Islam di Miyanmar

2 comments


Muslim di desa Myanmar masih khawatir setelah serangan masjid.
Dari, BBC Indonesia
Image copyright Reuters Image caption Warga Muslim berlindung di kantor polisi setelah serangan pekan lalu.
Komunitas Muslim di satu desa di Myanmar merasa khawatir setelah serangan terhadap masjid oleh penduduk setempat, menurut para pejabat.
Puluhan polisi dikerahkan untuk menjaga desa di Burma tengah itu menyusul ketegangan antar pemeluk agama setelah sekitar 200 pemeluk Buddha menyerang satu masjid pekan lalu.

Image copyright AFP Image caption Pengurus masjid menangis setelah menyaksikan tempat ibadahnya hancur.
Serangan di desa Thuye Tha Mein yang terletak sekitar 64 kilometer dari Yangoon ini bermula dari cekcok akibat pembangunan sekolah Islam di dalam masjid, menurut organisasi hak asasi Amnesty International.
Muslim di desa itu berlindung di kantor polisi menyusul serangan tanggal 23 Juni lalu.
Amnesty juga menyerukan dilakukannya penyelidikan yang menyeluruh terkait serangan yang menyebabkan satu orang luka-luka itu. Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan agama meningkat di Myanmar dan sering dipicu oleh pihak garis keras nasionalis Buddha dengan sasaran terutama Muslim. Sejumlah komentar di Facebook BBC Burma terkait berita tentang serangan ini antara lain dari Mohamad Faisal yang menulis, "Mengapa polisi baru menjaga sekarang, Anda takut sama massa? Mengapa tidak dijaga sebelum serangan terjadi?".

Image copyright Facebook Image caption Banyak sentimen anti-Muslim dan juga kritikan terhadap polisi di Facebook BBC Burma.
Komentar lain dari Chit Chit Mandalay yang mengatakan, "Mengapa baru dijaga sekarang dan ini akan memancing kerusakan lagi," sementara Sun Power menulis, "Jangan kasar, hindari kekerasan dan kita harus bersatu."
Rentan kekerasan
Namun banyak komentar anti-Islam dalam posting di BBC Burma terkait berita serangan ini. Editor BBC Burma, Tin Htar Swe, mengatakan masyarakat Burma sangat rasis dan ini akibat pemerintah militer sebelumnya yang memainkan 'kartu nasionalis'.

Image copyright AFP Image caption Amnesty Internasional mendesak pemerintah Burma untuk melakukan penyelidikan menyeluruh.
"Pemerintah sebelumnya sengaja tidak mengambil tindakan bila ada insiden dan akibatnya kekerasan komunal dan sektarian sangat rentan... dan bisa terjadi dengan pemicu kecil apapun," kata Swe. Pemimpin partai berkuasa Aung San Suu Kyi tambah Swe, saat ini menetapkan prioritas yang lebih besar termasuk menjaga perdamaian dan konstitusi.
"Bila ia memulai membicarakan soal kekerasan, akan timbul keributan (dalam pemerintahan)," tambahnya.
Suu Kyi, peraih Hadiah Nobel Perdamaian menghadapi kritikan karena dianggap tidak mengambil sikap tegas terhadap Muslim, terutama kelompok Rohingya yang banyak tinggal di negara bagian Rakhine. Suu Kyi sendiri mengatakan meminta waktu di tengah upaya pemerintahan sipilnya untuk membangun kepercayaan antar komunitas.
Win Shwe, sekretaris masjid, mengatakan kepada kantor berita AFP, penduduk Muslim khawatir akan keselamatan mereka dan merencanakan untuk pindah ke kota terdekat sampai ketegangan mereda.
"Situasi kami masih belum aman dan kami merencanakan untuk pindah dari desa ini... kami masih takut," katanya kepada AFP.


Putri Kemerdekaan Myanmar Akhirnya Bicara Soal Muslim Rohingya

Mosleminfo, Yangoon — Setelah sekian tahun diam, dan menolak menitikan air mata saat Muslim Rohingya dibantai dan dinistakan, Aung San Suu Kyi — tokoh oposisi dan putri pahlawan kemerdekaan Myanmar — angkat bicara.
Melalui Nyan Win, juru bicara Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Suu Kyi mengatakan Muslim Rohingya punya hak diperlakukan sebagai manusia.
“Jika mereka tidak diterima sebagai warga negara, jangan dorong mereka ke laut,” ujar Nyan Win kepada wartawan di sela-sela pertemuan antara NLD dan Presiden Myanmar Thein Sein di Yangoon.
“Aku hanya ingin melihat mereka diperlakukan sebagai manusia yang memiliki hak-haknya,” lanjut juru bicara itu.
Suu Kyi menghadapi banyak kritik karena diam saat Muslim Rohingya dibantai. Ia bukan sekadar tokoh oposisi, tapi juga peraih Nobel Perdamaian. Lebih dari itu, Suu Skyi mewariskan cita-cita Jenderal Aung San, tentang sebuah negara untuk segala etnis yang beranak-pinak di Myanmar, termasuk Muslim Rohingya, Muslim Kaman, Muslim Panthay, dan Muslim Burma. Kini, bersama migran ekonomi dari Bangladesh, Muslim Rohingya meninggalkan gubuk-gubuk mereka di Rakhine untuk mencari penghidupan baru. Tujuan mereka adalah Malaysia, tapi mereka menjadi korban perdagangan manusia di Thailand. Mereka ditolak di Malaysia, dan dilarang merapat ke pantai Indonesia, tapi sebagian dari mereka diselamatkan nelayan yang masih punya rasa prikemanusiaan. Di Aceh, 677 dari mereka diselamatkan nelayan, setelah nyaris mati kelaparan dan sakit.
Sekitar 130 ribu Muslim Rohingya, atau sepuluh persen dari populasi mereka di Rakhine, kini terkatung-katung di laut. Entah berapa ribu dari mereka yang mati akibat kelaparan, atau berebut makanan terakhir di atas perahu kayu. Kini, NLD dan Suu Kyi dipastikan menghadapi serangan dari sebagian pendukungnya yang menolak Muslim Rohingya. Ia juga akan menghadapi kelompok biksu garis keras, yang melihat Muslim sebagai ancaman bagi masa depan masyarakat Buddhis Myanmar.
sumber: inilah.com
OKI Diminta Bantu Hentikan Pembantaian Muslim Rohingya
Rep: Fuji E Permana/ Red: Nur AiniAP 
Aksi unjuk rasa memprotes penindasan warga Muslim Rohingya yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar. 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Islam (Persis) mengutuk kekerasan dan pembiaran yang dilakukan Pemerintah dan militer Myanmar terhadap pembantaian etnis Rohingya di negara bagian Arakan (Rakhine). Persis juga meminta Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) untuk segera membuat langkah konkret dalam membantu etnis Rohingya. "Mendesak OKI untuk bersikap tegas dan melakukan langkah-langkah strategis untuk segera menghentikan pembantaian dan kekejaman militer Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya," kata Sekretaris Umum PP Persis, Haris Muslim kepada Republika.co.id, Ahad (20/11) malam.
                 Ia menegaskan, pihaknya juga meminta Pemerintah Indonesia untuk mendesak PBB agar melakukan langkah konkret untuk membantu kaum minoritas yang paling tertindas di dunia. PBB juga harus segera membuat langkah-langkah nyata untuk menyelesaikan masalah kekerasan dan pelanggaran HAM yang dialami Muslim Rohingya di Myanmar. Selain diminta untuk mendesak PBB, Persis juga meminta Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah-langkah strategis. Sebagai upaya untuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya.  Ia menerangkan, semua umat Muslim di dunia adalah saudara. Kekerasan komunal pecah di wilayah Arkan antara etnis Rakhine yang beragama Buddha dan Rohingya yang Muslim. Hal tersebut telah merenggut ribuan nyawa dan menyebabkan puluhan ribu orang tidak memiliki rumah. 
"Hingga kini kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Arkan masih terus terjadi dan tercatat 6.000 Muslim tewas dibunuh," ujar Haris. Dia mengatakan, Myanmar berpenduduk 75 juta jiwa. Menurut PBB, Muslim Rohingya yang berjumlah 800 ribu orang merupakan salah satu minoritas paling tertindas di dunia.  Haris menegaskan, Persis mengecam pernyataan Presiden Myanmar, Thein Sein yang menganggap etnis Rohingya bukan orang asli Myanmar, melainkan imigran gelap. Hal itu sangat bertentangan dengan sejarah karena Muslim Rohingya sudah tinggal di Arkan bahkan sebelum Burma yang sekarang jadi Myanmar merdeka dari Inggris pada 1948.
Kondisi Muslim Rohingya di Sittwe Memburuk
Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Ani Nursalikah

Pengungsi etnis Rohingya.
REPUBLIKA.CO.ID, SITTWE -- Ketua Komunitas Muslim Rohingya, Kya Hla Aung (77 tahun) mengatakan, situasi mereka sangat buruk. Tempat pengungsian suku Rohingya di luar pinggiran Sittwe sangat buruk kondisinya. "Militer selalu datang menginterogasi kami. Memperingatkan kami untuk tak memberikan tempat bagi orang asing yang datang ke pengungsian," ujar Aung seperti dilansir The Guardian, Jumat, (18/11). Puluhan ribu Muslim Rohingya tinggal di pengungsian. Mereka terusir dari rumahnya setelah terjadinya konflik komunal sejak 2012 di mana Pemerintah Myanmar sangat represif dan kejam. 
Selama ini Muslim Rohingya berusaha tak terlihat berkumpul untuk menghindari kecurigaan militer dan Pemerintah Myanmar. Militer Myanmar meminta warga Rohingya di sebuah desa menghancurkan pagar-pagar di sekeliling rumahnya.  Di kota kecil Maungdaw, Rakhine utara, konflik terjadi antara Rohingya dengan militer. Sejumlah serangan mematikan dilakukan oleh militer kepada Muslim Rohingya.  Namun hal ini juga menimbulkan upaya pemusnahan Rohingya oleh militer. Kerusuhan yang disebabkan oleh kekerasan militer kepada suku Rohingya akhirnya terjadi pada 9 Oktober lalu di mana sembilan polisi dan lima tentara mati di pos-pos penjagaan perbatasan.
Konflik itu juga terjadi karena militer mengumumkan rencana mereka untuk melatih dan mempersenjatai umat Budha di desa-desa untuk memproteksi desanya. Pekan lalu, sebanyak 30 warga Rohingya meninggal karena militer menembaki mereka dari helikopter.  Gambar satelit menunjukkan desa-desa Rohingya dihancurkan. Militer menampik kejahatan mereka terhadap suku Rohingya. Bahkan, Pemerintah Rohingya menyatakan, suku Rohingya bukan penduduk Myanmar. Mereka adalah migran dari Bangladesh meskipun sesungguhnya berdasarkan jejak sejarah etnis mereka, suku Rohingya sesungguhnya adalah penduduk Myanmar.
HRW: Militer Myanmar Bakar Ratusan Rumah Warga Rohingya
Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Teguh Firmansyah
Human Rights Watch 

Gambar citra satelit kondisi desa-desa di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang dihuni oleh etnis Muslim Rohingya, pada November 2016.
REPUBLIKA.CO.ID, SITTWE -- Dalam sebuah video terlihat rumah-rumah suku Rohingya dihancurkan dan dibakar oleh militer Myanmar. Sejumlah jasad warga etnis Rohingya terlihat di dalam lumpur dan abu. Pemandangan sangat kejam dan mengerikan terjadi di utara Rakhine, di tengah memanasnya konflik di sana.   
Human Rights Watch (HRW) menyatakan, ratusan rumah suku Rohingya di desa-desa dihancurkan hingga luluh lantak oleh militer Myanmar. Ini menimbulkan kekerasan yang terus-menerus antara militer Myanmar dengan suku Rohingya. Kekejaman militer Myanmar sudah di luar batas kemanusiaan.  Pemerintah Bangladesh mengatakan, puluhan suku Myanmar banyak yang menyeberang ke Bangladesh dari perbatasan Myanmar. Mereka berusaha melarikan diri dari militer Myanmar.  Sebuah gambar satelit menunjukkan militer Myanmar menghancurkan desa Kyet Yoe Pyin yang penduduknya merupakan suku Rohingya. Kekerasan pada awal Oktober berawal dari serangan terhadap polisi perbatasan.
Kekerasan kemudian pecah setelah militer berusaha memburu pelaku. Militer membunuh puluhan atau bahkan lebih dari 100 suku Rohingya dan menangkap 230 lainnnya. Menurut HRW, kematian akibat kekerasan militer terhadap suku Rohingya bisa mencapai ratusan jiwa lebih.

Rakhine merupakan tempat tinggal suku Rohingya di Myanmar. Mereka terus mengalami represi dan diskriminasi dari Pemerintah Rohingya walaupun sesungguhnya mereka merupakan penduduk Myanmar. Saat ini militer menduduki 25 persen kursi di Parlemen Myanmar. Kekuasaan mereka masih sangat kuat dalam mengontrol negara Myanmar.

Pendiri Fortify Rights di Bangkok, Matthew Smith mengatakan, Pemerintah Myanmar terus-menerus menyangkal kalau mereka telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap kelompok minoritas Myanmar, suku Rohingya. "Jika pelanggaran HAM dilakukan oleh pemerintah maka setiap orang di negara tersebut seharusna mulai memperhatikan," katanya seperti dilansir CNN, Jumat, (18/11).
Mantan Sekjen PBB Kofi Annan mengatakan, jika kekerasan dan represi terhadap suku Rohingya di Rakhine terus-menerus dilakukan oleh Myanmar maka negara tersebut akan mengalami ketidakstabilan.
Buddhis : "Akan Kami Bunuh Semua Muslim Di Myanmar"
Dinda Qilla 17.12 Peristiwa
Menggenggam pisau, parang, dan bambu, ratusan ekstremis Buddhis berpatroli ke sekujur Mandalay  kota terbesar kedua di Myanmar  Seraya meneriakan ancaman akan membunuh semua Muslim.
"Kami akan bunuh semua umat Islam," teriak mereka saat berbaris di jalan-jalan, setelah menghadiri pemakaman seorang pria Buddha tewas saat kerusuhan Muslim-Buddhis, Rabu (3/7).

Kerusuhan juga menewaskan seorang pria Muslim, yang dikeroyok disergap dalam perjalanan ke masjid untuk menunaikan shalat subuh. Muslim yang tewas adalah warga asli Myanmar, dan aktivis Dialog antar-Iman.  Kekerasan Muslim-Buddhis meletus awal pekan ini. Sekitar 300 umat Buddha, termasuk 30 biksu, menyerang sebuah warung teh milik warga Muslim yang diduga memperkosa wanita Buddhis. Umat Buddha melempari properti Muslim dengan batu, merampok toko, rumah, merusak masjid dan mobil, serta melukai beberapa Muslim dengan pisau. Polisi Myanmar mengerahkan ratusan personel, dan membuat perintang kawat berduri, serta memblokir jalan-jalan ke lingkungan mayoritas Muslim. Pengamanan pasif ini diharapkan dapat mencegah sepeda motor dan mobil penyerang mendekati properti Muslim.
             Namun tidak ada upaya kepolisian melucuti senjata umat Buddha, atau menangkap biksu penggerak kerusuhan. Bahkan polisi tidak melakukan apa-apa ketika umat Buddha berparade di jalan-jalan dengan senjata tajam di tangan.  Yang terjadi adalah polisi menggeledah rumah-rumah warga Muslim, menangkap lima orang dengan tuduhan menyimpan senjata tajam. Padahal, pisau yang disimpan adalah pisau upacara.

"Polisi pasti tahu itu pisau upacara," ujar Ossaman, imam masjid terbesar di Mandalay. "Mereka tidak melanggar hukum." Muslim Myanmar terdiri dari berbagai latar belakang; India, Tiongkok, dan Bangladesh. Mereka telah ada di Myanmar sejak ratusan tahun. Jumlah mereka mencapai empat persen dari 60 juta penduduk Myanmar. Tahun 2012, kerusuhan anti-Muslim hanya terjadi di Rakhine. Mayoritas penduduk Buddha berusaha mengusir keluar Muslim Rohingya, yang dianggap pengungsi Bangladesh. Belasan Muslim Rohingya menjadi korban, ribuan lainnya mengungsi. Kelompok HAM menuduh pasukan Myanmar memperkosa, membunuh, dan menyiksa, Rohingya. Kerusuhan juga terjadi di Meikhtila. Sekitar 40 Muslim terbunuh, dan beberapa masjid dibakar. Tidak ada reaksi keras dari negara-negar mayoritas Muslim seperti Indonesia.

Sumber: @atjehcyber | fb.com/atjehcyberID
Sebutan baru untuk Muslim Rohingya diprotes ratusan rakyat Myanmar
Senin, 6 Syawwal 1437 H / 11 Juli 2016 10:00 
Pemerintah Myanmar ingin etnis Rohingya disebut sebagai "Komunitas Muslim di Negara bagian Rakhine", sementara pengunjuk rasa ingin mereka disebut sebagai "Bengali". (Foto: Anadolu Agency)
YANGON (Arrahmah.com) – Ratusan orang berbaris di ibukota Myanmar, Yangon, pada Ahad (10/7), menuntut pemerintah untuk menggunakan istilah “Bengali”, istilah yang sangat diskriminatif, kepada sekitar satu juta Muslim Rohingya.
Sebagian besar masyarakat Myanmar menggunakan istilah “Bengali” untuk menggambarkan kelompok minoritas Muslim di negara bagian Rakhine barat, yang menunjukkan bahwa Muslim Rohingya adalah imigran ilegal yang berasal negara tetangga Bangladesh.
Beberapa ratus orang yang berunjuk rasa itu sebagian besar adalah pendukung organisasi nasionalis Budha Ma Ba Tha. Salah satu penyelenggara aksi unjuk rasa, Win Ko Ko Latt dari Jaringan Nasional Myanmar, mengatakan kepada Anadolu Agency, “Kita tidak ingin ada istilah lain untuk Bengali. Bengali adalah Bengali.” Selama unjuk rasa itu dia menegaskan bahwa, “Istilah baru itu tidak akan diterima sama sekali.”
Rakhine adalah rumah bagi kelompok Muslim lainnya seperti Kaman yang secara resmi diakui sebagai salah satu dari 135 kelompok etnis Myanmar. Bagi masyarakat Myanmar, Rohingya tidak termasuk dalam kelompok etnis Myanmar. Sekitar seratus polisi telah dikerahkan untuk menghentikan demonstran di dekat pagoda Shwedagon, monumen Budha paling suci di Myanmar, tetapi kemudian mempersilakan para demonstsran untuk melanjutkan aksinya setelah demonstran dan polisi adu argumen. Seorang karyawan di sebuah perusahaan lokal yang turut berunjuk rasa, Thuzar New, mengatakan, “Saya tidak rasis. Saya bukan anti-Muslim. Tapi saya benci Bengali.”
“Orang-orang Bengali ini akan membuat orang Rakhine menghilang,” tambahnya.
Pekan lalu ribuan orang juga berunjuk rasa di ibukota Rakhine dan 17 kota-kota lain di negara bagian. Mereka berunjuk rasa untuk mencela istilah baru untuk entis Muslim Rohingya. Partai Nasional Arakan, yang memenangkan mayoritas kursi di Rakhine dalam pemilihan umum tahun lalu, menjelaskan bahwa istilah baru itu benar-benar tidak bisa diterima.
“Istilah baru ini akan menghapus asal-usul orang-orang Bengali ini, dan mengarang bahwa orang-orang ini adalah orang asli Rakhine,” katanya, sebagaimana dilansir kantor berita Anadolu (10/7/2016). Sejak kemenangan partainya dalam pemilu November tahun lalu, Suu Kyi telah mendapat tekanan dari dunia internasional agar mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh Rohingya, kelompok Muslim minoritas yang teraniaya sebab dituduh akan mencoba memberantas tradisi Budha.
Banglades Usir Pulang 125 Muslim Rohingya Asal Myanmar
Sabtu, 19 November 2016 | 21:35 WIB
CNN News Suasana di kamp atau tenda 

DHAKA, KOMPAS.com  -  Petugas penjaga pantai Banglades mengusir pulang 125 Muslim Rohingya yang hendak masuk ke wilayahnya, kata pejabat di Dhaka, Sabtu (19/11/2016).
Kelompok minoritas dari Rakhine itu, menurut kantor berita Agence France-Presse, sedang melarikan diri dari kerusuhan disertai kekerasan di negara tetangga Myanmar. Pihak berwenang Banglades melakukan patroli di Sungai Naf, yang memisahkan perbatasan di bagian tenggara Banglades dengan Myanmar barat. Seluruh 125 warga Rohingya disuruh pulang ketika mencoba untuk memasuki Banglades pada Jumat (18/11/2016) malam, kata penjaga pantai di Banglades tenggara, Nafiur Rahman.
"Ada 125 warga negara Myanmar dalam tujuh perahu kayu. Mereka termasuk 61 perempuan dan 36 anak-anak. Kami menolak mereka memasuki perairan kami," kata Rahman. Menurut dia, semua penumpang itu warga Rohingya yang berusaha memasuki Banglades tengah setelah melarikan diri dari kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar. Petugas penjaga pantai lain mengatakan, ia melihat dua mayat mengambang di Sungai Naf selama patroli.
Sekitar 30.000 orang telah mengungsi akibat kekerasan di Rakhine. Separuh dari jumlah tersebut, atau sekitar 15.000 orang, mengungsi dalam minggu lalu ketika puluhan orang tewas dalam bentrokan dengan militer, PBB mengatakan Jumat (18/11/2016). Pasukan keamanan Myanmar telah memperketat pengamanan di perbatasan Banglades, sebuah wilayah yang menjadi tempat tinggal bagi minoritas Muslim Rohingya. Kelompok  minoritas tersebut tidak memiliki status kewarganegaraan. Kekerasan yang terjadi di Rakhine telah memperdalam krisis yang telah menjadi persoalan baru yang dapat menggangu pemerintahan baru yang dipimpin oleh aktivis demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi. Rakhine telah menjadi medan konflik sektarian sejak gelombang kekerasan antara penduduk lokal dengan mintoritas Rohingya menewaskan lebih dari 100 orang pada 2012.

Ironis, Kebaikan Umat Islam di Myanmar Dibalas dengan Pembantaian oleh Budhis

Foto by: bersamaislam Jurnalmuslim.com - Tiga buah foto yang diupload oleh
Jurnalmuslim.com - Tiga buah foto yang diupload oleh Facebooker bernama Abu Raihan Abu Raihan menunjukan betapa Umat Islam di Myamnar berbelas kasih dan berusaha hidup rukun di Negaranya.

Namun yang didapat dari kebaikan mereka itu bukanlah kebaikan setimpal, melainkan diskriminasi dan pembantaian oleh kaum budha di Rohingya, Myanmar.  Hingga kini, Muslim Rohingya di Myanmar yang teraniaya terus menerus menderita dalam “kondisi sangat mengerikan” dengan banyak anak-anak mati karena masalah kesehatan, PBB memperingatkan, menambahkan bahwa minoritas Muslim beresiko terlupakan dalam sisa-sisa gemerlap pemilu baru-baru ini di Myanmar, lansir World Bulletin Rabu (02/03/2016). 


"Lihatlah apa yg dilakukan umat muslim terhadap biksu biksu kalian,mengapa kalian membantai saudara2 kami diburma?,kalau kami mau kamipun bisa melakukan hal yg serupa yg kalian lakukan pada saudara kami diburma,jangan bikin kami habis kesabaran," tulis Abu Raihan Abu Raihan dalam beranda facebooknya, 10 Juli 2016.  Dalam beberapa tahun terakhir, puluhan ribu Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine melalui penyeberangan laut yang berbahaya, menuju negara-negara mayoritas Muslim seperti Malaysia dan Indonesia. (nisyi/jurnalmuslim.com) 

Berikut 3 foto yang diupload Abu Raihan Abu Raihan dalam status facebooknya:


Sejarah Umat Islam Rohingya di Myanmar
Mengenal Myanmar
Myanmar adalah salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara. Sama seperti Indonesia, negara ini juga merupakan anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Bagian utara negara ini berbatasan dengan China dan India. Di sebelah selatan, berbatasan dengan Teluk Benggala dan Thailand. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah China, Laos, dan Thailand. Dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Benggala dan wilayah Bangladesh.
Adapun wilayah Rakhine –penjajah Inggris menyebut mereka orang-orang Arakan- terletak di barat daya wilayah Myanmar, berbatasan dengan Teluk Benggala dan wilayah Bangladesh.

Peta Wilayah Arakan
Kurang lebih, luas wilayah Myanmar adalah 261.000 mil2. Dan wilayah Rakhine 20.000 mil2. Wilayah ini dipisahkan oleh pagar alami berupa pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan Himalaya.
Jumlah penduduk Myanmar ditaksir sekitar 50 juta orang. 15% dari jumlah tersebut adalah muslim yang mayoritasnya adalah orang-orang Arakan. 70% dari penduduk Arakan adalah muslim. Sisanya adalah orang-orang Magh, orang-orang Arakan yang beragama Budha Theravada. Dan kelompok-kelompok minoritas lainnya.
Myanmar merupakan wilayah yang terdiri dari banyak suku. Lebih dari 140 suku menghuni wilayah bekas koloni Inggris tersebut. Suku mayoritasnya adalah Bamar/Birma. Suku ini adalah suku kasta pertama dan memegang pemerintahan. Oleh karena itu, dulu nama wilayah ini adalah Burma kemudian berganti Mynamar. Kasta kedua adalah suku Syan, Kachin, Chin, Kayah, Magh, dan umat Islam dari suku Rohingya. Jumlah kasta kedua ini kurang lebih 5juta jiwa.
Umat Islam Arakan
Sejarawan menyebutkan bahwa umat Islam tiba di wilayah Arakan bertepatan dengan masa Daulah Abbasiyah yang tengah dipimpin oleh Khalifah Harun al-Rasyid rahimahullah. Kaum muslimin tiba di wilayah tersebut melalui jalur perdagangan. Dengan cara damai. Bukan peperangan apalagi penjajahan.
Karena umat Islam semakin banyak dan terkonsentrasi di suatu wilayah, jadilah ia sebuah kerajaan Islam yang berdiri sendiri. Kerajaan tersebut berlangsung selama 3,5 abad. Dan dipimpin oleh 48 raja. Yaitu antara tahun 1430 – 1784 M. Banyak peninggalan-peninggalan umat Islam yang terwarisi di wilayah tersebut. Ada masjid-masjid dan madrasah-madrasah. Di antara masjid yang paling terkenal adalah Masjid Badr di Arakan dan Masjid Sindi Khan yang dibangun tahun 1430 M.
Ekspansi Budha Terhadap Kerajaan Islam Arakan
Pada tahun 1784 M, Arakan diserang oleh raja Budha dari suku Birma yang bernama Bodawpaya (masa pemerintahan 1782-1819 M). Kemudian ia menggabungkan wilayah Arakan ke dalam wilayahnya, agar Islam tidak berkembang di wilayah tersebut. Sejak saat itu bencana umat Islam Arakan pun dimulai. Peninggalan-peninggalan Islam, masjid dan madrasah, dihancurkan. Para ulama dan da’i dibunuh. Budha dari suku Birma terus-menerus mengintimidasi kaum muslimin dan menjarah hak milik mereka. Mereka juga memprovokasi orang-orang Magh untuk melakukan hal yang sama. Keadaan tersebut terus berlangsung selama 40 tahun. Sampai akhirnya berhenti dengan kedatangan penjajah Inggris.
Pada tahun 1824 M, Inggris menguasai Burma. Kemudian kerajaan Britania itu menggabungkan wilayah itu dengan persemakmurannya di India. Pada tahun 1937 M, Inggris memisahkan Burma dan wilayah Arakan dari wilayah kekuasaannya di India. Maka Burma menjadi wilayah kerajaan Inggris tersendiri yang bernama Burma Britania. Tidak bernaung di wilayah India lagi.
Tahun 1942 M, bencana besar menimpa kaum muslimin Rohingya. Orang-orang Budha Magh membantai mereka dengan dukungan senjata dan materi dari saudara Budha mereka suku Birma dan suku-suku lainnya. Lebih dari 100.000 muslim pun tewas dalam peristiwa itu. Sebagian besar mereka adalah wanita, orang tua, dan anak-anak. Ratusan ribu lainnya melarikan diri dari Burma. Karena pedih dan mengerikannya peristiwa tersebut, kalangan tua –saat ini- yang menyaksikan peristiwa itu senantiasa mengingatnya dan mengalami trauma.
Pada tahun 1947 M, Burma mempersiapkan deklarasi kemerdekaan mereka di Kota Panglong. Semua suku diundang dalam persiapan tersebut, kecuali umat Islam Rohingya. Pada tanggal 4 Januari 1948, Inggris memerdekakan Burma secara penuh disertai persyaratan masing-masing suku bisa memerdekakan diri dari Burma apabila mereka menginginkannya. Namun suku Birma menyelisihi poin perjanjian tersebut. Mereka tetap menguasai wilayah Arakan dan tidak mendengarkan suara masyarakat muslim Rohingya dan Budha Magh yang ingin merdeka. Mereka pun melanjutkan intimidasi terhadap kaum muslimin.
Duka Muslim Arakan

Pemusnahan Etnis
Sejak pemerintahan militer berkuasa di Myanmar melalui kudeta Jendral Ne Win tahun 1962 M, umat Islam Arakan mengalami berbagai bentuk kezaliman dan intimidasi. Dibunuh, diusir, diitekan hak-hak mereka, dan tidak diakui hak-hak kewarga-negaraannya. Mereka disamakan dengan orang-orang Bangladesh dalam hal agama, bahasa, dan fisik.
Menghapuskan identitas Islam dan pengaruhnya:
Hal ini dilakukan dengan cara menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam. Yaitu menghancurkan masjid, madrasah, dan bangunan-bangunan bersejarah lainnya. Lalu kaum muslimin dilarang sama sekali untuk membangun suatu bangunan yang berkaitan dengan Islam. Dilarang membangun masjid, madrasah, kantor-kantor dan perpustakaan, tempat penampungan anak yatim, dll. sebagian sekolah-sekolah Islam yang tersisa tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah, dilarang untuk dikembangkan, dan tidak diakui lulusannya.
Upaya “Burmanisasi”, meleburkan ajaran Islam dan menghilangkan identitasnya dalam masyarakat Budha:
Umat Islam diusir dari kampung halaman mereka. Tanah-tanah dan kebun-kebun pertanian mereka dirampas. Kemudian orang-orang Budha menguasainya dan membangunnya dengan harta-harta yang berasal dari kaum muslimin. Atau membangunnya menjadi barak militer tanpa kompensasi apapun. Bagi mereka yang menolak, maka tebusannya adalah nyawa. Inilah militer fasis yang tidak mengenal belas kasihan.
Pengusiran dan diskriminasi dari wilayah Myanmar secara berkesinambungan:
  1. Pada tahun 1962 M, militer fasis Myanmar mengusir 300.000 orang Arakan ke wilayah Bangladesh.
  2. Pada tahun 1978 M, lebih dari 500.000 kaum muslimin diusir dan mengalami tekanan yang sangat berat hingga hampir 400.000 orang dari mereka tewas. Termasuk di dalamnya orang-orang tua, wanita, dan anak-anak.
  3. Tahun 1988, 150.000 kaum muslimin diusir karena orang-orang Budha hendak membangun desa mereka sebagai tempat percontohan.
  4. Tahun 1991, hampir 500.0000 orang muslim diusir. Hal ini karena hukuman atas kemenagnan partai oposisi (NLD) dalam pemilu yang mendapatkan suara dari umat Islam. Hasil pemilu pun dibatalkan.
  5. Membatalkan hak kewarganeraan umat Islam.
  6. Melakukan kerja paksa dengan tanpa mendapatkan makanan, minuman, dan transportasi.
  7. Umat Islam dilarang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Apalagi duduk di banguku kuliah. Bagi mereka yang berusah mendapatkan pendidikan di luar negeri, kemudian kembali ke Myanmar dalam keadaan terdidik, maka akan dijebloskan ke dalam penjara.
  8. Secara umum, tidak boleh menjadi pegawai negera. Jika pun ada, maka tidak akan mendapatkan hak-haknya secara penuh.
  9. Dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri, walaupun untuk beribadah haji. Mereka hanya diperbolehkan pergi ke Bangladesh dengan ketentuan waktu yang terbatas. Mereka tidak diperbolehkan berpergian ke Ibu Kota Rangon dan kota-kota lainnya di Myanmar. Jika mereka hendak pindah kota, harus mendapatkan surat izin yang jelas.
Pemusnahan Etnis Rohingya di Myanmar
Diskrimanis dalam ekonomi:
Dibebani pajak yang tinggi dalam segala hal. Dikenakan banyak denda. Dipersulit melakukan perdagangan. Kecuali berniaga dengan militer. Itupun dijual dengan harga yang jauh di bawah standar atau dipaksa menjual sesuatu yang tidak ingin mereka jual. Hal itu bertujuan agar mereka terus dalam keadaan miskin.
Penutup
Demikian gambaran singkat keadaan muslim Rohingya. Sejak lama mereka ditindas dan menerima kekejaman umat Budha Myanmar, namun dunia enggan berbicara membela mereka. Tidak ada atas nama kemanusiaan. Tidak pula ada belas kasihan.
Pada tahun 1970-an Raja Faisal bin Abdul Aziz rahimahullah menjadi pemimpin dunia yang pertama membangun puluhan ribu camp pengungsi Rohingya di Arab Saudi. Saat ini sekitar seperempat juta warga Rohingya telah tinggal aman di Arab Saudi.
Saat ini kita melihat respon yang baik dari pemerintah Aceh, Turki, dan Arab Saudi, untuk menolong saudara-saudara kita kaum muslimin Rohingya yang tengah tertimpa musibah. Semoga Allah meringankan beban mereka.
Sumber: almotamar.net
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com




2 comments :

  1. Semoga Diringankan beban saudara-saudara kita di miyanmar, era abad 21 semestinya rasisme dan intoleransi sudah tidak adalagi didunia tapi pada kennyataanya kejadian seperti ini terus berulang semoga kedepan dunia kita jauh lebih baik dan damai

    ReplyDelete
  2. sungguh mengenaskan nasib warga rohingya, moga selalu di beri ketabahan

    ReplyDelete