Dua Tokoh yang mengubah Turki

No comments
Dua Tokoh yang mengubah wajah Turki

1.  SAID NURSI Badiuzzaman

Menjelang kejatuhan Kekhalifaan Turki Usmani, lahirlah bayi ajaib, Said ( 1877-1960). Kelak orang tersebut menjadi mujadid, tokoh utama gerakan Islam di Kebangkitan Turki. Sebutan ‘Nursi’ disematkan pada namanya dikarenakan beliau lahir di Desa Nurs (Anatolia Timur). Sedangkan julukan “Badiuzzaman” merupakan penghargaan dari pengikutnya dikarenakan kecerdasan serta kebpribadiannya  dalam memahami Sains Modern dan literature Islam Klasik. Khilafah terakhir ini dalam sejarah Islam mampu bertahan selama 600 tahun (1288 – 1923 M). Akhirnya harus jatuh dikarenakan kemunduran umat Islam serta rendahnya moral para pejabat pada masa itu. Kalangan sekuler lebih memilih mengatakan bahwa penyebab kejatuhan adalah kekuasan absolut dan stagnasi di tangan para khalifah.
            Turki merupakan Bangsa Muslim  besar sejak Sultan ke-7 Turki Usmani , Muhammad Al-Fatih membebaskan konstantinopel (1453 M).   Konstatinopel sebelum berganti nama menjadi Islambul (Istambul) – menjadi pusat Kekaisaran  Romawi Timur, Byzantium. Agama resminya adalah Kristen Ortodoks. Muhammad Al Fatih ini berhasil merealisasikan nubuwwah bahwa konstantinopel akan jatuh di tangan Islam melalui pemimpin dan pasukan terbaik. Munculnya Said Nursi merupakan sejarahnya panjang dari perjuangan Islam di Turki sejak dibawah kekuasaaan Sang Fatih.
               Secara garis besar, kehidupan Said Nursi dibagi menjadi tiga periode, yakni Said al-Qodim (1977-1923) yang merupakan periode panjang kehidupan Said Nursi yang bergumul dan terlibat langsung dengan pergerakan-pergerakan politik dalam pemerintahan Turki Usmani. Periode kedua adalah Sa’îd al-Jadîd  (1924 – 1950) yang merupakan periode yang penuh dengan perenungan intelektual tentang nasib umat Islam yang berhadapan dengan ideologi-ideologi modern dengan usaha-usaha abrasi keimanan yang sistematis. Sedangkan periode ketiga adalah Said al-Tsâlits (1950 – 1960) yakni periode Said Nursi yang seluruh hidupnya diserahkan kepada pembinaan umat Islam dengan mengajarkan ilmu al-Qur’an kepada masyarakat tentang pentingnya iman bagi tegaknya kedamaian abadi dunia dan akhirat.
Di sepanjang hidupnya, Fethullah Gulen mengatakan bahwa  ada dua sifat yang tidak pernah hilang dari Said Nursi, yaitu: pertama, kepribadiannya sebagai sosok yang sangat peka terhadap kondisi umat sehingga membentuknya menjadi pribadi penuh cinta yang selalu bersemangat dan sangat terhormat dalam berdakwah; kedua, kualitasnya sebagai cendekiawan ulung yang selalu seimbang dalam segala hal.
                 Permasalahan utama yang dihadapi oleh Turki meliputi 3 hal : kebodohan, kemiskinan, dan konflik. Inilah yang mejadi pokok perjuangan Said Nursi, “Musuh kami adalah kebodohan, kemiskinan dan konflik. Kami harus melancarkan serangan lewat perang suci untuk menyerang tiga musuh tersebut dengan senjata industri, pendidikan dan persatuan.” 
Sekulerisme Ekstrem
                   Bergantinya kekhalifaan menjadi Negara Republik Turki (1924) merupakan kemenangan Kaum Sekuler yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha. Akhir kejatuhan Turki ini, sebelumnya  ditandai  oleh era Tanzimat. Sekelompok intelektual baik Usmani Muda maupun Turki Muda yang lebih mengagungkan peradaban Barat. Mereka menawarkan pemerintahan konstitusi untuk membatasi keabsolutan Sultan.
                  Bentuk Sekuler yang diterapkan oleh Kemalisme adalah rekontruksi identitas baru yang berpijak pada prinsip anti-Usmaniyah dan anti-Islamisme. Kemal berargumen bahwa sejarah Turki Kuno (pra-Islam) pada dasrnya telah memiliki akar modernism dan demokrasi. Namun dalam perkembangannya, nilai-nilai tradisional pupus oleh masuknya Islam dan eksistensi Dinasti Usmani. Oleh karena itu revolusi Kemalisme dianggap bangsa Turki sebagai upaya pembebasan dan mengembalikan Turki  (Turanisme) kepada sumber peradaban (barat).  Prinsip yang diterapkan adalah sekulerisme dan westernisasi yang didukung sepenuhnya oleh kekuatan militer Turki.
Kebijakan ekstrem yang diberlakukan antara lain : (1) UU Syariah Islam diganti UU Sipil Swis dan Pidana Italia. (2) Penutupan Madrasah (3) Pelarangan Jilbab (4) Penggantian huruf dari Arab ke Latin (5) Turkifikasi Al Quran, dan (6) Adopsi kebudayaan eropa yang hedonis. Menurut Bernard Lewis (Ahmad Dzakirin, 2012) target sekulerisme Kemal memang tidak dalam rangka menghancurkan eksistensi Islam, namun lebih merupakanupaya de-legitimasi struktur Islam dalam kehidupan sosial dan politik serta menghilangkan pengaruhnya dalam akal dan hati masyarakat Turki.
Inilah masa peralihan dari Said Lama kepada Said Baru. Said Lama adalah Said yang berpolitik praktis dengan menerjunkan diri dalam pancaroba kultur Turki. Said Baru merupakan masa pengabdiannya pada al-Qur’an dengan menafsirkannya kemudian menyebarkan dalam bentuk risalah-risalah. Seluruh isi interpretasinya terhadap al-Qur’an merupakan respon langsung atas berkembangnya pola pikir yang materialistis, positivistis dan bahkan ateistis. Ajaran-ajaran Nursi mampu membangkitkan semangat ketauhidan di Turki Anatolia yang terkenal dengan sebutan Nurculuk.
                  Seluruh ajaran tersebut kemudian dikumpulkan oleh Said Nursi dan diterbitkan oleh para muridnya dengan nama Risale-i Nur dan disebarkan ke negara-negara Eropa, Amerika dan Asia.  Secara garis besar isi Risale-i Nur dapat dikelompokkan menjadi tema besar yakni: 
(1) menumbuhkan kesadaran tauhid umat Islam, 
(2) menghadapi perkembangan intelektual yang bernuansa filsafat materialisme dan positivisme, dan (3) menampilkan kesadaran kolektif dengan menghidupkan masyarakat yang berbasis satu Islam.
              Sekalipun tidak bisa dikatakan kitab tafsir dalam arti seperti kitab tafsir al-Kasysyâf, al-Marâgi, Ibn Katsîr dan lain-lain, Risale-i Nur tetap memuat interpretasi ayat-ayat al-Qur’an secara tematis dengan langsung mengacu pada persoalan yang dihadapi Said Nursi saat itu. Jadi Risale-i Nur lebih tepat dikatakan sebagai wijâ’ [perisai] yang terdiri dari interpretasi ayat al-Qur’an untuk mempertahankan akidah dan iman dari serangan faham-faham materialisme dan naturalisme.
Inspirator Kebangkitan
                 Tokoh dunia Islam yang hidup se-zaman dengan Said Nursi antara lain : (1)  M. Abduh dan Jamaludin Al Afghani (Mesir), (2) M. Surur (Syiria), (3) HOS Tjokroaminoto, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari (Indonesia). Mereka semua memiliki tema sentral, yaitu kebangkitan. Sebuah respon terhadap kondisi umat Islam dibawah kolonialisme dan era kejatuhan Turki Usmani.
Respon dunia Islam terhadap kolonialisme (ekspansi Barat) terutama pada abad ke-19 menurut Ibrahim M. Abu Rabi (Zulfahmi, 2014) adalah munculnya gerakan Islam dalam tiga jenis pemikiran, yaitu : modernisasi, nasionalisasi, dan Islam religious. Sedangkan gerakan kebangkitan Islam dibagi menjadi empat periode, yakni pra-kolonial, kolonial, pascakolonial, dan pasca pembentukan Negara bangsa. Badiuzzaman Said Nursi, Ulama Kharismatis, dapat dikategorikan sebagai gerakan Islam kolonial. Karena tumbuh dan berkembang pada masa runtuhnya Khilafah Usmani dan munculnya Negara Republik dengan tokohnya, Mustafa Kemal.
Said Nursi turut memberikan corak gerakan Islam selanjutnya dalam menjalankan aktivitas dakwah  dengan cara yang santun dan semangat persaudaraan. Nursi merupakan teladan yang kuat dalam menghadapi rezim Mustofa Kemal yang pro barat. Sampai akhir hayat beliau, hampir tidak ada gesekan fisik (pemberontakan) dalam menyampaikan Islam. Meskipun beberapa sarjana melupakan Nursi dalam pembahasan-pembahasan mereka mengenai sejarah intelektual Islam modern, pengaruh Nursi pada semua generasi cendekiawan keagamaan Turki pada era pemerintahan republik sungguh besar.
Ada tiga gerakan Islam Turki yang mewarisi perjuangan Said Nursi, diantaranya  
(1) Gerakan Nurculuk, 
(2) Gullen Movement dengan tokoh utamanya Fethullah Gullen
(3)Miligorus (Prof. Necmettin Erbakan.
(1) Gerakan Nurculuk
Gerakan Nurculuk  merupakan pengikut Nursi yang menyebarkan ajaran Risalah an-Nurbaik di Turki maupun seluruh dunia. Pengikut Nursi ini kebanyakan dipandu oleh etika al-Quran sebagaimana ditafsirkan dan dipraktikkan Nursi sendiri. Risalah tidaklah dimaksudkan dan tidak berfungsi sebagai pengganti al-Quran; sebaliknya, ia adalah penjelasan al-Quran dengan kacamata ilmu-ilmu modern dan dikaitkan dengan tantangan-tantangan berat yang memengaruhi dunia Islam modern.
(2) Gullen Movement
Fethullah Gulen (1938 – ) bukanlah murid langsung dari Badiuzzaman Said Nursi. Beliau berkenalan dengan risalah an-Nur  melalui murid Said Nursi, Mehmed Kirkinci. Institusi yang dibangun Gulen dan pengikutnya dengan semangat hizmet telah merambah seluruk pelosok Turki. Bahkan tersebar di lebih 90 Negara, termasuk Indonesia. Sektor yang dibangun oleh GM meliputi : pendidikan (Pasiad), media (Zaman), lembaga bantuan kemanusian (Kimse Yok Mu), dan lembaga keuangan (asya finance). Bagi Gulen, “melayani manusia berarti melayani Tuhan.”
(3) Mili gorus (Islamis)
Mili Gorus  adalah gerakan Islam politik yang didukung pengembangan  kekuatan  bisnis dan investasi secara luas baik di dalam maupun luar negeri (imigran Turki).  Pelopor Mili Gorus adalah Prof. Necmetin Erbakan. Seorang Insinyur, akademisi, dan islamis yang berjuang mempertahankan identitas Islam di tengah sekulerisme. Selain itu beliau merupakan murid Syaikh Zahid Kotku, Pemimpin Tarekat Naqsabandiyah yang menyokong Gerakan Nursiyah.
                Ia merupakan pendiri partai Islam yang berganti-ganti nama karena dibubarkan Pemerintah serta kudeta berkali-kali. Mili Nizam Partisi (1970-1971), Mili Salamat Partisi (1972 – 1980),Refa Partisi (1987 – 1996), dan Fezilet Partisi (1998 – 2001). Selanjutnya muncul murid Erbakan, namun berbeda strategi dengan gurunya (Hoca) tersebut, yaitu Recep Tayip Erdogan Abdullah Gul. Mereka dengan Adalet ve Kalkinma Partisi (2002 – ) tampil lebih moderat, tidak menampakkan identitas Islam, dan melakukan re-intepretasi terhadapkemalism. Akhirnya Erdogan dan AKP mampu menjadi penguasa Turki hingga saat ini.


2.  Syaikh Nazim al-Haqqani

      Setelah Turki Usmani di bubarkan pada tahun 1924 oleh Mustafa Kemal, maka Turki ditahbiskan menjadi negara sekuler yang mengajarkan pemisahan total antara agama dan negara. Negara adalah pengatur ruang publik, sedangkan agama hanya berlaku bagi ruang privat. Konsekuensinya, negara melarang seluruh aktivitas keagamaan yang melibatkan ruang publik, termasuk ritus-ritus sucinya. Selain sekularisme, nasionalisme—lebih tepatnya etnonasionalisme—juga menjadi fondasi negara. Kebanggaan akan negara dan bangsanya melebihi bangsa lain ditunjukkan dengan melarang penggunaan apapun yang tidak berbau Turki, termasuk bahasa. Konsekuensinya, bahasa agama pun—yang cenderung bahasa Arab—harus diubah menjadi bahasa Turki. Secara perlahan dan pasti, Turki pun menjadi negara sekuler modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Atas prestasinya ini Mustafa Kemal mendapat gelar attaturk (Bapak Turki).  Dalam kondisi sekularisme Turki itu, seorang ulama yang berasal dari kota kecil Siprus, setelah melanglang buana menuntut ilmu dari berbagai ulama di berbagai negara, kembali ke kampung halamannya untuk mengamalkan dan menyebarkan ilmunya. Namun sayang, waktu itu, karena imbas sekularisme  yang diterapkan oleh Turki, palajaran agama dilarang di ruang publik. Bahkan azan dalam bahasa Arab pun dilarang.
               Ulama tersebut sadar akan hambatannya dalam penyebaran agama. Namun, tugas dan kewajiban keagamaan tidak membolehkan beliau untuk berdiam diri. Untuk itu, beliau pun menuju masjid di tempat kelahirannya, Siprus, dan mengumandangkan azan. Mengetahui hal itu, petugas keamanan menangkapnya dan memenjarakannya. Setelah dibebaskan, bukannya menghentikan aktivitasnya, beliau malah pergi menuju masjid jami’ di Nicosia dan melakukan azan di atas menaranya. Hal itu membuat para pejabat marah dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum. Sambil menunggu sidang, ulama tersebut tidak henti-hentinya terus mengumandangkan azan dari satu mesjid ke mesjid lainnya di seluruh Nicosia. Ada sekitar 114 masjid yang dia azan di menaranya. Sehingga tuntutannyapun menjadi 114 kasus. Pengacara menasihatinya agar berhenti melakukan azan, Namun ulama itu menjawab, “Tidak, aku tidak bisa, orang-orang harus mendengar panggilan untuk salat.”
Hari persidangan tiba. Diperkirakan, jika 114 kasus itu terbukti, maka ulama tersebut bisa dihukum 100 tahun penjara. Namun, Tuhan berkehendak lain, pada saat persidangan-persidangan digelar, Turki juga sedang mengadakan pemilu, dan hasilnya seorang bernama Adnan Menderes terpilih menjadi presiden. Menariknya, begitu terpilih, Menderes membuat kebijakan untuk membuka seluruh masjid-masjid dan mengijinkan azan dalam bahasa Arab. Maka ulama itu pun bebas dari segala tuntutan, dan sejak itu pula Turki kembali berubah menjadi negara yang kembali ramah pada agama, benarlah ayat “Siapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan menolongnya”. Inilah azan yang mengubah negara.
               Tahukah anda siapa ulama tersebut? Beliaulah Syaikh Muhammad Nazhim Adil ibn al-Ahmad ibn Hasan Yashil Bash al-Haqqani.Mursyid besar Tarekat Naqsyabandiyah abad ini. Beliau dilahirkan pada tahun 1922 M (1341 H) di Kota Larnaka, Siprus (Qubrus). Beliau dilahirkan dari keturunan yang mulia. Dari sisi ayahnya, silsilahnya sampai kepada sufi besar Islam, Syaikh Abdul Qadir Jailani, pendiri tarekat Qadiriyah. Sedangkan dari sisi ibunya, silsilahnya menembus sampai kepada sufi dan penyair besar, Jalaluddin Rumi. Jadi, pada dirinya ada pertemuan dua samudera tasawuf Islam.
                      Pendidikannya dimulai di sekolah umum pada pagi harinya dan sekolah agama di sore harinya. Sejak kecil telah terlihat tanda-tanda kecerdasan dalam dirinya hingga beliau beranjak dewasa. Setelah tamat sekolah umum setingkat SMU, Nazhim muda menghabiskan malam harinya untuk mempelajari tarekat Mawlawiyyah dan Qadiriah. Beliau juga mendalami ilmu-ilmu Syariah, Fiqih, hadis, logika dan Tafsir Alquran. Dengan kecerdasan dan keluasan wawasannya, diusia yang relatif muda, beliau mampu menjelaskan perkara-perkara agama yang luas dan mendalam dengan gaya yang menarik dan mudah dipahami.
Pada tahun 1940 M, syaikh Nazhim pindah ke Istanbul untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Istanbul dengan mengambil jurusan teknik kimia. Shaykh Nazhim menamatkan pendidikannya di teknik kimia dengan baik, tetapi semangat keagamaannya mengarahkannya lebih mencintai ilmu-ilmu agama, terutama tasawuf. Karena itulah, ketika Dosen di universitasnya menyarankan agar melakukan penelitian, beliau berkata, ”Saya tidak tertarik dengan ilmu modern, hati saya selalu tertarik pada ilmu-ilmu spiritual.”  Hasilnya, beliau pun mendalami ilmu-ilmu spiritual baik dimensi esoteris maupun eksoteris; syariat maupun hakikat.
Sebagaimana para sufi umumnya, suatu yang menonjol pada diri Syaikh Nazhim adalah penghormatan kepada Nabi saw, ahlul baitnya, dan para sahabatnya yang terpilih yang menjadi silsilah keagamaan. Karenanya, salah satu bagian penting nasehat dari Syaikh Nazhim adalah menjaga agama adalah dengan menjaga kemuliaan Rasulullah saw, ahlul bait dan sahabatnya tersebut. Baginya dengan mejaga kehormatan mereka itulah Allah akan menjaga kita. Sebab cinta kepada Nabi merupakan bagian penting ajaran ilahi. Beliau berkata, “Tujuan kita adalah untuk melindungi serta menggambarkan pribadi Nabi saw dengan sifat-sifatnya yang agung. Kita menyampaikan shalawat dan salam kepadanya dan ahlibaitnya serta sahabat-sahabatnya, yang dengan itulah Allah swt mendukung kita.” Baginya segala sifat tercela yang dinisbatkan atau dituduhkan kepada Nabi saaw harus kita bersihkan.
                 Selain cinta Nabi, ahlilbait, dan sahabatnya, Syaikh Nazhim juga selalu memperjuangkan persatuan umat Islam. Tentu dengan cara khasnya para ahli tasawuf, yang menunjukkan bahwa pada hakikatnya semua perbedaan adalah satu kesatuan. Pada dimensi tertinggi, semuanya memiliki titik temu yang sejati. Syaikh Nazhim menggambarkan bahwa perbedaan yang ada merupakan rahmat Allah swt, karena jika kita mampu mencapai hakikat kegamaan, keragaman itu menjadi sirna, yang hadir hanyalah kesatuan. Begitulah, para sufi bergerak dari maqam “kejamakan” menuju maqam “kesatuan” (wahdah).  Jadi, keragaman adalah jalan menuju kesatuan, bukan perpecahan. Seperti umumnya para sufi, bagi mereka pluralitas (keragaman) bersumber dari unitas (kesatuan), dan unitas menggambarkan pluralitas. Karena itu cinta kepada sesama, saling memahami dan menghormati antar yang berbeda-beda adalah bagian penting untuk menegakkan agama Tuhan. Karena tujuan Tuhan, Nabi saw dan agama Islam adalah menyatukan umat bukan membuat perpecahan. Dalam nasehatnya Syaikh Nizam al-Haqqani mengatakan :
                     Sudah menjadi suatu aturan yang disepakati di antara kekasih Allah, bahwa keragaman jalan ini adalah suatu keadaan yang diperuntukkan bagi mereka yang belum terhubungkan yang belum mencapai akhir perjalanan. Sementara bagi orang-orang yang telah menunaikan perjalanan spiritual, akan memandang semuanya berada pada satu jalan dan dalam satu lingkaran dan mereka saling mengetahui dan mencintai satu sama lain. Mereka akan berada di mimbar-mimbar cahaya di Hari Kebangkitan. Karena itu, kita, para Murid dari berbagai jalan itu mestilah pula saling memahami, mengenal dan mencintai satu sama lain demi keridhaan Allah swt dan Nabi-Nya serta para Kekasih-Nya agar diri kita mampu memasuki cahaya penuh barakah tersebut dan masuk dalam lingkaran tertinggi dari suhbah (persahabatan) dan jamaah (persatuan), jauh dari perpecahan dan keangkuhan. Sebagaimana Allah swt. berfirman, “Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah swt dan tetaplah bersama dengan orang-orang yang benar.” Dan Nabi Suci kita saw bersabda, “Aku memerintahkan pada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku dan mereka yang mengikutinya (tabiin), kemudian mereka yang mengikutinya (tabiit tabiin), setelah itu, kebohongan akan merajalela. Tapi kalian mestilah tetap berada pada persatuan (jama’ah) dan berhati-hatilah dari perpecahan.”
                 Kini kita kehilangan ulama mulia ini, pada 7 Mei 2014, beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir untuk menghadap kekasih sejatinya, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Semoga kita mampu melanjutkan cita-cita beliau, menjaga persatuan, menebarkan cinta, dan menghindari perpecahan yang akan melemahkan umat Islam, dan salah satu jalanya adalah dengan mengenyam saripati tasawuf.
             Sebuah pelajaran yang berharga bagi umat Islam diseluruh dunia. Islam akan berjaya dan keluar dari keterpurukannya dengan ilmu, amal dan Hikmah. Berbicara hikmah maka tidak akan pernah lepas dari nilai-nalai sepiritual Islam, Tasawuf dan Sufisme.
Ketika Segolongan Umat Islam menepiskan nilai-nilai Tasawuf dan Sufisme bahkan sampai mengkafirkan para Ulama Sufi, mereka hanya melahirkan Radikalisme. Dan gerakan mereka yang tidak didasari atas nilai-nilai hikmah, berdasarkan naskah kontekstual Al Qur’an dan Hadist Nabi saja tampa rujukan ilmu Hikma Ulama-ulama Salaf yang mendapatkan bimbingan dari Allah dan RosulNya. Semakin membuat umat terpuruk, kebencian atas umat tersebar luas keseluruh dunia hanya karena ulah mereka yang menyebarkan teror, kekejian dan radikalisme atas nama islam.
Mari kita renungkan pernahkah mereka yang mengeraskan hati dan menghinakan para Ulama Sufi, membongkar makam para Auliya, mendapatkan kemenangan sedikitpun atas usaha mereka. Tidak sama sekali, mereka terhina dengan kekalahan yang terus-menerus jangankan menang dengan fisiknya mereka takkan seidikitpun mampu meraih kemenangan atas jiwa. Karena jiwa itu suci dan luhur takkan bisa di menangkan dengan kekerasan dan intoleransi.
Mereka yang berkata melaksanakan kata Jihad yang suci hanya tertipu belaka, dengan kekerasan hati dan kebencian pada para Auliya, mereka hanya menghancurkan seluruh kota, bangsa dan wilayah umat Islam, dari Kabul hingga Aleppo, sejarah apa yang mereka berikan, puing-puing kota dan penderitaan umat islam.
                 Hanya dengan jalan Hikma yang dibawa para pencinta sejati Allah dan rosulnya umat Islam mengalahkan dunia, bukankah Monggol ditaklukan tidak dengan darah tapi dengan hati, mereka berpaling pada kalimat tauhid dan berperang dengan panji Islam.
Bukankah Islam menyebar dengan menghargai nilai-nilai kemanusian yang universal hingga diterima diseluruh dunia tampa paksaan. Semoga Rahmat Allah SWT, dan kasih Rosulullah membimbing Umat hingga melahirkan para Mujahid-mujahid Islam yang besar dan penuh Ilmu Hikmah, Aamin....n.

Sumber dari :
·         Anjaya Wibawana
Ketua Griya Madani Indonesia (GMI)

Rujukan  :
Dzakirin, Ahmad, Kebangkitan Pos Islamisme : Analisis Strategi dan Kebijakan AKP Turki Memenangkan Pemilu. Era Adicitra Intermedia, 2012
Sukran Vahide, The Author of The Risale-i Nur: Bediüzzaman Said Nursi (Bahasa Indonesia). Istambul: Sozler Publication, 1992
Zulfahmi, Fethullah Gulen : Sang Inspirator Gerakan Damai Masyarakat Sipil di Turki. Universitas Indonesia, 2014
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ الْاَمِيرُ اَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Al Hakim)
Liputan islam.com

No comments :

Post a Comment