Dua Tokoh yang mengubah Turki
Dua Tokoh yang mengubah wajah Turki
1.
SAID NURSI Badiuzzaman
Menjelang kejatuhan Kekhalifaan Turki Usmani, lahirlah
bayi ajaib, Said ( 1877-1960). Kelak orang tersebut menjadi mujadid,
tokoh utama gerakan Islam di Kebangkitan Turki. Sebutan ‘Nursi’ disematkan pada
namanya dikarenakan beliau lahir di Desa Nurs (Anatolia Timur). Sedangkan
julukan “Badiuzzaman” merupakan penghargaan dari pengikutnya dikarenakan
kecerdasan serta kebpribadiannya dalam memahami Sains Modern dan
literature Islam Klasik. Khilafah terakhir ini dalam sejarah Islam mampu
bertahan selama 600 tahun (1288 – 1923 M). Akhirnya harus jatuh dikarenakan
kemunduran umat Islam serta rendahnya moral para pejabat pada masa itu.
Kalangan sekuler lebih memilih mengatakan bahwa penyebab kejatuhan adalah
kekuasan absolut dan stagnasi di tangan para khalifah.
Turki merupakan Bangsa Muslim besar sejak Sultan
ke-7 Turki Usmani , Muhammad Al-Fatih membebaskan konstantinopel (1453 M).
Konstatinopel sebelum berganti nama menjadi Islambul (Istambul) –
menjadi pusat Kekaisaran Romawi Timur, Byzantium. Agama resminya adalah
Kristen Ortodoks. Muhammad Al Fatih ini berhasil merealisasikan nubuwwah bahwa
konstantinopel akan jatuh di tangan Islam melalui pemimpin dan pasukan terbaik.
Munculnya Said Nursi merupakan sejarahnya panjang dari perjuangan Islam di
Turki sejak dibawah kekuasaaan Sang Fatih.
Secara garis besar, kehidupan Said Nursi dibagi
menjadi tiga periode, yakni Said al-Qodim (1977-1923) yang merupakan
periode panjang kehidupan Said Nursi yang bergumul dan terlibat langsung dengan
pergerakan-pergerakan politik dalam pemerintahan Turki Usmani. Periode kedua
adalah Sa’îd al-Jadîd (1924 – 1950) yang merupakan periode yang
penuh dengan perenungan intelektual tentang nasib umat Islam yang berhadapan
dengan ideologi-ideologi modern dengan usaha-usaha abrasi keimanan yang
sistematis. Sedangkan periode ketiga adalah Said al-Tsâlits (1950 –
1960) yakni periode Said Nursi yang seluruh hidupnya diserahkan kepada
pembinaan umat Islam dengan mengajarkan ilmu al-Qur’an kepada masyarakat
tentang pentingnya iman bagi tegaknya kedamaian abadi dunia dan akhirat.
Di sepanjang hidupnya, Fethullah Gulen mengatakan
bahwa ada dua sifat yang tidak pernah hilang dari Said Nursi, yaitu:
pertama, kepribadiannya sebagai sosok yang sangat peka terhadap kondisi umat
sehingga membentuknya menjadi pribadi penuh cinta yang selalu bersemangat dan
sangat terhormat dalam berdakwah; kedua, kualitasnya sebagai cendekiawan ulung
yang selalu seimbang dalam segala hal.
Permasalahan utama yang dihadapi oleh Turki meliputi 3
hal : kebodohan, kemiskinan, dan konflik. Inilah yang mejadi pokok perjuangan
Said Nursi, “Musuh kami adalah kebodohan, kemiskinan dan konflik. Kami harus
melancarkan serangan lewat perang suci untuk menyerang tiga musuh tersebut
dengan senjata industri, pendidikan dan persatuan.”
Sekulerisme Ekstrem
Bergantinya kekhalifaan menjadi Negara Republik Turki
(1924) merupakan kemenangan Kaum Sekuler yang dipimpin oleh Mustafa Kemal
Pasha. Akhir kejatuhan Turki ini, sebelumnya ditandai oleh era
Tanzimat. Sekelompok intelektual baik Usmani Muda maupun Turki Muda yang lebih
mengagungkan peradaban Barat. Mereka menawarkan pemerintahan konstitusi untuk
membatasi keabsolutan Sultan.
Bentuk Sekuler yang diterapkan oleh Kemalisme adalah
rekontruksi identitas baru yang berpijak pada prinsip anti-Usmaniyah dan
anti-Islamisme. Kemal berargumen bahwa sejarah Turki Kuno (pra-Islam) pada
dasrnya telah memiliki akar modernism dan demokrasi. Namun dalam
perkembangannya, nilai-nilai tradisional pupus oleh masuknya Islam dan
eksistensi Dinasti Usmani. Oleh karena itu revolusi Kemalisme dianggap bangsa
Turki sebagai upaya pembebasan dan mengembalikan Turki (Turanisme) kepada
sumber peradaban (barat). Prinsip yang diterapkan adalah sekulerisme dan
westernisasi yang didukung sepenuhnya oleh kekuatan militer Turki.
Kebijakan ekstrem yang diberlakukan antara lain : (1)
UU Syariah Islam diganti UU Sipil Swis dan Pidana Italia. (2) Penutupan
Madrasah (3) Pelarangan Jilbab (4) Penggantian huruf dari Arab ke Latin (5)
Turkifikasi Al Quran, dan (6) Adopsi kebudayaan eropa yang hedonis. Menurut Bernard
Lewis (Ahmad Dzakirin, 2012) target sekulerisme Kemal memang tidak dalam rangka
menghancurkan eksistensi Islam, namun lebih merupakanupaya de-legitimasi
struktur Islam dalam kehidupan sosial dan politik serta menghilangkan
pengaruhnya dalam akal dan hati masyarakat Turki.
Inilah masa peralihan dari Said Lama kepada Said Baru.
Said Lama adalah Said yang berpolitik praktis dengan menerjunkan diri dalam
pancaroba kultur Turki. Said Baru merupakan masa pengabdiannya pada al-Qur’an
dengan menafsirkannya kemudian menyebarkan dalam bentuk risalah-risalah.
Seluruh isi interpretasinya terhadap al-Qur’an merupakan respon langsung atas
berkembangnya pola pikir yang materialistis, positivistis dan bahkan ateistis.
Ajaran-ajaran Nursi mampu membangkitkan semangat ketauhidan di Turki Anatolia
yang terkenal dengan sebutan Nurculuk.
Seluruh ajaran tersebut kemudian dikumpulkan oleh Said
Nursi dan diterbitkan oleh para muridnya dengan nama Risale-i Nur dan
disebarkan ke negara-negara Eropa, Amerika dan Asia. Secara garis besar
isi Risale-i Nur dapat dikelompokkan menjadi tema besar yakni:
(1) menumbuhkan kesadaran tauhid umat Islam,
(2) menghadapi perkembangan intelektual yang bernuansa filsafat materialisme dan positivisme, dan (3) menampilkan kesadaran kolektif dengan menghidupkan masyarakat yang berbasis satu Islam.
(1) menumbuhkan kesadaran tauhid umat Islam,
(2) menghadapi perkembangan intelektual yang bernuansa filsafat materialisme dan positivisme, dan (3) menampilkan kesadaran kolektif dengan menghidupkan masyarakat yang berbasis satu Islam.
Sekalipun tidak bisa dikatakan kitab tafsir dalam arti
seperti kitab tafsir al-Kasysyâf, al-Marâgi, Ibn Katsîr dan lain-lain, Risale-i
Nur tetap memuat interpretasi ayat-ayat al-Qur’an secara tematis dengan
langsung mengacu pada persoalan yang dihadapi Said Nursi saat itu. Jadi Risale-i
Nur lebih tepat dikatakan sebagai wijâ’ [perisai] yang terdiri dari
interpretasi ayat al-Qur’an untuk mempertahankan akidah dan iman dari serangan
faham-faham materialisme dan naturalisme.
Inspirator Kebangkitan
Tokoh dunia Islam yang hidup se-zaman dengan Said
Nursi antara lain : (1) M. Abduh dan Jamaludin Al Afghani (Mesir), (2) M.
Surur (Syiria), (3) HOS Tjokroaminoto, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari
(Indonesia). Mereka semua memiliki tema sentral, yaitu kebangkitan. Sebuah
respon terhadap kondisi umat Islam dibawah kolonialisme dan era kejatuhan Turki
Usmani.
Respon dunia Islam terhadap kolonialisme (ekspansi
Barat) terutama pada abad ke-19 menurut Ibrahim M. Abu Rabi (Zulfahmi, 2014)
adalah munculnya gerakan Islam dalam tiga jenis pemikiran, yaitu : modernisasi,
nasionalisasi, dan Islam religious. Sedangkan gerakan kebangkitan Islam dibagi
menjadi empat periode, yakni pra-kolonial, kolonial, pascakolonial, dan pasca
pembentukan Negara bangsa. Badiuzzaman Said Nursi, Ulama Kharismatis, dapat
dikategorikan sebagai gerakan Islam kolonial. Karena tumbuh dan berkembang pada
masa runtuhnya Khilafah Usmani dan munculnya Negara Republik dengan tokohnya,
Mustafa Kemal.
Said Nursi turut memberikan corak gerakan Islam
selanjutnya dalam menjalankan aktivitas dakwah dengan cara yang santun
dan semangat persaudaraan. Nursi merupakan teladan yang kuat dalam menghadapi
rezim Mustofa Kemal yang pro barat. Sampai akhir hayat beliau, hampir tidak ada
gesekan fisik (pemberontakan) dalam menyampaikan Islam. Meskipun beberapa
sarjana melupakan Nursi dalam pembahasan-pembahasan mereka mengenai sejarah
intelektual Islam modern, pengaruh Nursi pada semua generasi cendekiawan
keagamaan Turki pada era pemerintahan republik sungguh besar.
Ada tiga gerakan Islam Turki yang mewarisi perjuangan
Said Nursi, diantaranya
(1) Gerakan Nurculuk,
(2) Gullen Movement dengan tokoh utamanya Fethullah Gullen
(3)Miligorus (Prof. Necmettin Erbakan.
(1) Gerakan Nurculuk,
(2) Gullen Movement dengan tokoh utamanya Fethullah Gullen
(3)Miligorus (Prof. Necmettin Erbakan.
(1) Gerakan Nurculuk
Gerakan Nurculuk merupakan pengikut Nursi
yang menyebarkan ajaran Risalah an-Nurbaik di Turki maupun seluruh
dunia. Pengikut Nursi ini kebanyakan dipandu oleh etika al-Quran sebagaimana
ditafsirkan dan dipraktikkan Nursi sendiri. Risalah tidaklah dimaksudkan
dan tidak berfungsi sebagai pengganti al-Quran; sebaliknya, ia adalah
penjelasan al-Quran dengan kacamata ilmu-ilmu modern dan dikaitkan dengan
tantangan-tantangan berat yang memengaruhi dunia Islam modern.
(2) Gullen Movement
Fethullah Gulen (1938 – ) bukanlah murid langsung dari
Badiuzzaman Said Nursi. Beliau berkenalan dengan risalah an-Nur melalui
murid Said Nursi, Mehmed Kirkinci. Institusi yang dibangun Gulen dan pengikutnya
dengan semangat hizmet telah merambah seluruk pelosok Turki. Bahkan
tersebar di lebih 90 Negara, termasuk Indonesia. Sektor yang dibangun oleh GM
meliputi : pendidikan (Pasiad), media (Zaman), lembaga bantuan
kemanusian (Kimse Yok Mu), dan lembaga keuangan (asya finance).
Bagi Gulen, “melayani manusia berarti melayani Tuhan.”
(3) Mili gorus (Islamis)
Mili Gorus adalah gerakan Islam politik yang didukung
pengembangan kekuatan bisnis dan investasi secara luas baik di
dalam maupun luar negeri (imigran Turki). Pelopor Mili Gorus adalah
Prof. Necmetin Erbakan. Seorang Insinyur, akademisi, dan islamis yang berjuang
mempertahankan identitas Islam di tengah sekulerisme. Selain itu beliau
merupakan murid Syaikh Zahid Kotku, Pemimpin Tarekat Naqsabandiyah yang
menyokong Gerakan Nursiyah.
Ia merupakan pendiri partai Islam yang berganti-ganti
nama karena dibubarkan Pemerintah serta kudeta berkali-kali. Mili Nizam
Partisi (1970-1971), Mili Salamat Partisi (1972 – 1980),Refa
Partisi (1987 – 1996), dan Fezilet Partisi (1998 – 2001).
Selanjutnya muncul murid Erbakan, namun berbeda strategi dengan gurunya (Hoca)
tersebut, yaitu Recep Tayip Erdogan Abdullah Gul. Mereka dengan Adalet ve
Kalkinma Partisi (2002 – ) tampil lebih moderat, tidak menampakkan
identitas Islam, dan melakukan re-intepretasi terhadapkemalism. Akhirnya
Erdogan dan AKP mampu menjadi penguasa Turki hingga saat ini.
2.
Syaikh Nazim al-Haqqani
Setelah Turki Usmani di bubarkan
pada tahun 1924 oleh Mustafa Kemal, maka Turki ditahbiskan menjadi negara
sekuler yang mengajarkan pemisahan total antara agama dan negara. Negara adalah
pengatur ruang publik, sedangkan agama hanya berlaku bagi ruang privat.
Konsekuensinya, negara melarang seluruh aktivitas keagamaan yang melibatkan
ruang publik, termasuk ritus-ritus sucinya. Selain sekularisme,
nasionalisme—lebih tepatnya etnonasionalisme—juga menjadi fondasi negara.
Kebanggaan akan negara dan bangsanya melebihi bangsa lain ditunjukkan dengan
melarang penggunaan apapun yang tidak berbau Turki, termasuk bahasa.
Konsekuensinya, bahasa agama pun—yang cenderung bahasa Arab—harus diubah
menjadi bahasa Turki. Secara perlahan dan pasti, Turki pun menjadi negara sekuler
modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Atas prestasinya ini Mustafa
Kemal mendapat gelar attaturk (Bapak Turki). Dalam kondisi sekularisme Turki itu, seorang ulama
yang berasal dari kota kecil Siprus, setelah melanglang buana menuntut ilmu
dari berbagai ulama di berbagai negara, kembali ke kampung halamannya untuk
mengamalkan dan menyebarkan ilmunya. Namun sayang, waktu itu, karena imbas
sekularisme yang diterapkan oleh Turki, palajaran agama dilarang di ruang
publik. Bahkan azan dalam bahasa Arab pun dilarang.
Ulama tersebut sadar akan hambatannya dalam penyebaran
agama. Namun, tugas dan kewajiban keagamaan tidak membolehkan beliau untuk
berdiam diri. Untuk itu, beliau pun menuju masjid di tempat kelahirannya,
Siprus, dan mengumandangkan azan. Mengetahui hal itu, petugas keamanan
menangkapnya dan memenjarakannya. Setelah dibebaskan, bukannya menghentikan
aktivitasnya, beliau malah pergi menuju masjid jami’ di Nicosia dan melakukan
azan di atas menaranya. Hal itu membuat para pejabat marah dan beliau dituntut
atas pelanggaran hukum. Sambil menunggu sidang, ulama tersebut tidak
henti-hentinya terus mengumandangkan azan dari satu mesjid ke mesjid lainnya di
seluruh Nicosia. Ada sekitar 114 masjid yang dia azan di menaranya. Sehingga
tuntutannyapun menjadi 114 kasus. Pengacara menasihatinya agar berhenti
melakukan azan, Namun ulama itu menjawab, “Tidak, aku tidak bisa, orang-orang
harus mendengar panggilan untuk salat.”
Hari persidangan tiba. Diperkirakan, jika 114 kasus
itu terbukti, maka ulama tersebut bisa dihukum 100 tahun penjara. Namun, Tuhan
berkehendak lain, pada saat persidangan-persidangan digelar, Turki juga sedang
mengadakan pemilu, dan hasilnya seorang bernama Adnan Menderes terpilih menjadi
presiden. Menariknya, begitu terpilih, Menderes membuat kebijakan untuk membuka
seluruh masjid-masjid dan mengijinkan azan dalam bahasa Arab. Maka ulama itu
pun bebas dari segala tuntutan, dan sejak itu pula Turki kembali berubah
menjadi negara yang kembali ramah pada agama, benarlah ayat “Siapa yang
menolong agama Allah, maka Allah akan menolongnya”. Inilah azan yang
mengubah negara.
Tahukah anda siapa ulama tersebut? Beliaulah Syaikh
Muhammad Nazhim Adil ibn al-Ahmad ibn Hasan Yashil Bash al-Haqqani.Mursyid
besar Tarekat Naqsyabandiyah abad ini. Beliau dilahirkan pada tahun 1922 M
(1341 H) di Kota Larnaka, Siprus (Qubrus). Beliau dilahirkan dari keturunan
yang mulia. Dari sisi ayahnya, silsilahnya sampai kepada sufi besar Islam,
Syaikh Abdul Qadir Jailani, pendiri tarekat Qadiriyah. Sedangkan dari sisi
ibunya, silsilahnya menembus sampai kepada sufi dan penyair besar, Jalaluddin
Rumi. Jadi, pada dirinya ada pertemuan dua samudera tasawuf Islam.
Pendidikannya dimulai di sekolah umum pada pagi
harinya dan sekolah agama di sore harinya. Sejak kecil telah terlihat
tanda-tanda kecerdasan dalam dirinya hingga beliau beranjak dewasa. Setelah
tamat sekolah umum setingkat SMU, Nazhim muda menghabiskan malam harinya untuk
mempelajari tarekat Mawlawiyyah dan Qadiriah. Beliau juga mendalami ilmu-ilmu
Syariah, Fiqih, hadis, logika dan Tafsir Alquran. Dengan kecerdasan dan
keluasan wawasannya, diusia yang relatif muda, beliau mampu menjelaskan
perkara-perkara agama yang luas dan mendalam dengan gaya yang menarik dan mudah
dipahami.
Pada tahun 1940 M, syaikh Nazhim pindah ke Istanbul
untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Istanbul dengan mengambil
jurusan teknik kimia. Shaykh Nazhim menamatkan pendidikannya di teknik kimia
dengan baik, tetapi semangat keagamaannya mengarahkannya lebih mencintai
ilmu-ilmu agama, terutama tasawuf. Karena itulah, ketika Dosen di
universitasnya menyarankan agar melakukan penelitian, beliau berkata, ”Saya
tidak tertarik dengan ilmu modern, hati saya selalu tertarik pada ilmu-ilmu
spiritual.” Hasilnya, beliau pun mendalami ilmu-ilmu spiritual baik
dimensi esoteris maupun eksoteris; syariat maupun hakikat.
Sebagaimana para sufi umumnya, suatu yang menonjol
pada diri Syaikh Nazhim adalah penghormatan kepada Nabi saw, ahlul baitnya, dan
para sahabatnya yang terpilih yang menjadi silsilah keagamaan. Karenanya, salah
satu bagian penting nasehat dari Syaikh Nazhim adalah menjaga agama adalah
dengan menjaga kemuliaan Rasulullah saw, ahlul bait dan sahabatnya tersebut.
Baginya dengan mejaga kehormatan mereka itulah Allah akan menjaga kita. Sebab
cinta kepada Nabi merupakan bagian penting ajaran ilahi. Beliau berkata,
“Tujuan kita adalah untuk melindungi serta menggambarkan pribadi Nabi saw
dengan sifat-sifatnya yang agung. Kita menyampaikan shalawat dan salam
kepadanya dan ahlibaitnya serta sahabat-sahabatnya, yang dengan itulah
Allah swt mendukung kita.” Baginya segala sifat tercela yang dinisbatkan
atau dituduhkan kepada Nabi saaw harus kita bersihkan.
Selain cinta Nabi, ahlilbait, dan sahabatnya, Syaikh
Nazhim juga selalu memperjuangkan persatuan umat Islam. Tentu dengan cara
khasnya para ahli tasawuf, yang menunjukkan bahwa pada hakikatnya semua
perbedaan adalah satu kesatuan. Pada dimensi tertinggi, semuanya memiliki titik
temu yang sejati. Syaikh Nazhim menggambarkan bahwa perbedaan yang ada
merupakan rahmat Allah swt, karena jika kita mampu mencapai hakikat kegamaan,
keragaman itu menjadi sirna, yang hadir hanyalah kesatuan. Begitulah, para sufi
bergerak dari maqam “kejamakan” menuju maqam “kesatuan” (wahdah).
Jadi, keragaman adalah jalan menuju kesatuan, bukan perpecahan. Seperti
umumnya para sufi, bagi mereka pluralitas (keragaman) bersumber dari unitas
(kesatuan), dan unitas menggambarkan pluralitas. Karena itu cinta kepada
sesama, saling memahami dan menghormati antar yang berbeda-beda adalah bagian
penting untuk menegakkan agama Tuhan. Karena tujuan Tuhan, Nabi saw dan agama
Islam adalah menyatukan umat bukan membuat perpecahan. Dalam nasehatnya Syaikh
Nizam al-Haqqani mengatakan :
Sudah menjadi suatu aturan yang disepakati di antara
kekasih Allah, bahwa keragaman jalan ini adalah suatu keadaan yang
diperuntukkan bagi mereka yang belum terhubungkan yang belum mencapai akhir
perjalanan. Sementara bagi orang-orang yang telah menunaikan perjalanan
spiritual, akan memandang semuanya berada pada satu jalan dan dalam satu
lingkaran dan mereka saling mengetahui dan mencintai satu sama lain. Mereka
akan berada di mimbar-mimbar cahaya di Hari Kebangkitan. Karena itu, kita, para
Murid dari berbagai jalan itu mestilah pula saling memahami, mengenal dan
mencintai satu sama lain demi keridhaan Allah swt dan Nabi-Nya serta para
Kekasih-Nya agar diri kita mampu memasuki cahaya penuh barakah tersebut dan
masuk dalam lingkaran tertinggi dari suhbah (persahabatan) dan jamaah
(persatuan), jauh dari perpecahan dan keangkuhan. Sebagaimana Allah swt.
berfirman, “Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah swt dan
tetaplah bersama dengan orang-orang yang benar.” Dan Nabi Suci kita saw
bersabda, “Aku memerintahkan pada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku dan
mereka yang mengikutinya (tabiin), kemudian mereka yang mengikutinya (tabiit
tabiin), setelah itu, kebohongan akan merajalela. Tapi kalian mestilah
tetap berada pada persatuan (jama’ah) dan berhati-hatilah dari perpecahan.”
Kini kita kehilangan ulama mulia ini, pada 7 Mei
2014, beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir untuk menghadap kekasih
sejatinya, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Semoga kita mampu
melanjutkan cita-cita beliau, menjaga persatuan, menebarkan cinta, dan
menghindari perpecahan yang akan melemahkan umat Islam, dan salah satu jalanya
adalah dengan mengenyam saripati tasawuf.
Sebuah
pelajaran yang berharga bagi umat Islam diseluruh dunia. Islam akan berjaya dan
keluar dari keterpurukannya dengan ilmu, amal dan Hikmah. Berbicara hikmah maka
tidak akan pernah lepas dari nilai-nalai sepiritual Islam, Tasawuf dan Sufisme.
Ketika Segolongan Umat Islam menepiskan nilai-nilai
Tasawuf dan Sufisme bahkan sampai mengkafirkan para Ulama Sufi, mereka hanya
melahirkan Radikalisme. Dan gerakan mereka yang tidak didasari atas nilai-nilai
hikmah, berdasarkan naskah kontekstual Al Qur’an dan Hadist Nabi saja tampa
rujukan ilmu Hikma Ulama-ulama Salaf yang mendapatkan bimbingan dari Allah dan
RosulNya. Semakin membuat umat terpuruk, kebencian atas umat tersebar luas
keseluruh dunia hanya karena ulah mereka yang menyebarkan teror, kekejian dan
radikalisme atas nama islam.
Mari kita renungkan pernahkah mereka yang mengeraskan
hati dan menghinakan para Ulama Sufi, membongkar makam para Auliya, mendapatkan
kemenangan sedikitpun atas usaha mereka. Tidak sama sekali, mereka terhina
dengan kekalahan yang terus-menerus jangankan menang dengan fisiknya mereka
takkan seidikitpun mampu meraih kemenangan atas jiwa. Karena jiwa itu suci dan
luhur takkan bisa di menangkan dengan kekerasan dan intoleransi.
Mereka yang berkata melaksanakan kata Jihad yang suci
hanya tertipu belaka, dengan kekerasan hati dan kebencian pada para Auliya,
mereka hanya menghancurkan seluruh kota, bangsa dan wilayah umat Islam, dari
Kabul hingga Aleppo, sejarah apa yang mereka berikan, puing-puing kota dan
penderitaan umat islam.
Hanya dengan jalan Hikma yang dibawa para pencinta
sejati Allah dan rosulnya umat Islam mengalahkan dunia, bukankah Monggol
ditaklukan tidak dengan darah tapi dengan hati, mereka berpaling pada kalimat
tauhid dan berperang dengan panji Islam.
Bukankah Islam menyebar dengan menghargai nilai-nilai
kemanusian yang universal hingga diterima diseluruh dunia tampa paksaan. Semoga
Rahmat Allah SWT, dan kasih Rosulullah membimbing Umat hingga melahirkan para
Mujahid-mujahid Islam yang besar dan penuh Ilmu Hikmah, Aamin....n.
Sumber dari :
·
Anjaya
Wibawana
Ketua Griya Madani Indonesia (GMI)
Ketua Griya Madani Indonesia (GMI)
Rujukan :
Dzakirin, Ahmad, Kebangkitan Pos Islamisme : Analisis
Strategi dan Kebijakan AKP Turki Memenangkan Pemilu. Era Adicitra Intermedia,
2012
Sukran Vahide, The Author of The Risale-i Nur:
Bediüzzaman Said Nursi (Bahasa Indonesia). Istambul: Sozler Publication,
1992
Zulfahmi, Fethullah Gulen : Sang Inspirator Gerakan
Damai Masyarakat Sipil di Turki. Universitas Indonesia, 2014
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ
الْاَمِيرُ اَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam.
Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang
berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Al Hakim)
Liputan
islam.com
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment