keturunannya,
perbedaan pendapat juga muncul dimanakah letak Champa itu. Ada yang mengatkan
Champa ada di Vietnam Tengah dan Selatan dengan nama Kerajaan Champa, hal itu
diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Christiaan Snouck Hurgronje,
orientalis Belanda yang mengatakan Champa ada di sekitar Kamboja-Vietnam.
Pendapat lain mengatakan Champa ada di Tiongkok, hal itu condong kepada cerita
yang menyangkut Putri Champa sebagai Istri Sunan Giri. Bahkan ada pendapat yang
mengatakan bahwa yang dimaksud Champa adalah Jeumpa di Aceh. Itu adalah
pendapat Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, Jenderal Hidia Belanda dari
Kerajaan Inggris dalam bukunya “The History of Java”.
Terlepas dari kontroversi cerita yang
berkembang, Putri Champa ikut andil dalam penyebaran dan penguatan Islam
secara politik di Tanah Jawa, terutama melalui Kerajaan Majapahit yang dipimpin
Prabu Brawijaya V. Putri Champa atau Putri Cempo melahirkan seorang putra yang
menjadi Raja Muslim pertama di Jawa melalui Demak Bintaro atas bantuan dan
dukungan para wali. Putri Champa bisa dikatakan adalah salah satu cikal bakal
Islam berkembang di Jawa dari gerakan bawah tanah, menjadi gerakan politik yang
kuat.
3.
Agama Minoritas yang Terus Meningkat
Muslim
Vietnam
Kaum Muslim di Vietnam hanyalah sebuah
komunitas kecil. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah yang biasa
disebut Distrik VIII. Dahulu, ketika wilayah itu masih bernama Saigon,
daerah tersebut merupakan tempat generasi keturunan Kerajaan Champa tinggal
atau biasa disebut dengan orang Cham. Sisa-sisa kerajaan itu masih ada di
bagian tengah dan selatan Vietnam.
Kantor berita AFP, pada tahun 2010 lalu,
merilis data jumlah penduduk muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa.
Namun, menurut situs religiouspopulation.com, jumlah umat Islam di Ibu kota Ho
Chi Minh mencapai 5.000 orang. Rumah makan yang menawarkan makanan halal
dan masjid-masjid serta madrasah juga banyak ditemukan.
Secara umum, total populasi Muslim,
terutama dari komunitas Cham, di negara yang berpenduduk 86 juta orang itu
sekitar 100 ribu orang. Namun, hasil survei yang dilakukan The Pew Research
Center pada Oktober 2009, menyatakan bahwa jumlah umat Islam di Vietnam
mencapai 71.200 jiwa. Angka itu mengalami kenaikan dibandingkan data hasil
sensus pada 1999 yang hanya mencapai 63.146 jiwa.
Sekitar 77 persen umat Islam di Vietnam
menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh Thuan
Province, 24 persen di Provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9,0 persen di
Kota Ho Chi Minh. Sekitar 22 persen menetap di wilayah Sungai
Mekong, khususnya di Provinsi An Giang. Sisanya, sekitar 1,0 persen
tersebar di wilayah-wilayah lainnya.
Berdasarkan data dari pemerintah, Islam
adalah agama dengan pemeluk terkecil dari enam agama yang berkembang di
Vietnam. Kegiatan keagamaan masih dibawah kontrol pemerintah Vietnam yang
beraliran komunis. Namun, kegiatan ibadah bagi masing-masing dapat dijalankan dan
berkembang dengan baik.
4.
Secara Kultural Lebih dekat dengan Malaysia dan Indonesia
Masjid ar
Rahim di Ho Chi Minh City adalah masjid tua di Vietnam yang didirikan oleh para
pendatang dari Indonesia dan Malaysia pada tahun 1885
Sekarang ini ada sekitar 16 masjid di kota
Ho Chi Minh. Kebanyakan dari masjid tersebut didanai oleh negara-negara Timur
Tengah. Salah satunya adalah Masjid Jamiul Anwar yang dibangun pada 2006.
Masjid itu didanai oleh Uni Emirat Arab dan Palang Merah.
Meskipun kerap mendapatkan bantuan dari Timur Tengah, tetapi hubungan erat
umat Muslim di Vietnam justru lebih terjalin dengan Malaysia dan Indonesia.
Karena mereka merasa lebih dekat secara kultural. Hubungan erat itu dimulai
sekitar 20 tahun yang lalu, saat Vietnam secara bertahap membuka diri secara
ekonomi. Bahkan pendatang dari Indonesia dan Malaysia sejak abad 17 M telah
berdatangan ke Champa untuk membantu mengembangkan agama Islam. Itulah kenapa
corak budaya Islam di Vietnam tidak jauh beda dengan Indonesia dan Malaysia.
Saat itu, sekitar abad 14 M Vietnam yang
diwakili Kerajaan Champa telah memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Malaka.
Hubungan itu terus berlanjut dari kegiatan ekonomi menjadi dakwah Islam. Sampai
sekarang kerap kali pengajar agama, dai atau imam dari Malaysia didatangkan ke
Vietnam. Sebaliknya, banyak pemuda muslim Vietnam yang telah menamatkan
madrasah dikirim ke Malaysia untuk meneruskan belajar meraka.
Hubungan erat dengan Indonesia secara
kultural tentunya terjalin karena adanya pernikahan Putri Champa dengan Raja
Brawijaya V penguasa Majapahit. Sejak itu, Islam di Jawa semakin berkembang,
karena kerajaan Hindu paling berpengaruh di Nusantara itu, telah hampir
mengalami kehancuran karena perebutan kekuasaan, pemimpinan yang tidak cakap,
serta adanya tekanan dari Kerajaan Demak, yang tak lain dipimpin oleh keturunan
Majapahit Sendiri yaitu putra pasangan Brawijaya-Champa, Raden Patah (terlepas
dari kontroversi).
5.
Bebas Beribadah Tetapi Sukar Dapat Kerja
Kehidupan
muslim Cham di Vietnam
Walau berada di bawah kekuasaan pemerintah
komunis yang mengontrol dengan ketat, muslim Cham dapat menjalankan ibadah
dengan bebas dan nyaman. Bahkan banyak fasilitas dan bantuan yang
diberikan oleh pemerintah kepada muslim Cham, terutama dalam hal pendidikan.
Namun, hal itu dirasa kurang cukup, karena kebutuhan akan pendidikan tinggi
yang belum terpenuhi. Sebaliknya jumlah madrasah sangat banyak. Sehingga banyak
dari pelajar muslim yang merantau ke Malaysia untuk meneruskan studi.
Islam yang berkembang di Vietnam adalah
beraliran Sunni dan Bani. Muslim Sunni yang tersebar di seluruh penjuru negara
itu bermazhab Syafi’i. Muslim Bani berkembang di daerah Ninh Thuan dan Binh
Thuan. Aliran ini tidak terlalu populer karena mengadopsi pengaruh budaya
domestik dan memiliki pengaruh kuat dari India.
Ajaran tersebut dianggap menyimpang. Di
antara ajaran yang paling disorot adalah ajaran ibadah yang hanya cukup
diwakilkan oleh Imam saja, seperti puasa, shalat, dan haji. Kekurangan dai dan
imam yang mumpuni dalam pengetahuan agama yang benar, dianggap menjadi pemicu.
Selain itu, ajaran yang sudah lama dianut ini sudah sangat mengakar, sehingga
susah untuk dicabut.
Walau kebebasan ibadah dijamin pemerintah,
warga Cham mengaku sangat kesulitan mencari pekerjaan. Kendati daerah pinggiran
Sungai Mekong adalah daerah wisata yang banyak dikunjungi oleh turis, tak
membuat mereka sejahtera. Pedagang yang menjajakan makanan dan kerajinan khas
Vietnam disana adalah orang-orang Vietnam, bukan Muslim Cham.
Sebagian besar dari mereka adalah petani,
nelayan, berdagang kecil, tetapi kebanyakan memilih melakukan urbanisasi ke
kota untuk mencari pekerjaan. Mereka yang sukses adalah yang mempunya
pendidikan tinggi dan dapat meneyesuaikan diri di kota besar, seperti Ho Chi
Minh. Itulah yang membuat masyarakat muslim Cham di Vietnam tidak berkembang
secara pesat dibandingkan dengan agama-agama lainnya, karena tertinggal dalam
ekonomi dan pendidikan.
Itulah 5 fakta menarik tentang Islam di
Vietnam, negeri Komunis yang sempat terkoyak oleh perang saudara yang
memecahnya menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Komunis yang dibekingi
Rusia dan China menang atas nasionalis yang dibantu Amerika yang
melakukan invasi. Komunis menjadi penguasa sampai sekarang. Namun, yang patut
disyukuri adalah kebebasan dalam beragama masih dijaga, walau akses ekonomi dan
pendidikan harusnya juga lebih diperhatikan, karena pemuda-pemudi Cham juga
adalah masa depan Vietnam.
Sejarah Perkembangan Islam di
Vietnam
Para ahli
sejarah berbeda pendapat tentang penentuan tahun masuknya Islam ke Vietnam,
namun mereka sepakat bahwa Islam telah sampai ke tempat ini pada adab ke 10 dan
11 Masehi melalui jamaah dari India, Persia dan pedagang Arab, dan menyebar
antara jamaah cham sejak adanya perkembangan kerajaan mereka di daerah tengah
Vietnam dan dikenal dengan nama kerajaan Champa.
a. Sejarah
Kerajaan Campa
Campa
terletak di seberang laut sebelah selatan propinsi Goangdong (Tiongkok Selatan)
demikian menurut catatan Ma Huan dalam bukunya YingYang Sheng Lan
(pemandangan indah di sebrang samudra) orang berlayar menuju ke sebelah barat
daya dari kabupaten Chang Le, propinsi Fujian (Tiongkok Selatan) bila
ada angin buritan kapal akan sampai di Campa pada hari ke-10. Di sebelah
selatan Campa terdapat kerajaan tetangga bernama Kamboja. Di sebelah barat
berbatasan dengan n Laos. Di sebelah laut timur adalah laut besar.
Di bagian
timur laut Campa terdapat sebuah pelabuhan, Xinzhaou (Qoui-Nho) di pantai
terdapat sebuah menara batu. Di sana tempat berlabuh kapal-kapal yang
berdatangan. Kampungnya bernama Sri Vijaya dan dipimpin oleh dua kepala kampong
yang mengurus 50-60 kepala keluarga. Kota Campapura sebagai ibu
kota Kerajaan Campa terletak kira-kira 100 li (puluhan kilometer) di
sebelah barat daya kampong itu. Di kota Campapura terdapat istana sang raja.
Tembok kotanya terbuat dari batu dan berpintu empat. Pintu gerbangnya dijaga
ketat. Kerajaan Champa (bahasa Vietnam: Chiêm Thành) adalah kerajaan
yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah
dan selatan, diperkirakan antara abad ke-7 sampai dengan 1832. Sebelum
Champa, terdapat kerajaan yang dinamakan Lin-Yi (Lam Ap), yang didirikan
sejak 192, namun hubungan antara Lin-Yi dan Campa masih belum jelas.
Komunitas masyarakat Champa, saat ini masih
terdapat di Vietnam,Kamboja, Thailand, Malaysia dan Pulau
Hainan (Tiongkok). Bahasa Champatermasuk dalam rumpun bahasa
Austronesia.
Kerajaan Lin-Yi
merupakan inti pertama negri Campa yang masuk sejarah pada akhir abad ke-2.
Sumber-sumber Cina memberitakan pendiriannya sekitar tahun 192. Pembentukan
kerajaan Lin-Yi pada tahun 192 didahului setengah abad sebelumnya, yakni pada
tahun 137, dengan usaha penyerbuaan pertama terhadap Siang-Lin oleh
segerombolan orang Bar-Bar yang kira-kira 1000 jumlahnya yang datang dari luar
perbatasan Jen-Nan.
Sebelum
terbentuknya Kerajaan Champa, di daerah tersebut terdapat Kerajaan
Lin-Yi (Lam Ap), akan tetapi saat ini belum diketahui dengan jelas
hubungan antara Lin-Yi dan Champa. Lin-Yi diperkirakan didirikan oleh Seorang
pegawai peribumi yang bernama K’iu-Lien mengambil keuntungan dari merosotnya
kekuasaan Dinasti Han akhirnya untuk membentuk wilayahnya dari sebagian wilayah
militer Cina, kemudian menyatakan diri raja di Sianglin, wilayah yang paling
selatan secara kasar dapat disamakan dengan bagian selatan yaitu di daerah
kota Huế yang sekarang menjadi provinsi Vietnam: Thuathien. Mula-mula
Lin-Yi, “ibu kota Lin disangka kependekan dari Siam-lin Yi, ibu
kota-Siang-Lien. Tetapi akhir-akhir ini dikemukakan Menurut Stein
kemungkinannya sebagai nama suku bangsa.
b. Wilayah Kekuasaan
b. Wilayah Kekuasaan
Sebelum
tahun 1471, Champa merupakan konfederasi dari 4 atau 5 kepangeranan, yang
dinamakan menyerupai nama wilayah-wilayah kuno di India:
Indrapura – Kota Indrapura saat ini
disebut Dong Duong, tidak jauh dari Da
Nang dan Huế sekarang. Da Nang dahulu dikenal sebagai kota
Singhapura, dan terletak dekat lembah My Son dimana terdapat banyak
reruntuhan candi dan menara. Wilayah yang dikuasai oleh kepangeranan ini
termasuk propinsi-propinsi Quảng Bình, Quảng Trị, dan Thừa
Thiên–Huế sekarang ini di Vietnam.
Amaravati – Kota Amaravati menguasai
daerah yang merupakan propinsi Quảng Nam sekarang ini di
Vietnam.
Vijaya – Kota Vijaya saat ini disebut
Cha Ban, yang terdapat beberapa mil di sebelah utara kota Qui Nhon di
propinsi Bình Định di Vietnam. Selama beberapa waktu, kepangeranan
Vijaya pernah menguasai sebagian besar wilayah propinsi-propinsi Quang-Nam,
Quang-Ngai, Binh Dinh, dan Phu Yen.
Kauthara – Kota Kauthara saat ini
disebut Nha Trang, yang terdapat di propinsi Khánh Hòasekarang ini di
Vietnam. Panduranga – Kota Panduranga saat ini disebut Phan Rang,
yang terdapat di propinsi Ninh Thuận sekarang ini di Vietnam.
Panduranga adalah daerah Champa terakhir yang ditaklukkan oleh bangsa Vietnam.
Diantara
kepangeranan-kepangeranan tersebut terdapat dua kelompok atau suku:
yaitu Dua dan Cau. Suku Dua terdapat di Amaravati dan Vijaya,
sementara suku Cau terdapat di Kauthara dan Panduranga. Kedua suku tersebut
memiliki perbedaan tata-cara, kebiasaan, dan kepentingan, yang sering
menyebabkan perselisihan dan perang. Akan tetapi biasanya mereka berhasil
menyelesaikan perselisihan yang ada melalui perkawinan antar suku.
C.
Kedatangan Islam Di Campa
Pada awalnya
Champa memiliki hubungan budaya dan agama yang erat dengan Tiongkok, namun
peperangan dan penaklukan terhadap wilayah tetangganya yaitu Kerajaan
Funan pada abad ke-4, telah menyebabkan masuknya budaya India.
Setelah abad ke-10 dan seterusnya, perdagangan laut dari Arab ke
wilayah ini akhirnya membawa pula pengaruh budaya dan agama Islam ke
dalam masyarakat Champa.
Sebelum
penaklukan Champa oleh by Lê Thánh Tông, agama dominan di Champa
adalah Syiwaisme dan budaya Champa sangat dipengaruhi
India. Islam mulai memasuki Champa setelah abad ke-10, namun hanya
setelah invasi 1471 pengaruh agama ini menjadi semakin cepat.
Pada abad ke-17 keluarga bangsawan para tuanku Champa juga mulai
memeluk agama Islam, dan ini pada akhirnya memicu orientasi keagamaan
orang-orang Cham. Pada saat aneksasi mereka oleh Vietnam mayoritas orang Cham
telah memeluk agama Islam. Kebanyakan orang Cham saat ini beragama Islam, namun
seperti orang Jawa di Indonesia, mereka mendapat pengaruh
besar Hindu. Catatan-catatan di Indonesia menunjukkan pengaruh Putri
Darawati, seorang putri Champa yang beragama Islam, terhadap
suaminya, Kertawijaya, raja Majapahit ketujuh sehingga keluarga
kerajaan Majapahit akhirnya memeluk agama Islam. Makam Putri Campa dapat
ditemukan di Trowulan, situs ibukota Kerajaan Majapahit.
Kedatangan
Islam di Campa dibuktikan dengan adanya dua buah prasasti kufi yang di temukan
di Phanrang/ pahanri (Panduranga). Dalam prasasti tersebut bertarikh 1039 M,
dan yang saytu bertarikh 1035- 1039 M, ini menunjukkan bahwa orang Islam telah
datang dan menetap di Campa semenjak pertengahan abad ke-10. Dalam cerita lain
disebutkan bahwa telah ada hubungan antara Campa dengan Islam sekitar tahun
1000 hingga tahun 1036 M. Jadi, Raja Campa pergi ke Makkah selama kurang lebih
37 tahun kemudian kembali lagi ke Campa. Adapun mengenai siapa orang Islam
pertama yang datang dan menetap di Campa, Fatimi dan Ravaise berpendapat bahwa
kebanyakan orang Islam yang datang ke Campa adalah orang-orang dari Parsi.
Sebagai buktinya ialah pengembaran orang-orang Cina yang bernama I-Ching yang
menaiki sebuah kapal Po-see (Parsi) pada tahun 671.
Dari kedua ukiran tulisan prasasti
kufi di atas dikatakan bahwa keduanya ini berasal dari Syi’ah yang di
tulis oleh orang Parsi/ orang Islam Parsi, salah satu diantara keduanya yaitu
bertuliskan Abu Kamil. Yang mempunyai tujuan sama seperti orang Persia dan Iraq
datang ke Campa diduga untuk mencari kekayaan. Mengenai prasasti yang kedua
Fatimi dan Ravaise juga berpendapat bahwa prasasti tersebut telah ditulis oleh
orang Parsi juga yang bertuliskan Mahmud Ghaznawi yang pada waktu itu
memerintah hampir seluruh Persia. Selain itu petunjuk lain mengenai Islam
di Campa ini adalah adanya upacara-upacara Cam Bani misalnya upacara menamai
bayi yang hampir semuanya rata-rata bernama Ali, Ibrahim atau Muhammad untuk
bayi laki-laki dan Fatimah untuk bayi perempuan, ini menandakan pengaruh dari
unsur Syiah atau Parsi. Pada masa ini juga dunia Melayu sedang mengalami
Islamisasi. Jadi, Islam mulai sepenuhnya berkembang di Cam setelah mereka
berhubungan dengan dunia Melayu.
Seperti yang telah dijelaskan
diatas orang Islam dikawasan Panduranga memanggil diri mereka Cam Bani yang
diambil dari bahasa Arab “Bani” artinya anak atau keturunan. Dan Kebanyakan
para pegawai Bani ini memahami bahasa Arab dan memiliki beberapa
salinan Al- Qur’an. Masjid menghadap ke Makkah dan ditutup hampir
sepanjang tahun kecuali pada bulan Ramadhan. Ramadhan yang di kenal sebagai
Ramadon atau bulan ok (bulan berpuasa) adalah yang diperuntukan kepada
ahli-ahli agama Bani yang akan berpuasa mewakili semua komuniti. Namun mereka
hanya berpuasa hanya tiga hari pertama bulan tersebut. Khutbah sembahyang
Jum;at terdiri dari Syarahan (kajian) yang dipetik dari beberapa
ayat Al-Qur’an, diikuti dengan jamuan makan. Meskipun Campa ini merupakan
Islam dan Allah disertakan dalam imannya tetapi dalam pelaksanaannya berbeda
dengan Islam. Yang didalamnya terdapat beberapa kesan tentang kepercayaan
primitife Melayu-Polinesia yang bercampur aduk dengan unsur- unsur Brahmanisme.
Menurut mereka meskipun beragama Islam namun tidak salah apabila melibatkan “Po
Yang” (kesucian) yang dipandang tinggi oleh orang kafir. Mereka menyambut satu
upacara pemujaan khas yang dipandang sebagai semangat bayi yang meninggal
ketika masih bayi atau keguguran. Mereka percaya bahwa semangat ini menunggu
untuk dihidupkan kembali.
D. Islam Dan
Kerajaan Campa
Islam masuk
dan berkembangnya di Vietnam, khususnya Islam pada tahap awal tidak bisa
dilepaskan dari kehadiran kerajaan dan etnis Campa, uraian tentang Islam
di Vietnam diawali dengan uraian sejarah keberadaan Campa Kuno dan Etnis
Campa.
Campa,
menurut literatur Cina dari negeri bernama Lin-Yi (yang muncul pada 192 M),
terletak dibagian tengah negeri Vietnam sekarang, antara Gate Of Annam (Hoanh
Son) di uatara dan sungai Donnai selatan. Penduduk Lin-Yi bertutur dalam bahasa
Cham dari rumpun Austronesia. Sejak awal Lin-Yi negeri yang takluk pada china
dan membayar upeti kepada China. Nama “Campa” disebut dan dipakai pertama kali
dalam dua buah inskkripsi bahasa sansekerta, satunya bertarikh 658 M yang
ditemukan bagian tengah Vietnam. Dan satu lagi ditemukan pada 668 M di kamboja.
Abad VIII merupakan puncak kerajaan Campa, yang ditandai dengan kekuasaan
wilayahnya daan kemajuan peradabannya.
Pada masa
ini, Campa merupakan sebuah kerajaan persekutuan yang terdiri dari kerajaan
negeri : Indrapura, Amarawati, Vijaya, Kauthara dan Pandurangan yang
masing-masing mempunyai pemerintah yang otonom dengan ibu negara Indrapura
(Quang Nam sekarang). Kerajaan Campa mempunyai hubungan dengan
kerajaan-kerajaan tetangganya, dengan China dan Vietnam diuatara,Kamboja
dibarat, dan Nusantara di selatan. Contoh secara teratur mengirim utusan-utusan
dan mengadakan hubungan ekonomi dan keagamaan dengan China. Ajaran agama yang
dianut masyarakat Campa pada abad VIII dan IX adalah buddha mahayana, yang
merambah Campa melalui sami (Pendeta Buddha) yang datang dari Cina. Adapun
relasinya dengan nusantara bermula ketika terjadi perompakan besar-besaran oleh
orang Jawa penghujung abad VIII. Hubungan itu kemudian menjadi lebih baik
dalm bentuk hubungan perdagangan dan persahabatan.
Pada abad
IX, terjadi peralihan orientasi Campa dari China. Mulai jaman ini kebudayaan
Campa termasuk sistem sosial keagamaan dan lain sebagainya, dipengaruhi oleh
budaya India dan agama Hindu dan Budha. Pada 939 M, muncul kekuatan baru di
wilayah ini, yakni Dai Viet (kemudian menjadi Vietnam). Mulai sejak itu terjadi
peperangan yang berkepanjangan antara Vietnam dan Campa. Pada 982 M,
Vietnam berhasil menghancurkan ibu kota Indrapuraraja Campa memindahkannya jauh
ke selatan, yakni ke Vijaya (Binh Dinh sekarang). Namun pada 1044, Dai Viet
(Vietnam) bahkan berhasil menduduki kota Vijaya dan membunuh rajanya. Berbagai
usaha pernah dilakukan raja-raja Campa untuk membalas dendam dan menyerang
Vietnam yang semakin dapat memperbesar wilayahnyadan mencaplok Campa.
Suatu kali kerajaan Campa pernah kembali pada masa kejayaannya, meski hanya
dalam durasi singkat, yaitu ketika diperintah oleh Che Bong Nga (1360-1390),
dialah yang berhasil dalam usaha mengembalikan wilayah yang dirampas Vietnam
dan dalam memerintah dengan cukup adil serta berjaya memerangi para perampok.
Pada 1471,
Raja Vietnam Le Thanh Tong menyerang Campa secara besar-besaran, dan
menghancurkan Vijaya, membunuh lebih 40.000 penduduk, mengusir lebih dari
30.000 lainnya dari bumi Campa, bahkan lebih jauh lagi dia telah menghancurkan
sisa-sisa kebudayaan Campa yang dipengaruhi Hindu/Buddha dan kemudian
menggantikannya dengan kebudayaan China/Vietnam. Dengan kemenangan Le Thanh
Tong 1471 itu, tamatlah riwayat kerajaan Campa belahan utara, khususnya
Indrapura, Amarawati, Vijaya.
Selanjutnya
yang bertahan adalah sisa-sisa kerajaan Campa belahan selatan, yaitu Kauthara
dan Panduranga, yang diperintahi oleh Bo Tri Tri dan pengganti-penggantinya.
Kerajaan Campa mulai menerima kebudayaan melayu serta Islam yang masuk
melalui pelabuhan Panduranga dan Kauthara, dan juga meningkatkan hubungan
dengan negeri-negeri di Melayu dan Nusantara. Bahkan dikabarkan bahwa raja
Campa yang bernama Po Klau Halu (1579-1603) sudah memeluk Islam dan pernah
mengirim tentaranya untuk membantu Sultan Johor di Semenanjung Malaka untuk
berperang menentang Portugis pada 1511.
Bagaimanapun
raja Ngunyen dari Vietnam menaklukan Khautara (1659) danPanduranga (1697).
Akibatnya, raja Pandurangan terakhir, Po Chei Brei terpaksa mengungsi
meninggalkan negereinya bersama ribuan pengikutnya menuju Rong Damrei
di Kamboja. Pada 1832 penguasa Vietnam Minh Menh melakukan pembunuhan
besar-besaran terhadap sisa-sisa terakhir penduduk Campa Panduranga, dan
merampas seluruh sawah ladang mereka serta memasukkan wilayah Pandurangan
menjadi bagian Vietnam. Hal ini menandai lenyapnya sisa-sisa kerajaan Campa
terakhir dari peta bumi untuk selamanya, walaupun kebudayaan dan etnis
Campa tetap berlanjut dipengungsian yakni Kamboja.
Seperti
telah diuraikan sebelumnya banyak orang Campa yang meninggalkan tanah
airnya karena desakan Nan Tien atau pergerakan orang-orang Vietnam ke
selatan. Untuk menyelamatkan diri mereka Hijrah ke Kamboja. Di Kamboja
mereka bertemu dengan kelompok Melayu yang datang dari Nusantara. Akulturasi budaya
yang terjadi karena persamaan agama dan rumpun bahasa Austronesia tersebut
membentuk sebuah komunitas masyarakat baru yang di sebut Melayu-Campa atau
Java-Campa.
Mazhab Yang
Diikuti
Terdapat dua
mazhab besar umat Islam di Vietnam: mazhab Sunni dan mazhab Bani. Adapun mazhab
Sunni tersebar diseluruh penjuru negara kecuali dua tempat antara Tuan Han dan
Ninh Thuan, dan mayoritas mereka menganut mazhab Syafi’i. Adapun mazhab Bani
tersebut di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan, dan mazhab ini tidak banyak
dikenal oleh umat Islam di dunia; karena memiliki ciri khusus domistik dan
memiliki pengaruh kuat warisan dari India yang banyak bertentangan dengan
ajaran Islam yang benar, seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili
jamaah, tidak ada perhatian dari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga
menyebar di tengah mereka ajaran-ajaran syirik, dan tersebar di tengah mereka
aktivitas yang tidak sesuai dengan aqidah yang benar oleh karena kebodohan,
sedikitnya ulama dan para dai. Dan ketika datang bulan Ramadhan mereka
memisahkan diri dari istri-istri mereka sejak awal bulan hingga akhir, karena
mereka tinggal di masjid selama bulan Ramadhan, dan banyak lagi permasalahan
lainnya yang ada di sana. Boleh jadi phenomena terjadi oleh karena kebodohan
mereka terhadap Islam dan ajaran-ajaran yang sebenarnya, dan terputusnya
hubungan mereka dengan dunia Islam dalam waktu lama sehingga mereka memiliki
keyakinan apa yang dalam Islam dan bahkan hingga mencapai pada tuduhan bahwa
mazhab sunni adalah bid’ah. Sebagaimana yang terjadi di sana adanya
perselisihan dan perdebatan tentang tema antara mereka dan mazhab Sunni.
Pada tahun
1959 sebagai mereka umat Islam bagian selatan, khususnya umat Islam di kota
Shai Ghon, dan terjadi perkenalan dan dialog di tengah mereka tentang Islam
sehingga mereka memahami bahwa jamaah mereka jauh dari hakikat Islam, dan
mereka mulai belajar dari mereka ajaran yang benar, dan juga memperbaharui
keislaman mereka dan memperbaikinya. Kemudian kelompok ini pulang ke negeri
mereka dan mengajak masyarakat pada ajaran Islam yang bersih dan benar, maka
dakwah itupun berhadapan dengan berbagai bentuk penolakan, pendustaan dan
tuduhan dari warga dan menganggapnya sebagai bid’ah dan khurafat. Namun berkat
karunia Allah SWT, mampu memenangkan agama dari keyakinan yang menyimpang dan
agama yang batil yang diacuhkan kecuali Allah mampu menyempurnakan cahaya-Nya
sehingga sebagian mereka menerima dakwah ini dengan penuh kepuasan dan
kerelaan, dan akhirnya mereka memperbaharui dan memperbaiki keislaman mereka.
Dan melalui
ini terjadi titik tolak penting dalam sejarah berupa bersinar kembali cahaya
Islam di tengah mereka setelah sebelumnya mengalami kejahilan di negeri mereka
dalam waktu yang lama, dan akhirnya setiap hari terus bertambah orang-orang
yang memperbaharui keislaman mereka. Dan bertambah pula 4 pembangunan masjid di
daerah tersebut, karena keberadaan mereka dalam masjid-masjid yang ada dapat
mengarah pada perbedaan dan perdebatan. Adapun masjid yang dimaksud adalah
masjid Phuic Nhon, masjid An Xuan, masjid Van Lam, dan masjid Nho Lam, dan
semuanya terdapat di propinsi Ninh Thuan.
Sementara
itu gerakan pembaharuan tidak mencakup propinsi Ninh Thuan, sehingga
penduduknya tetap berada pada keyakinan tersebut hingga datang pembaharuan yang
dibawa oleh sebagian pemuda Islam mereka pada tahun 2006, sebagaimana sisa dari
mereka menerima gerakan ini dan bertambah jumlah mereka, karena mereka
betul-betul membutuhkan orang yang bisa mengajarkan Islam kepada mereka.
Kelompok-kelompok
klasik umat Islam
Umat Islam
Vietnam banyak yang loyal pada suku-suku beragam, dan melalui tulisan dapat
kita bagi pada 3 kelompok:
Kelompok
pertama: Muslim Tcham, yang merupakan kelompok mayoritas.
Kelompok
kedua: umat yang berasal dari suku-suku yang beragam, mereka adalah pedagang
muslim yang datang dari negeri-negeri yang beragam kemudian menikah dari
anak-anak negeri tersebut, seperti Arab, India, Indonesia, Malaysia dan
Pakistan, dan jumlah mereka merupakan kelompok terbesar dari jumlah umat Islam
secara keseluruhan.
Kelompok
ketiga: muslim dari warga Vietnam asli, dan mereka adalah warga Vietnam yang
masuk setelah berinteraksi dengan para pedagang muslim dan komunikasi secara
baik, seperti kampng Tan Buu pada bagian kota Tan An, baik dengan masuknya
warga kepada Islam atau mereka masuk Islam melalui pernikahan.
Kondisi umat
Islam
Umat Islam
adalah bagian dari penduduk negeri, maka dari itu kondisi mereka sangat
berhubungan dengan pertumbuhan negara dan kemajuannya. Dan kondisi negara
Vietnam sepanjang tahun terakhir ini mengalami kemajuan yang pesat dan prestasi
yang banyak yang belum pernah dialami pada pemerintahan sebelumnya. Pada tahun
2007, Vietnam resmi menjadi anggota organisasi negara perdagangan internasional,
setelah mampu berpartisipasi melakukan perbaikan ekonomi dan meluas jaringannya
pada beberapa tahun terakhir. Karena itulah Vietnam menjadi salah satu dari
negara yang mampu membangun beberapa komponen perbaikan ekonomi dan membuka
negara di hadapan investor asing dan perusahaan-perusahaan swasta dengan jumlah
milyaran dollar untuk menanamkan investasinya di berbagai lini dan sektor yang
beragam.
Dan jika
dibandingkan dengan kondisi umat pada kurun sebelumnya umat Islam saat ini
mengalami perbaikan, sehingga sebagian umat Islam mampu keluar dari sangkar
kemiskinan dan ketiadaan, bahkan berubah kondisi hidup mereka. Namun jumlahnya
masih terbatas, karena masih banyak dari umat Islam bahkan dalam jumlah yang
begitu besar umat Islam menghadapi berbagai problema kemiskinan dan
permasalahan materi khususnya yang tinggal di luar dari Ho Chi Minh City.
sumber :
http://www.dakwatuna.com/2009/06/09/2737/umat-islam-di-vietnam/
http://www.dakwatuna.com/2009/06/09/2737/umat-islam-di-vietnam/
http://ajiraksa.blogspot.com/2012/06/perkembangan-islam-di-vietnam.html
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
kisah yang menarik, sejarah yang menjadi titik balik peradapan islam di asia tengara
ReplyDelete