Islam di Australia

1 comment



Muslim di Australia
Kedutaan Besar Australia Indonesia
Sejarah yang panjang dan dinamis
Muslim di Australia memiliki sejarah yang panjang dan bervariasi yang diperkirakan sudah hadir sebelum pemukiman Eropa. Beberapa pengunjung awal Australia adalah Muslim dari Indonesia timur. Mereka membangun hubungan dengan daratan Australia sejak abad ke 16 dan 17.
Pengunjung Muslim awal — pedagang Makassar
Nelayan dan pedagang Makassar tiba di pesisir utara Australia Barat, Australia Utara dan Queensland. Orang Makassar berdagang dengan Penduduk Asli dan mencari teripang yang mereka jual sebagai makanan di pasar Cina yang menguntungkan.  Bukti-bukti dari pengunjung awal ini dapat ditemukan pada kesamaan beberapa kata bahasa Makassar dan Penduduk Asli pesisir Australia. Lukisan gua Aborijin menggambarkan perahu tradisional Makassar dan sejumlah peninggalan Makassar telah ditemukan di pemukiman Aborijin di pesisir barat dan utara Australia. Perkawinan antara Penduduk Asli dan orang Makassar diyakini pernah terjadi, dan lokasi pemakaman orang Makassar telah ditemukan sepanjang garis pantai.
Penunggang unta Afganistan dan masa kolonial
Migran Muslim dari pesisir Afrika dan wilayah pulau di bawah Kerajaan Inggris datang ke Australia sebagai pelaut dan narapidana dalam armada pertama pendatang Eropa pada akhir dasawarsa 1700an. Populasi Muslim semi permanen pertama dalam jumlah yang signifikan terbentuk dengan kedatangan penunggang unta pada dasawarsa 1800an.  Datang dari anak-benua India, Muslim ini sangat vital bagi penjelajahan awal pedalaman Australia dan pembentukan layanan perhubungan.  Salah satu proyek besar yang melibatkan penunggang unta Afganistan adalah pembangunan jaringan rel kereta api antara Port Augusta dan Alice Springs, yang kemudian dikenal sebagai Ghan. Jalur kereta api dilanjutkan hingga ke Darwin pada 2004.
Para penunggang unta ini juga memegang peran penting dalam pembangunan jalur telegrafi darat antara Adelaide dan Darwin pada 1870 - 1872, yang akhirnya menghubungkan Australia dengan London lewat India.  Melalui karya awal ini, sejumlah kota ‘Ghan’ berdiri di sepanjang jalur kereta api. Banyak dari antara kota-kota ini yang memiliki sedikitnya satu masjid, biasanya dibangun dari besi bergelombang dengan menara kecil.  Namun, kehadiran kendaraan bermotor dan transportasi lori bermesin menandai akhir era penunggang unta. Sementara sebagian dari mereka pulang ke negara asalnya, yang lainnya bermukim di daerah dekat Alice Springs dan daerah lain di Australia Utara.  Banyak yang menikah dengan penduduk Asli setempat. Keturunan penunggang unta Afganistan sejak itu berperan aktif dalam berbagai komunitas Muslim di Australia. 
Sejumlah kecil Muslim juga direkrut dari koloni Belanda dan Inggris di Asia Tenggara untuk bekerja di industri mutiara Australia pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20.  Masjid pertama di Australia didirikan di Marree di sebelah utara Australia Selatan pada 1861. Masjid besar pertama dibangun di Adelaide pada 1890, dan satu lagi didirikan di Broken Hill (New South Wales) pada 1891.
Pasca Perang Dunia Kedua — menuju masyarakat modern serta majemuk
Jumlah umat Islam Australia modern meningkat dengan cepat setelah Perang Dunia Kedua. Pada 1947 - 1971, jumlah warga Muslim meningkat dari 2.704 menjadi 22.331.  Hal ini terjadi terutama karena ledakan ekonomi pasca perang, yang membuka lapangan kerja baru. Banyak Muslim Eropa, terutama dari Turki, memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari kehidupan dan rumah baru di Australia. Pada Sensus 2006, tercatat 23.126 Muslim kelahiran Turki di Australia.  Migran Muslim Bosnia dan Kosovo yang tiba di Australia pada dasawarsa 1960an memberi sumbangsih penting terhadap Australia modern melalui peran mereka dalam pembangunan Skema PLTA Snowy Mountains di New South Wales. Migran Libanon, banyak dari antara mereka adalah Muslim, juga mulai berdatangan dalam jumlah yang lebih besar setelah pecah perang saudara di Libanon pada 1975. Menurut Sensus 2006, tercatat 7.542 Muslim Australia kelahiran Bosnia dan Herzegovina dan 30.287 kelahiran Libanon.

Muslim Australia sangat majemuk. Pada Sensus 2006, tercatat lebih dari 340.000 Muslim di Australia, di mana dari jumlah tersebut sebanyak 128.904 lahir di Australia dan sisanya lahir di luar negeri. Selain migran dari Libanon dan Turki, negara asal Muslim lainnya adalah:
  • Afganistan 15.965
  • Pakistan 13.821
  • Banglades 13.361
  • Irak 10.039
  • Indonesia 8.656.
Dalam tiga dasawarsa terakhir, banyak Muslim bermigrasi ke Australia melalui program pengungsi atau kemanusiaan, dan dari negara-negara Afrika seperti Somalia dan Sudan. Masyarakat Muslim Australia saat ini sebagian besar terkonsentrasi di Sydney dan Melbourne.  Sejak dasawarsa 1970an, masyarakat Muslim telah membangun banyak masjid dan sekolah Islam dan memberi sumbangsih yang dinamis terhadap rajutan multi-budaya masyarakat Australia.
Sumber: Biro Statistik Australia 1981-2006 Sensus Populasi dan Perumahan

Islam, Agama Paling Cepat Berkembang di Australia
Senin, 29 Juni 2015 | 18:33 WIB
IST Ilustrasi warga Muslim Australia.
CANBERRA, KOMPAS.com - Islam merupakan agama paling cepat pertumbuhannya dalam lima tahun di Australia, dengan peningkatan 39,9 persen dari 2006 ke 2011. Namun jumlah penduduk Muslim masih berkisar 500.000 jiwa alias hanya 2,2 persen dari total populasi Negeri Kanguru.
Fakta tersebut terungkap dalam laporan International Centre for Muslim and non-Muslim Understanding (MnM) pada University of South Australia, mengutip hasil sensus penduduk 2011.
Dari sekitar 500.000 warga Muslim di Australia, persentase jumlah pemilih terbesar terdapat di daerah pemilihan Broadmeadeows di pinggiran Kota Melbourne. Di dapil ini 31,3 persen pemilih merupakan warga Muslim. Dari data daerah pemilihan selain Broadmeadows juga terdapat dua dapil di negara bagian New South Wales yaitu Bankstown dengan 26,7 persen pemilih Muslim dan Auburn yang memiliki 25,6 persen pemilih Muslim. Menurut Direktur MnM Prof. Riaz Hassan, dengan adanya tiga dapil di Australia yang memiliki pemilih Muslim di atas 25 persen, maka para politisi Australia perlu menjadikan hal itu sebagai pertimbangan.
Dikatakan, jumlah warga Muslim Australia yang bergabung ke kelompok teroris ISIS sekitar 150 orang, atau sekitar 0,03 persen. Reaksi pemerintah Australia, kata Hassan, yang menerbitkan undang-undang antiterorisme yang sangat kuat, membawa dampak sampingan terhadap warga Muslim kebanyakan. Dijelaskan, dengan populasi Muslim terbesar dunia berada persis di dekat Australia yaitu di Indonesia, maka sangat penting bagi masyarakat Australia untuk memahami Islam.

"Saat ini 2,2 persen populasi Australian adalah Muslim, menurut Sensus 2011. Menurut perkiraan, jumlah mereka akan berkisar 1,5 juta jiwa dalam 30 tahun mendatang," kata Hassan. Hassan mengutip sejarah kontak pertama Australia dengan orang Muslim terjadi di pertengahan tahun 1700-an saat pelaut-pelaut Makassar tiba di Australia utara untuk berdagang teripang dengan orang Aborigin.
Kemudian di tahun 1850-an, datanglah para penunggang unta dari Afganistan yang membuka jalur perdagangan dengan pedalaman Australia. "Hingga tahun 1930 jumlah mereka yang merupakan warga Muslim hanya sekitar 3 ribu orang," kata Prof. Hassan. Bahkan masjid permanen paling tua dibangun di Adelaide tahun 1888 oleh para pendatang asal Afganistan tersebut.
Perubahan politik
Hassan melanjutkan terjadinya perubahan politik Australia dengan diberlakukannya Kebijakan Kulit Putih (White Australia Policy) tahun 1901, membuat banyak orang Afganistan itu meninggalkan Australia. Di tahun 1960-an terjadi perubahan undang-undang yang membolehkan kedatangan imigran Turki dan Lebanon, membuat jumlah penduduk Muslim negara ini bertambah kembali. "Pada pertengahan tahun 1980-an, jumlahnya sekitar seperempat juta orang," katanya.
Sikap warga kulit putih Australia terhadap orang Muslim, menurut Hassan, terlihat sepanjang sejarahnya dengan kebanyakan berupa sikap penghinaan. "Sikap Australia terhadap orang Asia, disebabkan karena negara Muslim terbesar berada sangat dekat (Indonesia), selalu didominasi ketakutan," katanya.
"Setelah peristiwa 9/11 sikap itu makin menguat dengan persepsi bahwa Islam mendukung terorisme," tambah Hassan.  Berdasarkan data sensus 2011 menunjukkan 37,6 persen Muslim Australia lahir di negara itu dan 39 persen lainnya lahir di Lebanon, Pakistan, Afganistan, Turki, Banglades, Iran, Irak, Indonesia dan India.
"Muslim Australia berasal dari 183 negara berbeda, umumnya dari Asia Selatan dan Timur Tengah, menjadikan mereka sebagai komunitas paling beragam di dunia," katanya.  Menurut dia, laporan ini menunjukkan betapa lembaga MnM yang dibentuk pada 2008 oleh mantan Perdana Menteri Bob Hawke, sangat relevan untuk mengatasi salah persepsi di masyarakat.

Meski Minoritas, Islam Tetap Dipandang di Australia
Rob Dower (kiri), pendeta yang memberi dukungan kepada umat muslim di Australia/Foto: Ramdani Bur-Okezone.com
Ramdani Bur
Jurnalis
MELBOURNE – Australia merupakan negara yang dikenal dengan multibudaya. Terbukti, di Kota Melbourne, penduduknya berasal dari 150 negara berbeda. Karena itu, penganut agama di sana pun berbeda-beda.  Namun, mayoritas warga di sana merupakan penganut agama Kristen, sementara agama lain seperti islam hanyalah minoritas. Meski hanya kaum minoritas, Islam tetap dipandang oleh warga Australia yang menganut kepercayaan lain.
Hal itu disampaikan Pendeta Rod Bower yang biasa memimpin jemaat di Gereja Anglikan Gosford di Negara Bagian New South Wales. Menurutnya, orang di Australia sangat terbuka soal agama.
“Umat Kristen sangat mendukung umat muslim di Australia. Tidak ada perbedaan besar antara agama satu dan lain di Australia, khususnya di Melbourne,” jelas Bower kepada pewarta yang juga dihadiri Okezone dalam acara makan pagi yang diadakan Dewan Islam Victoria di Melbourne.
Salah satu bukti islam diizinkan berkembang di Australia, khususnya Melbourne, ialah berdirinya masjid-masjid megah.Dewan Islam Victoria (ICV) memiliki satu Masjid bernama Jeffcott yang mulai berdiri pada 1970.  Masjid tersebut berada di pusat Kota Melbourne yang merupakan bagian dari kantor ICV. Sementara itu di Kabupaten Dandenong, yang jaraknya sekira 30 km dari pusat Kota Melbourne, berdiri masjid megah berinterior Turki.
Sekadar informasi, masjid itu dibuat oleh pemerintah Turki. Dengan begitu, praktis memudahkan 600 ribu umat islam di Australia yang ingin melakukan ibadah.  Meski demikian, Bower mengatakan ada beberapa oknum di Australia yang memandang sebelah mata agama islam. Salah satunya karena adanya beberapa gerakan separatis yang mengatasnamakan ISIS di timur tengah.
“Politik di timur tengah membuat islam terkadang mendapat kesan yang buruk. Namun, saya memiliki cara agar islam dapat dipandang positif,” lanjut Bower.
Di gereja yang dipimpinnya, Bower beberapa kali membuat spanduk yang berisi dukungan kepada umat islam. Bahkan karena sering mendukung agama islam, terkadang gerejanya mendapat serangan dari oknum atau kaum ekstremis.
Liputan ini adalah hasil kerja sama Okezone dengan ABC International.
Beratnya Menjadi Muslim di Australia
Rep: Retno Wulandhari/ Red: Bilal Ramadhan
EPA/Mick Tsikas

Kelompok anti-Muslim menggelar aksi demonstrasi di Sydney, Australia, pada 4 April 2015.
REPUBLIKA.CO.ID, Bagaimanakah rasanya menjadi seorang Muslim di negara yang tengah dilanda Islamofobia seperti Australia?
Beberapa Muslim yang tinggal di Australia mengaku terancam apabila mengungkap identitasnya sebagai Muslim. Akibatnya, tak sedikit Muslim yang menyembunyikan identitas diri dan keluarganya sebagai Muslim. Seperti halnya pengakuan Michael Kelly (29 tahun) asal Torquay, Inggris. Meski bergabung dalam sebuah tim sepak bola, Kelly tidak pernah memberitahu rekan satu timnya bahwa dirinya seorang Muslim.
"Saya tidak mau dijauhi dan diabaikan oleh orang-orang yang ada di sekeliling saya," kata Kelly dilansir Sydney Morning Herald, Senin (2/5).
Ancaman juga dirasakan oleh Mocca dari Afghanistan. Menurut Mocca, di Australia, semua Muslim kini dianggap sebagai teroris. Mocca semakin ditinggalkan ketika ia memutuskan mengenakan hijab. Keputusannya berhijab membuat dua orang temannya memutuskan hubungan pertemanan begitu saja. Tak berhenti sampai di situ, Mocca juga mengaku kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari orang asing. Bahkan, ia pernah menjadi sasaran kekerasan verbal dan diancam dengan pisau oleh orang tak dikenal.
"Saya merasa tidak aman ketika bahkan ketika sedang berbelanja. Tidak seharusnya kami mendapatkan perlakuan seperti itu. Kami juga pantas mendapatkan perlakukan yang sama dengan masyarakat Australia lainnya," ujar Mocca.
Tak jauh berbeda dengan Kelly dan Mocca, Amalia Rahmat, mahasiswi asal Malaysia, juga kerap mendapat perlakuan diskriminatif dari teman-teman sekelasnya di salah satu kampus di Melbourne. "Saya takut, saya merasa seperti diasingkan di kelas," kata Amalia. Hari-hari Amalia di Australia terasa berat karena kedatangannya bertepatan dengan peristiwa penyanderaan yang diduga dilakukan oleh kelompom Islam garis keras. Ketika diminta mengerjakan tugas secara berkelompok, tak satupun teman sekelasnya yang ingin satu kelompok dengan Amalia.
"Saya benar-benar diperlakukan berbeda, mungkin karena aksen dan warna kulit saya atau karena hijab yang saya kenakan," kata Amalia. Kelly, Mocca dan Amalia adalah beberapa Muslim yang merasakan beratnya hidup di Australia. Tidak menutup kemungkinan ada lebih banyak Muslim lagi yang merasakan dampak dari Islamofobia.
Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Australia
20 Jun 2016
Ikhwanul Khabibi - detik.com

Education Director Islamic Museum Australia, Sherene Hassan.
detik.com: Ikhwanul Khabibi
Islam memang bukan merupakan agama mayoritas di Australia. Jumlah total umat Islam hanya 500 ribu atau sekitar 3% dari jumlah penduduk total sebanyak 24 juta.
Meskipun demikian, Islam telah menjadi bagian dari kehidupan warga Australia. Islam juga menjadi bagian sejarah dari negara berpenduduk asli bangsa Aborigin itu.
Di Islamic Museum Australia, yang berada di Anderson Road, Thornbury, Victoria, dijelaskan detail tentang sejarah masuknya Islam di Australia. Ternyata, Islam pertama kali dibawa oleh para pelaut dari Makassar ke Australia.
"Pelaut-pelaut Makassar adalah yang pertama kali melakukan kontak dengan bangsa asli Australia yaitu Aborigin. Mereka mendarat di Australia bagian utara sekitar tahun 1700an. Kala itu mereka datang dengan sangat sopan dan meminta izin kepada penduduk asli," kata Education Director Islamic Museum Australia, Sherene Hassan saat ditemui detikcom bersama dua media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Juni 2016.  Para pelaut dari Makassar itu datang untuk mencari teripang di pantai utara Australia, salah satunya di daerah Arnhemland. Mereka datang pada bulan Desember dan menetap beberapa lama di Australia untuk membeli teripang dari penduduk asli. Interaksi antara pelaut Makassar dan para warga abrigin pun tak bisa dihindarkan.
"Sebagian besar pelaut dari Makassar beragama Islam dan karena mereka berinteraksi dengan suku asli, sehingga secara spiritual suku Aborigin di sebelah utara Australia terpengaruh agama Islam yang dipeluk para pelaut," jelas Sherene. Setelah itu, pengaruh Islam juga datang ke Australia dengan dibawa oleh para penunggang unta yang datang dari Pakistan dan Afghanistan sekitar tahun 1870-1920. Para penunggang unta yang berjumlah lebih dari 2.000 orang itu datang untuk bekerja di proyek pembangunan jalur kereta yang tengah dikerjakan pemerintah Inggris. Kala itu unta dianggap sebagai hewan yang sangat berguna untuk dijadikan alat angkut material.
Para penunggang onta yang dalam sejarah Australia disebut dengan kata 'Camellers' berada cukup lama di daratan Australia. Sehingga, sedikit banyak mereka juga membawa pengaruh spiritual. Bahkan, masjid pertama di Australia didirikan pada masa itu.

Gedung Islamic Museum Australia di Kota Melbourne.
detik.com: Ikhwanul Khabibi
Setelah itu, masuk ke tahun 1900an, Australia mulai didatangi buruh migran dari berbagai negara di timur tengah dan Afrika. Para imigran itu kebanyakan berasal dari Turki, Albania, Bosnia, Libanon dan beberapa negara lain di Afrika.  Jumlah imigran yang terus bertambah seiring berjalannya waktu membawa pengaruh Islam di Australia. Hingga, Islam terus berkembang di negeri kanguru tersebut. Hingga saat ini, Islam merupakan agama yang perkembangannya cukup pesat di Australia. Jumlah pemeluk agama Islam terus bertambah dan jumlah masjid dan sekolah Islam pun terus meningkat.
Sejak dua tahun lalu
Sejak dua tahun lalu, Islamic Museum Australia resmi dibuka. Tujuan awal didirikan museum itu adalah untuk mengenalkan wajah Islam seutuhnya kepada warga Australia. Islamic Museum Australia berada di Anderson Road, Thornbury, Victoria. Untuk menuju ke museum, hanya memerlukan waktu 30 menit berkendara dari pusat Kota Melbourne, atau bisa juga dengan menaiki trem, moda transportasi andalan Kota Melbourne. Bangunan museum berdiri megah di lahan seluas sekitar 3.000 meter persegi. Islamic Museum dibangun pada tahun 2010 dan selesai pada 2014. Sejak dibuka pada 2014, sudah lebih dari 20 ribu orang mengunjungi museum tersebut.
"Museum ini didirikan enam tahun lalu dan sudah dibuka selama 2 tahun. Sudah lebih dari 20 ribu orang yang mendatangi museum ini dan sebagian besar di antaranya adalah non muslim," kata Education Director Islamic Museum Australia, Sherene Hassan. Sherene menjelaskan, ide awal didirikannya museum adalah untuk memberikan gambaran utuh tentang Islam kepada masyarakat. Pasalnya, selama ini masyarakat Australia banyak disajikan berbagai informasi miring tentang Islam dari berbagai media, terutama seringnya menghubungkan tindakan ektremisme dan terorisme dengan Islam. Padahal secara jelas tindakan-tindakan tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan Islam.
"Bagi orang-orang yang memiliki pandangan negatif tentang Islam, kami harap mereka datang ke museum ini dan buktikan apakah pandangan negatif tentang Islam itu benar atau tidak," tegas Sherene. Museum Islam pertama di Australia itu benar-benar mengenalkan Islam seutuhnya bagi warga. Saat masuk ke museum, pada bagian pertama adalah pengenalan tentang Islam, mulai dari sejarah Islam hingga pengertian dan rukun Islam serta beberapa petikan ayat Alquran.
Salah satu ruangan di dalam Islamic Museum Australia.
detik.com: Ikhwanul Khabibi
Masuk ke bagian kedua, museum menyajikan andil Islam terhadap peradaban manusia. Beberapa penemuan ilmiah dari tokoh-tokoh Islam yang mengubah dunia dipamerkan.
Beberapa temuan seperti sistem hitung Aljabar, permainan catur, alat untuk terbang dan berbagai penemuan lain membuka mata warga Australia bahwa Islam telah turut ambil bagian dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan.
Setelah itu, para pengunjung juga bisa melihat hasil-hasil karya seni Islami. Bagian ketiga di museum ini ingin memberikan pengertian bahwa Islam tidak pernah membatasi umatnya untuk berkreasi dan Islam mengajarkan umatnya untuk mencintai keindahan.
Pada bagian keempat, dipamerkan karya-karya arsitektur Islam. Bangunan masjid-masjid megah dari berbagai penjuru dunia di tampilkan. Pada bagian ini, juga diperdengarkan alunan suara azan, sehingga para pengunjung bisa mendengarkan syahdunya suara azan. Untuk diketahui, di Australia masjid tidak diperbolehkan mengumandangkan suara azan melalui speaker di luar.
Kemudian salah satu bagian yang paling menarik dari museum ini adalah sejarah Islam di Australia. Islamic Museum Australia menyajikan data valid terkait sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Australia. Seorang pengunjung museum dari negara bagian Tazmania, Paula Woodward mengaku sengaja mendatangi museum karena mendapatkan informasi dari tayangan televisi. Dia mengaku mendapatkan banyak pengetahuan tentang Islam yang sangat berbeda dengan yang didapatkan dari pemberitaan media.
"Kami melihat tayangan di televisi, kemudian kami memutuskan untuk ke Melbourne dan mendatangi museum ini. Sebelumnya, kami juga telah mengunjungi Masjid Maree, yang merupakan masjid pertama di Australia," ujarnya.
*Artikel ini diproduksi oleh wartawan detik.com Ikhwanul Khabibi atas kerjasama dengan Australia Plus Indonesia.

1 comment :