Islam di Miyanmar
Muslim di
desa Myanmar masih khawatir setelah serangan masjid.
Dari, BBC Indonesia
Image
copyright Reuters Image caption Warga Muslim berlindung di kantor polisi
setelah serangan pekan lalu.
Komunitas Muslim di satu desa di Myanmar merasa
khawatir setelah serangan terhadap masjid oleh penduduk setempat, menurut para
pejabat.
Puluhan polisi dikerahkan untuk menjaga desa di Burma
tengah itu menyusul ketegangan antar pemeluk agama setelah sekitar 200 pemeluk
Buddha menyerang satu masjid pekan lalu.
Image
copyright AFP Image caption Pengurus masjid menangis setelah menyaksikan tempat
ibadahnya hancur.
Serangan di desa Thuye Tha Mein yang terletak sekitar
64 kilometer dari Yangoon ini bermula dari cekcok akibat pembangunan sekolah
Islam di dalam masjid, menurut organisasi hak asasi Amnesty International.
Muslim di desa itu berlindung di kantor polisi
menyusul serangan tanggal 23 Juni lalu.
Amnesty juga menyerukan dilakukannya penyelidikan yang
menyeluruh terkait serangan yang menyebabkan satu orang luka-luka itu. Dalam
beberapa tahun terakhir, ketegangan agama meningkat di Myanmar dan sering
dipicu oleh pihak garis keras nasionalis Buddha dengan sasaran terutama Muslim.
Sejumlah komentar di Facebook BBC Burma terkait berita tentang serangan ini
antara lain dari Mohamad Faisal yang menulis, "Mengapa polisi baru menjaga
sekarang, Anda takut sama massa? Mengapa tidak dijaga sebelum serangan
terjadi?".
Image
copyright Facebook Image caption Banyak sentimen anti-Muslim dan juga kritikan
terhadap polisi di Facebook BBC Burma.
Komentar lain dari Chit Chit Mandalay yang mengatakan,
"Mengapa baru dijaga sekarang dan ini akan memancing kerusakan lagi,"
sementara Sun Power menulis, "Jangan kasar, hindari kekerasan dan kita
harus bersatu."
Rentan kekerasan
Namun banyak komentar anti-Islam dalam posting di BBC
Burma terkait berita serangan ini. Editor BBC Burma, Tin Htar Swe, mengatakan
masyarakat Burma sangat rasis dan ini akibat pemerintah militer sebelumnya yang
memainkan 'kartu nasionalis'.
Image
copyright AFP Image caption Amnesty Internasional mendesak pemerintah Burma
untuk melakukan penyelidikan menyeluruh.
"Pemerintah sebelumnya sengaja tidak mengambil
tindakan bila ada insiden dan akibatnya kekerasan komunal dan sektarian sangat
rentan... dan bisa terjadi dengan pemicu kecil apapun," kata Swe. Pemimpin
partai berkuasa Aung San Suu Kyi tambah Swe, saat ini menetapkan prioritas yang
lebih besar termasuk menjaga perdamaian dan konstitusi.
"Bila ia memulai membicarakan soal kekerasan,
akan timbul keributan (dalam pemerintahan)," tambahnya.
Suu Kyi, peraih Hadiah Nobel Perdamaian menghadapi
kritikan karena dianggap tidak mengambil sikap tegas terhadap Muslim, terutama
kelompok Rohingya yang banyak tinggal di negara bagian Rakhine. Suu Kyi sendiri
mengatakan meminta waktu di tengah upaya pemerintahan sipilnya untuk membangun
kepercayaan antar komunitas.
Win Shwe, sekretaris masjid, mengatakan kepada kantor
berita AFP, penduduk Muslim khawatir akan keselamatan mereka dan merencanakan
untuk pindah ke kota terdekat sampai ketegangan mereda.
"Situasi kami masih belum aman dan kami
merencanakan untuk pindah dari desa ini... kami masih takut," katanya
kepada AFP.
Mosleminfo, Yangoon — Setelah sekian tahun diam, dan
menolak menitikan air mata saat Muslim Rohingya dibantai dan dinistakan, Aung
San Suu Kyi — tokoh oposisi dan putri pahlawan kemerdekaan Myanmar — angkat
bicara.
Melalui Nyan Win, juru bicara Liga Nasional untuk
Demokrasi (NLD), Suu Kyi mengatakan Muslim Rohingya punya hak diperlakukan
sebagai manusia.
“Jika mereka tidak diterima sebagai warga negara,
jangan dorong mereka ke laut,” ujar Nyan Win kepada wartawan di sela-sela
pertemuan antara NLD dan Presiden Myanmar Thein Sein di Yangoon.
“Aku hanya ingin melihat mereka diperlakukan sebagai
manusia yang memiliki hak-haknya,” lanjut juru bicara itu.
Suu Kyi menghadapi banyak kritik karena diam saat
Muslim Rohingya dibantai. Ia bukan sekadar tokoh oposisi, tapi juga peraih
Nobel Perdamaian. Lebih dari itu, Suu Skyi mewariskan cita-cita Jenderal Aung
San, tentang sebuah negara untuk segala etnis yang beranak-pinak di Myanmar,
termasuk Muslim Rohingya, Muslim Kaman, Muslim Panthay, dan Muslim Burma. Kini,
bersama migran ekonomi dari Bangladesh, Muslim Rohingya meninggalkan
gubuk-gubuk mereka di Rakhine untuk mencari penghidupan baru. Tujuan mereka
adalah Malaysia, tapi mereka menjadi korban perdagangan manusia di Thailand. Mereka
ditolak di Malaysia, dan dilarang merapat ke pantai Indonesia, tapi sebagian
dari mereka diselamatkan nelayan yang masih punya rasa prikemanusiaan. Di Aceh,
677 dari mereka diselamatkan nelayan, setelah nyaris mati kelaparan dan sakit.
Sekitar 130 ribu Muslim Rohingya, atau sepuluh persen
dari populasi mereka di Rakhine, kini terkatung-katung di laut. Entah berapa
ribu dari mereka yang mati akibat kelaparan, atau berebut makanan terakhir di
atas perahu kayu. Kini, NLD dan Suu Kyi dipastikan menghadapi serangan dari
sebagian pendukungnya yang menolak Muslim Rohingya. Ia juga akan menghadapi
kelompok biksu garis keras, yang melihat Muslim sebagai ancaman bagi masa depan
masyarakat Buddhis Myanmar.
sumber: inilah.com
OKI Diminta Bantu Hentikan Pembantaian Muslim Rohingya
Rep: Fuji E
Permana/ Red: Nur AiniAP
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Persatuan Islam (Persis) mengutuk kekerasan dan pembiaran yang
dilakukan Pemerintah dan militer Myanmar terhadap pembantaian etnis Rohingya di
negara bagian Arakan (Rakhine). Persis juga meminta Organisasi Konferensi Islam
(OKI) dan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) untuk segera membuat langkah konkret
dalam membantu etnis Rohingya. "Mendesak OKI untuk bersikap tegas dan
melakukan langkah-langkah strategis untuk segera menghentikan pembantaian dan
kekejaman militer Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya," kata Sekretaris
Umum PP Persis, Haris Muslim kepada Republika.co.id, Ahad (20/11)
malam.
Ia menegaskan, pihaknya juga meminta Pemerintah Indonesia untuk mendesak
PBB agar melakukan langkah konkret untuk membantu kaum minoritas yang paling
tertindas di dunia. PBB juga harus segera membuat langkah-langkah nyata untuk
menyelesaikan masalah kekerasan dan pelanggaran HAM yang dialami Muslim
Rohingya di Myanmar. Selain diminta untuk mendesak PBB, Persis juga meminta
Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah-langkah strategis. Sebagai upaya
untuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya. Ia menerangkan, semua umat Muslim di dunia
adalah saudara. Kekerasan komunal pecah di wilayah Arkan antara etnis Rakhine
yang beragama Buddha dan Rohingya yang Muslim. Hal tersebut telah merenggut
ribuan nyawa dan menyebabkan puluhan ribu orang tidak memiliki rumah.
"Hingga kini kekerasan terhadap minoritas Muslim
Rohingya di Arkan masih terus terjadi dan tercatat 6.000 Muslim tewas
dibunuh," ujar Haris. Dia mengatakan, Myanmar berpenduduk 75 juta jiwa.
Menurut PBB, Muslim Rohingya yang berjumlah 800 ribu orang merupakan salah satu
minoritas paling tertindas di dunia. Haris
menegaskan, Persis mengecam pernyataan Presiden Myanmar, Thein Sein yang
menganggap etnis Rohingya bukan orang asli Myanmar, melainkan imigran gelap.
Hal itu sangat bertentangan dengan sejarah karena Muslim Rohingya sudah tinggal
di Arkan bahkan sebelum Burma yang sekarang jadi Myanmar merdeka dari Inggris
pada 1948.
Kondisi Muslim Rohingya di Sittwe Memburuk
Rep: dyah
ratna meta novia/ Red: Ani Nursalikah
Pengungsi
etnis Rohingya.
REPUBLIKA.CO.ID, SITTWE -- Ketua Komunitas Muslim
Rohingya, Kya Hla Aung (77 tahun) mengatakan, situasi mereka sangat buruk.
Tempat pengungsian suku Rohingya di luar pinggiran Sittwe sangat buruk
kondisinya. "Militer selalu datang menginterogasi kami. Memperingatkan kami
untuk tak memberikan tempat bagi orang asing yang datang ke pengungsian,"
ujar Aung seperti dilansir The Guardian, Jumat, (18/11). Puluhan ribu
Muslim Rohingya tinggal di pengungsian. Mereka terusir dari rumahnya setelah
terjadinya konflik komunal sejak 2012 di mana Pemerintah Myanmar sangat represif
dan kejam.
Selama ini Muslim Rohingya berusaha tak terlihat
berkumpul untuk menghindari kecurigaan militer dan Pemerintah Myanmar. Militer
Myanmar meminta warga Rohingya di sebuah desa menghancurkan pagar-pagar di
sekeliling rumahnya. Di kota kecil
Maungdaw, Rakhine utara, konflik terjadi antara Rohingya dengan militer.
Sejumlah serangan mematikan dilakukan oleh militer kepada Muslim Rohingya. Namun hal ini juga menimbulkan upaya
pemusnahan Rohingya oleh militer. Kerusuhan yang disebabkan oleh kekerasan
militer kepada suku Rohingya akhirnya terjadi pada 9 Oktober lalu di mana
sembilan polisi dan lima tentara mati di pos-pos penjagaan perbatasan.
Konflik itu juga terjadi karena militer mengumumkan
rencana mereka untuk melatih dan mempersenjatai umat Budha di desa-desa untuk
memproteksi desanya. Pekan lalu, sebanyak 30 warga Rohingya meninggal karena
militer menembaki mereka dari helikopter.
Gambar satelit menunjukkan desa-desa Rohingya dihancurkan. Militer
menampik kejahatan mereka terhadap suku Rohingya. Bahkan, Pemerintah Rohingya
menyatakan, suku Rohingya bukan penduduk Myanmar. Mereka adalah migran dari
Bangladesh meskipun sesungguhnya berdasarkan jejak sejarah etnis mereka, suku
Rohingya sesungguhnya adalah penduduk Myanmar.
HRW: Militer Myanmar Bakar Ratusan Rumah Warga
Rohingya
Rep: Dyah
Ratna Meta Novia/ Red: Teguh Firmansyah
Human Rights
Watch
Gambar citra
satelit kondisi desa-desa di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang dihuni oleh
etnis Muslim Rohingya, pada November 2016.
REPUBLIKA.CO.ID, SITTWE -- Dalam sebuah video terlihat
rumah-rumah suku Rohingya dihancurkan dan dibakar oleh militer Myanmar.
Sejumlah jasad warga etnis Rohingya terlihat di dalam lumpur dan abu.
Pemandangan sangat kejam dan mengerikan terjadi di utara Rakhine, di tengah memanasnya
konflik di sana.
Human Rights Watch (HRW) menyatakan, ratusan rumah
suku Rohingya di desa-desa dihancurkan hingga luluh lantak oleh militer
Myanmar. Ini menimbulkan kekerasan yang terus-menerus antara militer Myanmar
dengan suku Rohingya. Kekejaman militer Myanmar sudah di luar batas
kemanusiaan. Pemerintah Bangladesh
mengatakan, puluhan suku Myanmar banyak yang menyeberang ke Bangladesh dari
perbatasan Myanmar. Mereka berusaha melarikan diri dari militer Myanmar. Sebuah gambar satelit menunjukkan militer
Myanmar menghancurkan desa Kyet Yoe Pyin yang penduduknya merupakan suku
Rohingya. Kekerasan pada awal Oktober berawal dari serangan terhadap polisi
perbatasan.
Kekerasan kemudian pecah setelah militer berusaha
memburu pelaku. Militer membunuh puluhan atau bahkan lebih dari 100 suku
Rohingya dan menangkap 230 lainnnya. Menurut HRW, kematian akibat kekerasan
militer terhadap suku Rohingya bisa mencapai ratusan jiwa lebih.
Rakhine merupakan tempat tinggal suku Rohingya di Myanmar. Mereka terus mengalami represi dan diskriminasi dari Pemerintah Rohingya walaupun sesungguhnya mereka merupakan penduduk Myanmar. Saat ini militer menduduki 25 persen kursi di Parlemen Myanmar. Kekuasaan mereka masih sangat kuat dalam mengontrol negara Myanmar.
Pendiri Fortify Rights di Bangkok, Matthew Smith mengatakan, Pemerintah Myanmar terus-menerus menyangkal kalau mereka telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap kelompok minoritas Myanmar, suku Rohingya. "Jika pelanggaran HAM dilakukan oleh pemerintah maka setiap orang di negara tersebut seharusna mulai memperhatikan," katanya seperti dilansir CNN, Jumat, (18/11).
Rakhine merupakan tempat tinggal suku Rohingya di Myanmar. Mereka terus mengalami represi dan diskriminasi dari Pemerintah Rohingya walaupun sesungguhnya mereka merupakan penduduk Myanmar. Saat ini militer menduduki 25 persen kursi di Parlemen Myanmar. Kekuasaan mereka masih sangat kuat dalam mengontrol negara Myanmar.
Pendiri Fortify Rights di Bangkok, Matthew Smith mengatakan, Pemerintah Myanmar terus-menerus menyangkal kalau mereka telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap kelompok minoritas Myanmar, suku Rohingya. "Jika pelanggaran HAM dilakukan oleh pemerintah maka setiap orang di negara tersebut seharusna mulai memperhatikan," katanya seperti dilansir CNN, Jumat, (18/11).
Mantan Sekjen PBB Kofi Annan mengatakan, jika
kekerasan dan represi terhadap suku Rohingya di Rakhine terus-menerus dilakukan
oleh Myanmar maka negara tersebut akan mengalami ketidakstabilan.
Buddhis : "Akan Kami
Bunuh Semua Muslim Di Myanmar"
Dinda Qilla 17.12 Peristiwa
Menggenggam
pisau, parang, dan bambu, ratusan ekstremis Buddhis berpatroli ke sekujur
Mandalay kota terbesar kedua di Myanmar Seraya meneriakan ancaman
akan membunuh semua Muslim.
"Kami
akan bunuh semua umat Islam," teriak mereka saat berbaris di jalan-jalan,
setelah menghadiri pemakaman seorang pria Buddha tewas saat kerusuhan
Muslim-Buddhis, Rabu (3/7).
Kerusuhan juga menewaskan seorang pria Muslim, yang dikeroyok disergap dalam perjalanan ke masjid untuk menunaikan shalat subuh. Muslim yang tewas adalah warga asli Myanmar, dan aktivis Dialog antar-Iman. Kekerasan Muslim-Buddhis meletus awal pekan ini. Sekitar 300 umat Buddha, termasuk 30 biksu, menyerang sebuah warung teh milik warga Muslim yang diduga memperkosa wanita Buddhis. Umat Buddha melempari properti Muslim dengan batu, merampok toko, rumah, merusak masjid dan mobil, serta melukai beberapa Muslim dengan pisau. Polisi Myanmar mengerahkan ratusan personel, dan membuat perintang kawat berduri, serta memblokir jalan-jalan ke lingkungan mayoritas Muslim. Pengamanan pasif ini diharapkan dapat mencegah sepeda motor dan mobil penyerang mendekati properti Muslim.
Kerusuhan juga menewaskan seorang pria Muslim, yang dikeroyok disergap dalam perjalanan ke masjid untuk menunaikan shalat subuh. Muslim yang tewas adalah warga asli Myanmar, dan aktivis Dialog antar-Iman. Kekerasan Muslim-Buddhis meletus awal pekan ini. Sekitar 300 umat Buddha, termasuk 30 biksu, menyerang sebuah warung teh milik warga Muslim yang diduga memperkosa wanita Buddhis. Umat Buddha melempari properti Muslim dengan batu, merampok toko, rumah, merusak masjid dan mobil, serta melukai beberapa Muslim dengan pisau. Polisi Myanmar mengerahkan ratusan personel, dan membuat perintang kawat berduri, serta memblokir jalan-jalan ke lingkungan mayoritas Muslim. Pengamanan pasif ini diharapkan dapat mencegah sepeda motor dan mobil penyerang mendekati properti Muslim.
Namun tidak ada upaya kepolisian
melucuti senjata umat Buddha, atau menangkap biksu penggerak kerusuhan. Bahkan
polisi tidak melakukan apa-apa ketika umat Buddha berparade di jalan-jalan dengan
senjata tajam di tangan. Yang terjadi
adalah polisi menggeledah rumah-rumah warga Muslim, menangkap lima orang dengan
tuduhan menyimpan senjata tajam. Padahal, pisau yang disimpan adalah pisau
upacara.
"Polisi pasti tahu itu pisau upacara," ujar Ossaman, imam masjid terbesar di Mandalay. "Mereka tidak melanggar hukum." Muslim Myanmar terdiri dari berbagai latar belakang; India, Tiongkok, dan Bangladesh. Mereka telah ada di Myanmar sejak ratusan tahun. Jumlah mereka mencapai empat persen dari 60 juta penduduk Myanmar. Tahun 2012, kerusuhan anti-Muslim hanya terjadi di Rakhine. Mayoritas penduduk Buddha berusaha mengusir keluar Muslim Rohingya, yang dianggap pengungsi Bangladesh. Belasan Muslim Rohingya menjadi korban, ribuan lainnya mengungsi. Kelompok HAM menuduh pasukan Myanmar memperkosa, membunuh, dan menyiksa, Rohingya. Kerusuhan juga terjadi di Meikhtila. Sekitar 40 Muslim terbunuh, dan beberapa masjid dibakar. Tidak ada reaksi keras dari negara-negar mayoritas Muslim seperti Indonesia.
"Polisi pasti tahu itu pisau upacara," ujar Ossaman, imam masjid terbesar di Mandalay. "Mereka tidak melanggar hukum." Muslim Myanmar terdiri dari berbagai latar belakang; India, Tiongkok, dan Bangladesh. Mereka telah ada di Myanmar sejak ratusan tahun. Jumlah mereka mencapai empat persen dari 60 juta penduduk Myanmar. Tahun 2012, kerusuhan anti-Muslim hanya terjadi di Rakhine. Mayoritas penduduk Buddha berusaha mengusir keluar Muslim Rohingya, yang dianggap pengungsi Bangladesh. Belasan Muslim Rohingya menjadi korban, ribuan lainnya mengungsi. Kelompok HAM menuduh pasukan Myanmar memperkosa, membunuh, dan menyiksa, Rohingya. Kerusuhan juga terjadi di Meikhtila. Sekitar 40 Muslim terbunuh, dan beberapa masjid dibakar. Tidak ada reaksi keras dari negara-negar mayoritas Muslim seperti Indonesia.
Sumber:
@atjehcyber | fb.com/atjehcyberID
Sebutan baru untuk Muslim
Rohingya diprotes ratusan rakyat Myanmar
Senin, 6
Syawwal 1437 H / 11 Juli 2016 10:00
Pemerintah
Myanmar ingin etnis Rohingya disebut sebagai "Komunitas Muslim di Negara
bagian Rakhine", sementara pengunjuk rasa ingin mereka disebut sebagai
"Bengali". (Foto: Anadolu Agency)
YANGON (Arrahmah.com) – Ratusan orang berbaris di ibukota
Myanmar, Yangon, pada Ahad (10/7), menuntut pemerintah untuk menggunakan
istilah “Bengali”, istilah yang sangat diskriminatif, kepada sekitar satu juta
Muslim Rohingya.
Sebagian besar masyarakat Myanmar menggunakan istilah
“Bengali” untuk menggambarkan kelompok minoritas Muslim di negara bagian
Rakhine barat, yang menunjukkan bahwa Muslim Rohingya adalah imigran ilegal
yang berasal negara tetangga Bangladesh.
Beberapa ratus orang yang berunjuk rasa itu sebagian
besar adalah pendukung organisasi nasionalis Budha Ma Ba Tha. Salah satu
penyelenggara aksi unjuk rasa, Win Ko Ko Latt dari Jaringan Nasional Myanmar,
mengatakan kepada Anadolu Agency, “Kita tidak ingin ada istilah lain
untuk Bengali. Bengali adalah Bengali.” Selama unjuk rasa itu dia menegaskan
bahwa, “Istilah baru itu tidak akan diterima sama sekali.”
Rakhine adalah rumah bagi kelompok Muslim lainnya
seperti Kaman yang secara resmi diakui sebagai salah satu dari 135 kelompok
etnis Myanmar. Bagi masyarakat Myanmar, Rohingya tidak termasuk dalam kelompok
etnis Myanmar. Sekitar seratus polisi telah dikerahkan untuk menghentikan
demonstran di dekat pagoda Shwedagon, monumen Budha paling suci di Myanmar,
tetapi kemudian mempersilakan para demonstsran untuk melanjutkan aksinya
setelah demonstran dan polisi adu argumen. Seorang karyawan di sebuah
perusahaan lokal yang turut berunjuk rasa, Thuzar New, mengatakan, “Saya
tidak rasis. Saya bukan anti-Muslim. Tapi saya benci Bengali.”
“Orang-orang Bengali ini akan membuat orang Rakhine
menghilang,” tambahnya.
Pekan lalu ribuan orang juga berunjuk rasa di ibukota
Rakhine dan 17 kota-kota lain di negara bagian. Mereka berunjuk rasa untuk
mencela istilah baru untuk entis Muslim Rohingya. Partai Nasional Arakan, yang
memenangkan mayoritas kursi di Rakhine dalam pemilihan umum tahun lalu, menjelaskan
bahwa istilah baru itu benar-benar tidak bisa diterima.
“Istilah baru ini akan menghapus asal-usul orang-orang
Bengali ini, dan mengarang bahwa orang-orang ini adalah orang asli Rakhine,”
katanya, sebagaimana dilansir kantor berita Anadolu (10/7/2016). Sejak
kemenangan partainya dalam pemilu November tahun lalu, Suu Kyi telah mendapat
tekanan dari dunia internasional agar mampu memecahkan masalah yang sedang
dihadapi oleh Rohingya, kelompok Muslim minoritas yang teraniaya sebab dituduh
akan mencoba memberantas tradisi Budha.
Banglades Usir Pulang 125 Muslim Rohingya Asal Myanmar
DHAKA, KOMPAS.com - Petugas penjaga pantai
Banglades mengusir pulang 125 Muslim Rohingya yang hendak masuk ke wilayahnya,
kata pejabat di Dhaka, Sabtu (19/11/2016).
Kelompok minoritas dari Rakhine itu, menurut kantor
berita Agence France-Presse, sedang melarikan diri dari kerusuhan
disertai kekerasan di negara tetangga Myanmar. Pihak berwenang Banglades
melakukan patroli di Sungai Naf, yang memisahkan perbatasan di bagian tenggara
Banglades dengan Myanmar barat. Seluruh 125 warga Rohingya disuruh pulang
ketika mencoba untuk memasuki Banglades pada Jumat (18/11/2016) malam, kata
penjaga pantai di Banglades tenggara, Nafiur Rahman.
"Ada 125 warga negara Myanmar dalam tujuh perahu
kayu. Mereka termasuk 61 perempuan dan 36 anak-anak. Kami menolak mereka
memasuki perairan kami," kata Rahman. Menurut dia, semua penumpang itu
warga Rohingya yang berusaha memasuki Banglades tengah setelah melarikan diri
dari kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar. Petugas penjaga pantai lain
mengatakan, ia melihat dua mayat mengambang di Sungai Naf selama patroli.
Sekitar 30.000 orang telah mengungsi akibat kekerasan
di Rakhine. Separuh dari jumlah tersebut, atau sekitar 15.000 orang, mengungsi
dalam minggu lalu ketika puluhan orang tewas dalam bentrokan dengan militer,
PBB mengatakan Jumat (18/11/2016). Pasukan keamanan Myanmar telah memperketat
pengamanan di perbatasan Banglades, sebuah wilayah yang menjadi tempat tinggal
bagi minoritas Muslim Rohingya. Kelompok minoritas tersebut tidak
memiliki status kewarganegaraan. Kekerasan yang terjadi di Rakhine telah
memperdalam krisis yang telah menjadi persoalan baru yang dapat menggangu
pemerintahan baru yang dipimpin oleh aktivis demokrasi Myanmar Aung San Suu
Kyi. Rakhine telah menjadi medan konflik sektarian sejak gelombang kekerasan
antara penduduk lokal dengan mintoritas Rohingya menewaskan lebih dari 100
orang pada 2012.
Foto by: bersamaislam Jurnalmuslim.com - Tiga buah
foto yang diupload oleh
Jurnalmuslim.com
- Tiga buah
foto yang diupload oleh Facebooker bernama Abu Raihan Abu Raihan menunjukan betapa
Umat Islam di Myamnar berbelas kasih dan berusaha hidup rukun di Negaranya.
Namun yang didapat dari kebaikan mereka itu bukanlah kebaikan setimpal, melainkan diskriminasi dan pembantaian oleh kaum budha di Rohingya, Myanmar. Hingga kini, Muslim Rohingya di Myanmar yang teraniaya terus menerus menderita dalam “kondisi sangat mengerikan” dengan banyak anak-anak mati karena masalah kesehatan, PBB memperingatkan, menambahkan bahwa minoritas Muslim beresiko terlupakan dalam sisa-sisa gemerlap pemilu baru-baru ini di Myanmar, lansir World Bulletin Rabu (02/03/2016).
"Lihatlah apa yg dilakukan umat muslim terhadap biksu biksu kalian,mengapa kalian membantai saudara2 kami diburma?,kalau kami mau kamipun bisa melakukan hal yg serupa yg kalian lakukan pada saudara kami diburma,jangan bikin kami habis kesabaran," tulis Abu Raihan Abu Raihan dalam beranda facebooknya, 10 Juli 2016. Dalam beberapa tahun terakhir, puluhan ribu Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine melalui penyeberangan laut yang berbahaya, menuju negara-negara mayoritas Muslim seperti Malaysia dan Indonesia. (nisyi/jurnalmuslim.com)
Namun yang didapat dari kebaikan mereka itu bukanlah kebaikan setimpal, melainkan diskriminasi dan pembantaian oleh kaum budha di Rohingya, Myanmar. Hingga kini, Muslim Rohingya di Myanmar yang teraniaya terus menerus menderita dalam “kondisi sangat mengerikan” dengan banyak anak-anak mati karena masalah kesehatan, PBB memperingatkan, menambahkan bahwa minoritas Muslim beresiko terlupakan dalam sisa-sisa gemerlap pemilu baru-baru ini di Myanmar, lansir World Bulletin Rabu (02/03/2016).
"Lihatlah apa yg dilakukan umat muslim terhadap biksu biksu kalian,mengapa kalian membantai saudara2 kami diburma?,kalau kami mau kamipun bisa melakukan hal yg serupa yg kalian lakukan pada saudara kami diburma,jangan bikin kami habis kesabaran," tulis Abu Raihan Abu Raihan dalam beranda facebooknya, 10 Juli 2016. Dalam beberapa tahun terakhir, puluhan ribu Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine melalui penyeberangan laut yang berbahaya, menuju negara-negara mayoritas Muslim seperti Malaysia dan Indonesia. (nisyi/jurnalmuslim.com)
Berikut 3
foto yang diupload Abu Raihan Abu Raihan dalam status facebooknya:
Sejarah Umat Islam Rohingya di
Myanmar
Mengenal
Myanmar
Myanmar adalah salah satu negara yang terletak di Asia
Tenggara. Sama seperti Indonesia, negara ini juga merupakan anggota Association
of Southeast Asian Nations (ASEAN). Bagian utara negara ini berbatasan
dengan China dan India. Di sebelah selatan, berbatasan dengan Teluk Benggala
dan Thailand. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah China, Laos, dan
Thailand. Dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Benggala dan wilayah
Bangladesh.
Adapun wilayah Rakhine –penjajah Inggris menyebut
mereka orang-orang Arakan- terletak di barat daya wilayah Myanmar, berbatasan
dengan Teluk Benggala dan wilayah Bangladesh.
Peta Wilayah
Arakan
Kurang lebih, luas wilayah Myanmar adalah 261.000 mil2.
Dan wilayah Rakhine 20.000 mil2. Wilayah ini dipisahkan oleh pagar
alami berupa pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan Himalaya.
Jumlah penduduk Myanmar ditaksir sekitar 50 juta
orang. 15% dari jumlah tersebut adalah muslim yang mayoritasnya adalah
orang-orang Arakan. 70% dari penduduk Arakan adalah muslim. Sisanya adalah
orang-orang Magh, orang-orang Arakan yang beragama Budha Theravada. Dan
kelompok-kelompok minoritas lainnya.
Myanmar merupakan wilayah yang terdiri dari banyak
suku. Lebih dari 140 suku menghuni wilayah bekas koloni Inggris tersebut. Suku
mayoritasnya adalah Bamar/Birma. Suku ini adalah suku kasta pertama dan
memegang pemerintahan. Oleh karena itu, dulu nama wilayah ini adalah Burma
kemudian berganti Mynamar. Kasta kedua adalah suku Syan, Kachin, Chin, Kayah,
Magh, dan umat Islam dari suku Rohingya. Jumlah kasta kedua ini kurang lebih
5juta jiwa.
Umat Islam Arakan
Sejarawan menyebutkan bahwa umat Islam tiba di wilayah
Arakan bertepatan dengan masa Daulah Abbasiyah yang tengah dipimpin oleh
Khalifah Harun al-Rasyid rahimahullah. Kaum muslimin tiba di wilayah
tersebut melalui jalur perdagangan. Dengan cara damai. Bukan peperangan apalagi
penjajahan.
Karena umat Islam semakin banyak dan terkonsentrasi di
suatu wilayah, jadilah ia sebuah kerajaan Islam yang berdiri sendiri. Kerajaan
tersebut berlangsung selama 3,5 abad. Dan dipimpin oleh 48 raja. Yaitu antara
tahun 1430 – 1784 M. Banyak peninggalan-peninggalan umat Islam yang terwarisi
di wilayah tersebut. Ada masjid-masjid dan madrasah-madrasah. Di antara masjid
yang paling terkenal adalah Masjid Badr di Arakan dan Masjid Sindi Khan yang
dibangun tahun 1430 M.
Ekspansi Budha Terhadap Kerajaan Islam Arakan
Pada tahun 1784 M, Arakan diserang oleh raja Budha
dari suku Birma yang bernama Bodawpaya (masa pemerintahan 1782-1819 M). Kemudian
ia menggabungkan wilayah Arakan ke dalam wilayahnya, agar Islam tidak
berkembang di wilayah tersebut. Sejak saat itu bencana umat Islam Arakan pun
dimulai. Peninggalan-peninggalan Islam, masjid dan madrasah, dihancurkan. Para
ulama dan da’i dibunuh. Budha dari suku Birma terus-menerus mengintimidasi kaum
muslimin dan menjarah hak milik mereka. Mereka juga memprovokasi orang-orang
Magh untuk melakukan hal yang sama. Keadaan tersebut terus berlangsung selama
40 tahun. Sampai akhirnya berhenti dengan kedatangan penjajah Inggris.
Pada tahun 1824 M, Inggris menguasai Burma. Kemudian
kerajaan Britania itu menggabungkan wilayah itu dengan persemakmurannya di
India. Pada tahun 1937 M, Inggris memisahkan Burma dan wilayah Arakan dari
wilayah kekuasaannya di India. Maka Burma menjadi wilayah kerajaan Inggris
tersendiri yang bernama Burma Britania. Tidak bernaung di wilayah India lagi.
Tahun 1942 M, bencana besar menimpa kaum muslimin
Rohingya. Orang-orang Budha Magh membantai mereka dengan dukungan senjata dan
materi dari saudara Budha mereka suku Birma dan suku-suku lainnya. Lebih dari
100.000 muslim pun tewas dalam peristiwa itu. Sebagian besar mereka adalah
wanita, orang tua, dan anak-anak. Ratusan ribu lainnya melarikan diri dari
Burma. Karena pedih dan mengerikannya peristiwa tersebut, kalangan tua –saat
ini- yang menyaksikan peristiwa itu senantiasa mengingatnya dan mengalami
trauma.
Pada tahun 1947 M, Burma mempersiapkan deklarasi
kemerdekaan mereka di Kota Panglong. Semua suku diundang dalam persiapan
tersebut, kecuali umat Islam Rohingya. Pada tanggal 4 Januari 1948, Inggris
memerdekakan Burma secara penuh disertai persyaratan masing-masing suku bisa
memerdekakan diri dari Burma apabila mereka menginginkannya. Namun suku Birma
menyelisihi poin perjanjian tersebut. Mereka tetap menguasai wilayah Arakan dan
tidak mendengarkan suara masyarakat muslim Rohingya dan Budha Magh yang ingin
merdeka. Mereka pun melanjutkan intimidasi terhadap kaum muslimin.
Sejak pemerintahan militer berkuasa di Myanmar melalui
kudeta Jendral Ne Win tahun 1962 M, umat Islam Arakan mengalami berbagai bentuk
kezaliman dan intimidasi. Dibunuh, diusir, diitekan hak-hak mereka, dan tidak
diakui hak-hak kewarga-negaraannya. Mereka disamakan dengan orang-orang
Bangladesh dalam hal agama, bahasa, dan fisik.
Menghapuskan identitas Islam dan pengaruhnya:
Hal ini dilakukan dengan cara menghancurkan
peninggalan-peninggalan Islam. Yaitu menghancurkan masjid, madrasah, dan
bangunan-bangunan bersejarah lainnya. Lalu kaum muslimin dilarang sama sekali
untuk membangun suatu bangunan yang berkaitan dengan Islam. Dilarang membangun
masjid, madrasah, kantor-kantor dan perpustakaan, tempat penampungan anak
yatim, dll. sebagian sekolah-sekolah Islam yang tersisa tidak mendapatkan
pengakuan dari pemerintah, dilarang untuk dikembangkan, dan tidak diakui
lulusannya.
Upaya “Burmanisasi”, meleburkan ajaran Islam dan
menghilangkan identitasnya dalam masyarakat Budha:
Umat Islam diusir dari kampung halaman mereka.
Tanah-tanah dan kebun-kebun pertanian mereka dirampas. Kemudian orang-orang
Budha menguasainya dan membangunnya dengan harta-harta yang berasal dari kaum
muslimin. Atau membangunnya menjadi barak militer tanpa kompensasi apapun. Bagi
mereka yang menolak, maka tebusannya adalah nyawa. Inilah militer fasis yang
tidak mengenal belas kasihan.
Pengusiran dan diskriminasi dari wilayah Myanmar
secara berkesinambungan:
- Pada tahun 1962 M, militer fasis Myanmar mengusir 300.000 orang Arakan ke wilayah Bangladesh.
- Pada tahun 1978 M, lebih dari 500.000 kaum muslimin diusir dan mengalami tekanan yang sangat berat hingga hampir 400.000 orang dari mereka tewas. Termasuk di dalamnya orang-orang tua, wanita, dan anak-anak.
- Tahun 1988, 150.000 kaum muslimin diusir karena orang-orang Budha hendak membangun desa mereka sebagai tempat percontohan.
- Tahun 1991, hampir 500.0000 orang muslim diusir. Hal ini karena hukuman atas kemenagnan partai oposisi (NLD) dalam pemilu yang mendapatkan suara dari umat Islam. Hasil pemilu pun dibatalkan.
- Membatalkan hak kewarganeraan umat Islam.
- Melakukan kerja paksa dengan tanpa mendapatkan makanan, minuman, dan transportasi.
- Umat Islam dilarang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Apalagi duduk di banguku kuliah. Bagi mereka yang berusah mendapatkan pendidikan di luar negeri, kemudian kembali ke Myanmar dalam keadaan terdidik, maka akan dijebloskan ke dalam penjara.
- Secara umum, tidak boleh menjadi pegawai negera. Jika pun ada, maka tidak akan mendapatkan hak-haknya secara penuh.
- Dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri, walaupun untuk beribadah haji. Mereka hanya diperbolehkan pergi ke Bangladesh dengan ketentuan waktu yang terbatas. Mereka tidak diperbolehkan berpergian ke Ibu Kota Rangon dan kota-kota lainnya di Myanmar. Jika mereka hendak pindah kota, harus mendapatkan surat izin yang jelas.
Pemusnahan
Etnis Rohingya di Myanmar
Diskrimanis dalam ekonomi:
Dibebani pajak yang tinggi dalam segala hal. Dikenakan
banyak denda. Dipersulit melakukan perdagangan. Kecuali berniaga dengan
militer. Itupun dijual dengan harga yang jauh di bawah standar atau dipaksa
menjual sesuatu yang tidak ingin mereka jual. Hal itu bertujuan agar mereka
terus dalam keadaan miskin.
Penutup
Demikian gambaran singkat keadaan muslim Rohingya.
Sejak lama mereka ditindas dan menerima kekejaman umat Budha Myanmar, namun
dunia enggan berbicara membela mereka. Tidak ada atas nama kemanusiaan. Tidak
pula ada belas kasihan.
Pada tahun 1970-an Raja Faisal bin Abdul Aziz rahimahullah
menjadi pemimpin dunia yang pertama membangun puluhan ribu camp pengungsi
Rohingya di Arab Saudi. Saat ini sekitar seperempat juta warga Rohingya telah
tinggal aman di Arab Saudi.
Saat ini kita melihat respon yang baik dari pemerintah
Aceh, Turki, dan Arab Saudi, untuk menolong saudara-saudara kita kaum muslimin
Rohingya yang tengah tertimpa musibah. Semoga Allah meringankan beban mereka.
Sumber: almotamar.net
Oleh Nurfitri
Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Semoga Diringankan beban saudara-saudara kita di miyanmar, era abad 21 semestinya rasisme dan intoleransi sudah tidak adalagi didunia tapi pada kennyataanya kejadian seperti ini terus berulang semoga kedepan dunia kita jauh lebih baik dan damai
ReplyDeletesungguh mengenaskan nasib warga rohingya, moga selalu di beri ketabahan
ReplyDelete