Islam di Korea Utara

No comments
Empat Fakta Indahnya Islam di Korea Utara
Iin Sholihin Anak Reguler | Inilah Empat fakta Betapa Islam begitu di Hormati di Korea Utara
 
Dalam beragam jenis pemberitaan selalu dikatakan jika Korea Utara adalah cerminan dari sebuah negara yang tidak berkemanusiaan. Hampir setiap berita yang kita cerna terhadap korea utara selalu berakhiran dengan kabar miring dan negatif. Dikatakan jika negara yang bersaudara dengan Korea Selatan ini dikenal sangat tertutup dan juga ketak akan aturan pemerintahannya.

Apalagi terhadap urusan keyakinan dan agama pemerintah Korea Utara memiliki cara sendiri untuk mengaturnya. Segala artibut yang berhubungan dengan agama yang tidak diakui di Korea Utara dikatakan sangat dilarang. 

Jangankan untuk mendirikan tempat ibadah, menunjukkan diri dengan tanda pengenal agama tertentu saja bisa fatal akibatnya. Meskipun begitu, menurut kabar lainnya dikatakan ada beberapa agama yang masih bisa diberikan izin oleh pemerintahnya.

Karena tuntutan dari pemerintah, rata-rata penduduk Korea Utara adalah penganut Juche, meskipun demikian bukan berarti agama lain tak bisa di anut oleh kalangan masyarakat disana. Ternyata dalam perkembangannya beberapa agama populer dunia seperti islam juga mendapatkan tempat termasuk Islam. 

Hal ini jadi sesuatu yang mungkin tak pernah disangka banyak orang. Bahkan Islam di sini tak hanya diakui, tapi diperbolehkan sebebas-bebasnya untuk dijalankan, namun dengan satu dua pengecualian. 

Korea Utara dan Islam mungkin bukan padanan yang pas, tapi faktanya Islam berkembang di sana meskipun sangat lambat. Nah, berikut adalah
Empat Fakta Luar Biasa Kehidupan Islam di Korea Utara :
Kebebasan Beragama Yang di Dukung Pemerintah

AnakRegular | Pernah suatu berita mengatakan jika Korut mewajibkan semua penduduknya menyembang Kim Jong Un sebagai seorang Tuhan dan raja. Hal tersebut tercermin dari bagaimana kebijakan pemerintah korut yang ternyata sangat membebani semua masyarakatnya. 

Namun suatu fakta mengatakan jika ternyata pemerintah Korea Utara sebenarnya membebaskan semua orang dibawah naungan mereka untuk memilih agama yang mereka yakini.  Apalagi berbicara tentang kebebasan beragama, Kim Jong Un sendiri selaku penguasa pernah mengungkapkan hal tersebut. Dikutip dari sebuah halaman resmi pemerintah Korut, Kim mengatakan, “Upaya untuk merusak Korut dengan fitnah adalah tindakan tidak masuk akal dengan menyebut di Korea Utara tidak ada kebebasan beragama. Itu benar-benar tidak masuk akal. 

Sepenuhnya, kami menjamin kebebasan berkeyakinan setiap warga negara.” Kim Jong Un memberikan statement ini setelah Departemen Luar Negeri AS mengatakan jika Korut tidak menjamin kebebasan beragama di negaranya.

Keberadaan Islam yang diterima Pemerintah Korea Utara 

AnakRegular | Sebagai negara komunis, Korea Utara sudah lama memberlakukan aturan yang ketat soal agama. Tapi, pada kenyataannya, Islam seolah mendapatkan lampu hijau di sini. Terbukti dengan data agama yang menyematkan nama Islam di sana. Jumlahnya sendiri sangatlah kecil, bahkan tak sampai satu persen.

Menurut data yang ada tentang penganut Islam di sana, dipastikan nol persen warga Korea Utara memeluk Islam. Jadi, sama sekali tidak seorang pun masyarakat asli yang menjadi Muslim. Agama ini sendiri dibawa oleh diplomat-diplomat serta duta besar di sana. Meskipun jadi minoritas, tapi tak ada tekanan bagi para orang asing untuk menjalankan syariat Islam.

Perayaan Keislaman di Korea Utara Legal dan di Akui Pemerintah

AnakRegular | Sebuah fenomena entah benar atau tidak, ternyata dugaan kita selama ini terhadap Korea Utara yang dikatakan sangat kejam dan tidak berkemanusiaan ternyata salah. 

Dalam sebuah pemberitaan dikatakan jika negara Korea Utara ternyata selalu menjungjung tinggi toleransi antar umat beragama. Salah satunya pemerintah disana selalu memberikan ijin kepada setiap perayaan-perayaan agama, termasuk perayaan Islam.  Salah satunya yang sudah sering dilakukan oleh kedutaan RI ketika melakukan berbagai macam kegiatan dan juga acara keislaman. Seperti acara Nuzurul Quran sampai dengan acara paling akbar Idul Fitri.  Dalam prakteknya pemerintah Korut tidak melarang dan menanggapi perayaan tersebut dengan baik. Hal tersebut bisa menjadi bukti jika Korea Utara sebenarnya tidak seperti yang selama ini kita bayangkan.

Korea Utara Punya Masjid Besar dan Megah

AnakRegular | Sebagai negara tertutup dan sosialis Korea Utara melarang semua kegiatan pembangunan yang tidak disetujui oleh pemerintah. Dalam hal ini bangunan seperti tempat ibadah pun sangat di persulit.  Namun siapa sangka dibalik sulitnya membangun sebuah tempat ibadah, ternyata di Kore Utara sendiri sudah berdiri megah sebuah masjid yang indah.

Masjid ini terletak di salah satu sudut kota Pyongyang. Bentuknya sendiri sangat apik dengan lafal Allah dibagian puncak menaranya. Dalam pembangunannya masjid ini tidak dibangun oleh pemerintah melainkan oleh kedutaan besar Iran. 

Masjid ini bisa dibilang sebagai pusat agama islam di Korea Utara. Uniknya, turis Muslim yang ingin sholat pun dipersilakan untuk datang ke masjid ini

 Islam di Korea Utara

Rindu Masjid.blogspot.com
Tetangga yang tak Akur:
Korea Utara adalah Negara yang begitu tertutup dengan dunia luar sampai sampai begitu sulit mendapatkan informasi tentang perkembangan di Negara tersebut apalagi menyangkut tentang Islam.  Haluan politik Korea Utara hingga kini masih berhaluan komunis, menjadikan Negara tersebut sebagai salah satu dari sedikit Negara komunis di dunia.

Ketertutupan Korea Utara Korea Utara membuat dunia penasaran, ditambah lagi dengan fakta bahwa status Negara tersebut dengan negara tetangga satu etnisnya, Korea Selatan, hingga kini masih berstatus gencatan senjata yang ditandatangani tahun 1955, bukan perdamaian. Dan anda pasti sangat mengerti bahwa gencatan senjata hanyalah penghentian perang sementara yang semestinya dilanjutkan dengan pembicaraan hingga kesepakatan damai. Wajar bila kemudian para pemimpin dunia memandang semenanjung Korea senantiasa dengan hati berdebar. Karena dalam status gencatan senjata, maka perang dapat meletus kapan saja.

Pemberitaan berbagai media internasional tentang Korea Utara lebih di dominasi dengan kekhawatiran akan perkembangan kekuatan bersenjata Negara tersebut, utamanya tentang pengembangan senjata nuklir disana yang dalam perkembangan selanjutnya bahkan telah membuat para petinggi Negara Amerika Serikat memperingatkan bahwa Roket Korut akan berdampak ke Indonesia”.

Nyatanya meski dunia internasional begitu mengkhawatirkan perkembangan disana bahkan melakukan pengucilan secara sistematik terhadap Korea Utara, justru perkembangan menarik terjadi dalam kaitannya dengan Indonesia. Merasa dikucilkan Korea Utara pilih Indonesia. Sikap tersebut ditunjukkan dengan kunjungan resmi ke Indonesia oleh Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Republik Demokratik Rakyat Korea (RDRK),  Kim Jong-Nam, mengadakan kunjungan kenegeraan ke Indonesia.

Selasa 15 Mei 2012, Kim Jong-Nam  selaku orang kedua terkuat di Korea Utara setelah Kim Jong-un, Presiden muda Korea Utara saat ini, bertemu dengan Presiden SBY di Istana Merdeka Jakarta. Dijadwalkan Kim Jong Nam juga akan bertemu pimpinan DPR dan MPR RI serta para pengusaha Indonesia. Kim Jong-Nam datang ke Indonesia atas undangan presiden SBY dalam kunjungan dari tanggal 13 hingga 16 Mei 2012.

Agama Agama di Korea Utara

Di dunia maya, dapat dijumpai satu blog bertajuk “Association Persahabatan Korea di Indonesia” dengan semboyan “Langkah awal Menghubungkan Kembali 2 Poros yang berpisah”, sepertinya menjadi satu satunya sumber di dunia maya tentang Korea Utara dalam bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Inggris, Meski kami sama sekali tak menemukan informasi apapun tentang Islam di Negara tersebut.

Pada topik “Relegion” dalam blog tersebut disebutkan bahwa “semua warga Negara menikmati kebebasan dan memiliki hak untuk beragama. The Korean Federation of Buddhists, the Korean Federation of Christians dan kelompok agama lain dengan bangga menjadi bagian dari partai politik dan institusi publik.”

Disebutkan juga bahwa “selama perang Korea, telah terjadi kehancuran luar biasa terhadap kuil, gereja dan tempat tempat suci di Pyongyang dan bagian Negara lainnya. Namun setelah itu telah dibangun kembali beberapa kuil seperti Kwangbop di Pyongyang, Pyohun di Gunung Kumgang, Kuil Pohyon di Gunung Myohyang dan rehabilitasi kuil kuil Budha lainnya serta pembangunan gereja.”

Di korea utara sebelum perang korea pada tahun 1950 tercatat jumlah pemeluk agama budha mencapai 10.000.000 pemeluk dan untuk nasrani sebanyak 10.000 pemeluk, namun setelah perang korea dan pemerintahan korea utara yang ber ideologi komunis menjadi penguasa pemerintah mewajibkan untuk semua agama berada di bawah organisasi partai pekerja korea, untuk sekarang pemeluk agama budha di korea sekitar 1.000.000 orang, dan pemeluk nasrani hanya berkisar ribuan orang.

Untuk agama lain seperti Islam di korea utara, para pemeluknya hanya berasal dari para staff kedutaan maupun para pekerja organisasi internasional. Rata rata penduduk di Korea utara adalah atheis jadi pemeluk agama agama seperti nasrani maupun islam adalah para staff maupun pekerja organisasi dari luar negri. Semuanya bersatu di bawah federasi agama Korea.

Di jejaring sosial facebook dapat dijumpai sebuah akun bertajuk “ Islam In North Korea” namun kami tak menemukan informasi apapun terkait muslim disana. Akun tersebut lebih berfokus pada penyampaian informasi tentang agama Islam, tanpa memberikan informasi tentang hal sebagaimana judulnya.

Islam di Korea Utara

Seperti disebutkan di awal tulisan, sangat sulit untuk mendapatkan informasi tentang Islam di Korea Utara di dunia maya. Satu satunya sumber yang cukup valid mengenai keberadaan muslim di Korea Utara muncul dalam laporan PEW Research Center yang menyebutkan dalam daftarnya bahwa di Korea Utara terdapat komunitas muslim sejumlah 2000 jiwa atau kurang dari 0.1% dari total jumlah penduduknya, yang didasarkan pada data tahun 2005. Meski demikian, tak informasi lainnya dari laporan tersebut terkait bagaimana kehidupan muslim disana, sejarah masuknya Islam disana, sebaran komunitasnya dan lain sebagainya.

Masjid di Korea Utara

Pyongyang Mosqu. Inilah foto yang disebut sebagai satu satunya masjid di korea Utara. lokasinya berada di dalam komplek Kedutaan Besar Iran di kota Pyongyang bertetangga dengan Kedubes Rumania.
Beberapa laporan di media massa menyebutkan tentang keberadaan masjid pertama di Korea utara, salah satunya laporan dari nknews.org. yang menyebutkan tentang keberadaan masjid yang dibangun di dalam komplek kedutaan besar Iran di Pyongyang. Sejauh ini, Masjid tersebut merupakan satu satunya masjid yang ada di ibukota Negara dan seluruh Korea Utara.

Tak ada penjelasan lanjutan dari situs tersebut, menyangkut aktivitas di masjid satu satunya itu, apalagi ulasan mendetil. Hanya disebutkan bahwa lokasi masjid tersebut berada di dalam komplek kedubes Iran yang berdekatan dengan Kedubes Romania di kota Pyongyang. Dan bangunan masjid ini menjadi tempat ibadah ke lima yang ada di kota Pyongyang.

Referensi

egagung.blogspot.com – Sistem Kebudayaan Korea
nknews.org – iran-building-pyongyangs-firts-mosque

No comments :

Post a Comment

Islam di Korea Selatan

No comments


Seperti Apa Populasi Muslim di Korea Selatan
By Tabayyum News - January 19, 2016
Seperti Apa Populasi Muslim di Korea Selatan
Oleh: Fadh Ahmad Arifan
Di negeri gingseng, diantara 50 juta penduduknya, terdapat komunitas Muslim. Berdasarkan sensus 2005 jumlah populasi Muslim di Korea Selatan mencapai 145.000-160.000 orang. Diperkirakan 50.000 diantaranya adalah penduduk asli Korea, sedangkan sisanya merupakan pendatang dari Indonesia, Malaysia, Pakistan, dan negara-negara di Timur Tengah (Lensa Indonesia Sore di RTV, Juni 2015).
Agama Islam masuk ke dataran Korea saat dinasti Silla masih jaya-jayanya. Akan tetapi, perkembangan Islam stagnan saat dinasti Joseon berkuasa. Warga asli Korsel memeluk Islam lewat jalinan pernikahan dan ada pula karena terpesona dengan gerakan sholat. Muallaf di Korsel yang kebanyakan adalah generasi muda, dalam menerapkan ajaran Islam mereka menghadapi aneka tantangan. Godaan rekan kerja, penolakan keluarga, sulitnya mencari sekolah berbasis islam hingga masalah makanan Halal.
Rekan kerja yang glamour dan suka minum khamr jadi tantangan tersendiri. Dianggap aneh sama rekan kerja bila seorang muallaf tidak meminumnya. Penolakan keluarga cukup membuat “pusing” muallaf Korea. Hanya saja orang tua berlatarbelakang Katholik lebih toleran (baca: menyadari pilihan agama) ketimbang ortu yang berlatarbelakang agama Protestan (program “Jazirah Islam” di Transvision, Desember 2015).
Beralih ke pendidikan agama. Kebanyakan setelah usia 8 tahun, keluarga Muslim di Korsel mendidik anak anaknya berbasis homeschooling. Kala mereka beranjak dewasa, mereka kuliah untuk memperdalam ilmu agama ke Timur tengah, bukan ke Barat.  Bagaimana dengan makanan halal? Tenang saja, soal itu disediakan oleh kedai/restoran khas Turki dan Maroko. Juragannya muslim asli Korea, namun chefnya didatangkan langsung dari Turki. Salah satu menu favorit disana “hot Turkey steak” dan “chicken germech Kebab”.
Masjid-Masjid di Korea selatan
Di Seoul terdapat masjid bernama Seoul Central Mosque, luasnya mencapai 5.000 meter persegi dan mampu menampung 800 jamaah lebih. Masjid ini didirikan pada 21 Mei 1976. Disebut sebut inilah masjid pertama di Korsel. Pendirinya, merupakan komunitas Muslim setempat yang bermukim di Distrik Yongsan. Selain untuk salat, masjidnya juga berfungsi untuk pengajaran agama Islam. Salah satunya, terdapat Prince Sultan Islam School yang mengajarkan kajian Al Quran, hadis Nabi serta ilmu fiqih. Terdapat pula, Islamic Culture Research Institute yang jadi wadah tempat berkumpul umat Muslim se-Korea Selatan (Detik travel, Juni 2015).
Berikutnya adalah Masjid shiratal Mustaqim di kota Ansan. Masjid berlantai empat ini dibangun oleh para pekerja Muslim asal Indonesia. Masjid yang diresmikan tahun 2013 ini menelan dana 500 juta Won. Karena inilah, Muslim asal Indonesia mendapat hak istimewa untuk menggelar kegiatan di lantai empat khususnya tradisi khataman Quran sebulan sekali.
Terakhir adalah masjid al Fatah di Busan. Berdiri tahun 1980 dan direnovasi oleh pemerintah Turki pada tahun 2012. Masjid ini direnovasi agar bisa menampung lebih banyak jamaah. Masjid ini rutin mengadakan sholat jumat yang dihadiri 160-an jamaah dari berbagai penjuru kota. Di masjid al Fatah tersedia kelas bahasa Korea dan koperasi. Koperasi al Fatah menjual pakaian muslim, majalah dan buku buku keislaman (Muslim Travelers di NET TV, Juli 2014).
Sama halnya dengan di Perancis dan Singapura, adzan dengan pengeras suara dilarang. Membaca al-Quran di tempat umum termasuk di kedai tidak dilarang. Muslim Korea punya tradisi mencium mushaf al Quran usai membacanya. Wallahu’allam bishowwab.

No comments :

Post a Comment

Islam di Australia

1 comment



Muslim di Australia
Kedutaan Besar Australia Indonesia
Sejarah yang panjang dan dinamis
Muslim di Australia memiliki sejarah yang panjang dan bervariasi yang diperkirakan sudah hadir sebelum pemukiman Eropa. Beberapa pengunjung awal Australia adalah Muslim dari Indonesia timur. Mereka membangun hubungan dengan daratan Australia sejak abad ke 16 dan 17.
Pengunjung Muslim awal — pedagang Makassar
Nelayan dan pedagang Makassar tiba di pesisir utara Australia Barat, Australia Utara dan Queensland. Orang Makassar berdagang dengan Penduduk Asli dan mencari teripang yang mereka jual sebagai makanan di pasar Cina yang menguntungkan.  Bukti-bukti dari pengunjung awal ini dapat ditemukan pada kesamaan beberapa kata bahasa Makassar dan Penduduk Asli pesisir Australia. Lukisan gua Aborijin menggambarkan perahu tradisional Makassar dan sejumlah peninggalan Makassar telah ditemukan di pemukiman Aborijin di pesisir barat dan utara Australia. Perkawinan antara Penduduk Asli dan orang Makassar diyakini pernah terjadi, dan lokasi pemakaman orang Makassar telah ditemukan sepanjang garis pantai.
Penunggang unta Afganistan dan masa kolonial
Migran Muslim dari pesisir Afrika dan wilayah pulau di bawah Kerajaan Inggris datang ke Australia sebagai pelaut dan narapidana dalam armada pertama pendatang Eropa pada akhir dasawarsa 1700an. Populasi Muslim semi permanen pertama dalam jumlah yang signifikan terbentuk dengan kedatangan penunggang unta pada dasawarsa 1800an.  Datang dari anak-benua India, Muslim ini sangat vital bagi penjelajahan awal pedalaman Australia dan pembentukan layanan perhubungan.  Salah satu proyek besar yang melibatkan penunggang unta Afganistan adalah pembangunan jaringan rel kereta api antara Port Augusta dan Alice Springs, yang kemudian dikenal sebagai Ghan. Jalur kereta api dilanjutkan hingga ke Darwin pada 2004.
Para penunggang unta ini juga memegang peran penting dalam pembangunan jalur telegrafi darat antara Adelaide dan Darwin pada 1870 - 1872, yang akhirnya menghubungkan Australia dengan London lewat India.  Melalui karya awal ini, sejumlah kota ‘Ghan’ berdiri di sepanjang jalur kereta api. Banyak dari antara kota-kota ini yang memiliki sedikitnya satu masjid, biasanya dibangun dari besi bergelombang dengan menara kecil.  Namun, kehadiran kendaraan bermotor dan transportasi lori bermesin menandai akhir era penunggang unta. Sementara sebagian dari mereka pulang ke negara asalnya, yang lainnya bermukim di daerah dekat Alice Springs dan daerah lain di Australia Utara.  Banyak yang menikah dengan penduduk Asli setempat. Keturunan penunggang unta Afganistan sejak itu berperan aktif dalam berbagai komunitas Muslim di Australia. 
Sejumlah kecil Muslim juga direkrut dari koloni Belanda dan Inggris di Asia Tenggara untuk bekerja di industri mutiara Australia pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20.  Masjid pertama di Australia didirikan di Marree di sebelah utara Australia Selatan pada 1861. Masjid besar pertama dibangun di Adelaide pada 1890, dan satu lagi didirikan di Broken Hill (New South Wales) pada 1891.
Pasca Perang Dunia Kedua — menuju masyarakat modern serta majemuk
Jumlah umat Islam Australia modern meningkat dengan cepat setelah Perang Dunia Kedua. Pada 1947 - 1971, jumlah warga Muslim meningkat dari 2.704 menjadi 22.331.  Hal ini terjadi terutama karena ledakan ekonomi pasca perang, yang membuka lapangan kerja baru. Banyak Muslim Eropa, terutama dari Turki, memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari kehidupan dan rumah baru di Australia. Pada Sensus 2006, tercatat 23.126 Muslim kelahiran Turki di Australia.  Migran Muslim Bosnia dan Kosovo yang tiba di Australia pada dasawarsa 1960an memberi sumbangsih penting terhadap Australia modern melalui peran mereka dalam pembangunan Skema PLTA Snowy Mountains di New South Wales. Migran Libanon, banyak dari antara mereka adalah Muslim, juga mulai berdatangan dalam jumlah yang lebih besar setelah pecah perang saudara di Libanon pada 1975. Menurut Sensus 2006, tercatat 7.542 Muslim Australia kelahiran Bosnia dan Herzegovina dan 30.287 kelahiran Libanon.

Muslim Australia sangat majemuk. Pada Sensus 2006, tercatat lebih dari 340.000 Muslim di Australia, di mana dari jumlah tersebut sebanyak 128.904 lahir di Australia dan sisanya lahir di luar negeri. Selain migran dari Libanon dan Turki, negara asal Muslim lainnya adalah:
  • Afganistan 15.965
  • Pakistan 13.821
  • Banglades 13.361
  • Irak 10.039
  • Indonesia 8.656.
Dalam tiga dasawarsa terakhir, banyak Muslim bermigrasi ke Australia melalui program pengungsi atau kemanusiaan, dan dari negara-negara Afrika seperti Somalia dan Sudan. Masyarakat Muslim Australia saat ini sebagian besar terkonsentrasi di Sydney dan Melbourne.  Sejak dasawarsa 1970an, masyarakat Muslim telah membangun banyak masjid dan sekolah Islam dan memberi sumbangsih yang dinamis terhadap rajutan multi-budaya masyarakat Australia.
Sumber: Biro Statistik Australia 1981-2006 Sensus Populasi dan Perumahan

1 comment :

Post a Comment

Islam di Bhutan

1 comment


Komunitas Muslim di Bhutan Terus Bertambah 



REPUBLIKA.CO.ID, Oleh; Afriza Hanifa
Raja Bhutan
Kaum Muslimin tak kesulitan menemukan makanan halal.
Sebanyak 62 persen populasi Muslim dunia atau lebih dari 972 juta jiwa, hidup di Asia Pasifik. Setengah dari jumlah tersebut hidup di Asia Selatan.   Populasi ini terus meningkat hingga sekitar 30 persen tiap sensus per dua dekade. Dari sekian ratus juta Muslimin di Asia Selatan tersebut, sebagian di antaranya tinggal di Buthan. 
Negara di ujung timur Pegunungan Himalaya ini menjadi rumah bagi sekitar 7.000 Muslimin. Sebagai minoritas, mereka masih mencari pengakuan di tengah mayoritas agama sekaligus paham resmi negara, Buddha. Secara perhitungan kasar persentase demografi, pemeluk agama di Bhutan mencapai 75 persen Buddha dan 25 persen Hindu. Islam, tak lebih dari satu persen. Tapi, jumlah mereka tidaklah terbilang sedikit. Angkanya pun terus meningkat.
Menurut PEW Research Forum, pada 1990 terdapat sekitar 6.000 Muslimin di Bhutan. Kemudian, pada 2010 meningkat menjadi 7.000 jiwa. Pada 2030, diprediksi akan meningkat menjadi 9.000 jiwa.
Sedangkan, menurut The Muslim Societies in Asia and the Pacific (MSAP), jumlah Muslimin Bhutan sekitar satu persen dari total populasi negara.  Adapun menurut CIA FactBook, jumlahnya tak mencapai satu persen dari populasi negara. Saat ini, total populasi negara seluas 47. 500 kilometer persegi tersebut sekitar dua juta jiwa. Jika berjalan-jalan ke Bhutan, selain pemandangan Himalaya yang indah, akan didapati kebudayaan masyarakat yang kental dengan ajaran Buddha. Kuil banyak berdiri di negara berlambang bendera naga tersebut. 
Tak sedikit merupakan kuil yang usianya sangat tua. Negara monarki tersebut menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi. Tak heran jika kemudian anak-anak sekolah suatu hari mengenakan pakaian layaknya bhikkhu.  Bhutan memang tak lepas dari Buddha, baik sejarah maupun kebudayaan. Tapi, Islam datang di tengah-tengah mereka seiring perkembangan di Asia Selatan. Apalagi, posisi Bhutan yang yang diapit dua negara besar, Cina dan India, di mana jalur perdagangan banyak terjadi di kedua negara tersebut. 
Kesultanan Islam pun banyak berdiri di sana, salah satu yang terbesar, yakni Dinasti Mughal. Hanya saja, Buthan terluput dari wilayah emperium besar Islam pada abad ke- 16 tersebut.  Mughal di masa lalu hanya menduduki kawasan yang sekarang ini menjadi negara India, Afghanistan, Pakistan, Bangladesh, dan Nepal.  Alhasil, Bhutan bukanlah negara di mana dakwah Islam berkembang. Sehingga, populasi Muslim di sana tak sebanyak negara Asia Selatan lain.  Meski Islam telah lama dikenal masyarakat Asia Selatan, menurut US Library of Congress, komunitas Muslim Bhutan baru mulai terlihat eksis pada 1989. Angkanya sangat kecil dan tak banyak mendapatkan hak kebebasan beragama. 
Sebagai negara yang menjadikan Buddha sebagai agama resmi negara, Bhutan tak banyak menerapkan kebebasan beragama bagi rakyatnya, tapi semakin hari negara tersebut makin menerapkan asas demokrasi.   Kebebasan beagama mulai diterapkan pada pemeluk Hindu yang minoritas, tapi kemudian mendapatkan de facto kebebasan beragama. Adapun Muslimin, masih berjuang mendapatkan hak tersebut. Meski Islam tak diakui, bukan berarti Islam dilarang. Muslimin hidup sebagaimana rakyat Bhutan pada umumnya. Mereka memiliki hak sebagai warga negara serta memiliki hak untuk bekerja. 
Hanya satu hal yang tak diizinkan, yakni menyebarkan agama atau dakwah Islam. Oleh karenanya, jumlah Muslimin tak berkembang pesat di sana. Komunitas Muslim pun hanya hidup di kalangan mereka saja. Tapi, mereka dapat hidup nyaman di sana. Muslimin Bhutan hidup sebagai minoritas, tapi mereka dapat menjalankan ibadah dengan baik. Terdapat sebuah masjid yang menaungi mereka menjadi tempat ibadah dan sebagai sarana berkumpul.   Adapun fasilitas Muslim lain, seperti sekolah ataupun organisasi, tak jelas dikabarkan. Dalam hal pangan halal pun tak ada yang dapat mengonfirmasi kehalalannya. Badan sertifikasi halal pun tak jelas apakah dimiliki Muslimin setempat.   Tapi, hal tersebut bukanlah masalah. Mengingat sebagai negara yang mayoritas Buddha, Buthan memang memiliki lebih banyak ragam pangan vegetarian.
Kaum Muslimin tak kesulitan menemukan makanan halal. Muslimin pun tak kesulitan dalam menemukan pangan halal. Bahkan, menurut tour Muslim crescent rating, Bhutan memiliki banyak sekali ragam pangan vegetarian yang terkenal lezat.  Hingga kini, Muslimin Bhutan masih mencari hak kebebasan beragama. Kendati jumlah mereka sedikit, mereka ada dan beraktivitas seperti Muslimin lain yang hidup di negara minoritas Islam.   Keinginan mendapat hak kebebasan beragama pun makin menghasilkan titik terang dengan adanya komitmen kerajaan untuk menerapkan demokrasi. 

Tapi, media Barat yang mencitrakan Islam dengan buruk pun tak luput didengar masyarakat Bhutan. Akibatnya, masyarakat terbawa pemahaman Islam ala Barat yang melekatkan Muslimin dengan terorisme. Media banyak menghasut masyarakat dunia, termasuk Bhutan. Kendati demikian, masyarakat Bhutan tak pernah terlibat bentrok dengan Muslimin. Antarumat beragama, hidup harmonis menjalin kerukunan dan toleransi.   Untuk menampung ribuan Muslimin Bhutan terdapat sebuah masjid berdiri, guna memberikan layanan ibadah. Inilah satu-satunya masjid yang dimiliki Muslim Bhutan.   Masjid Jaigaon atau Joygaon, demikian namanya. Jaigaon merupakan nama sebuah kota kecil di Bengal Barat India. Lokasinya berada di perbatasan Bhutan. Di situlah gerbang Buthan berdiri yang membatasi negara tersebut dengan India.  Kendati nama masjid mengacu pada kota di India, Masjid Jaigaon berlokasi di Kota Phuentsholing, tetangga Kota Jaiagon. Kota di Bhutan Selatan tersebut merupakan salah satu pintu masuk Bhutan dari jalur India.  
Karena sebagai administrasi antarnegara, perekonomian di sana maju pesat. Bank Bhutan pun berada di kota tersebut. Karena, sebagai lalu lintas perdagangan dan kebudayaan.   Phuentsholing banyak menyerap kebudayaan dari India. Pun demikian dengan budaya Islam. Di kota tersebutlah satu-satunya masjid bagi Muslimin Bhutan berdiri.  Tak banyak kabar tentang masjid tersebut. Bagaimana bentuk dan gaya arsitekturnya pun tak pernah dipublikasikan. Adapun tahun pembangunan masjid tersebut diberitakan baru berdiri pada 2008. Dengan adanya masjid tersebut, Muslimin Bhutan pun mendapat ruang bebas untuk menjalankan ibadah mereka. 

1 comment :

Post a Comment

Islam di Sri Lanka

No comments


Jejak Indonesia di Masjid Masjid Sri Lanka

Sri Lanka, Ceylon, Sailan, Lankadwipa atau orang Sri Lanka terbiasa menyebut negeri mereka sebagai “Lanka” saja. Adalah negara pulau yang terletak di samudera Hindia di lepas pantai tenggara India.  Pulau Sri Lanka bila dilihat di peta, bentuknya tampak mirip seperti buah pear ini sejak tahun 1982 memindahkan ibukota negaranya dari Kolombo ke Sri Jayawardenapura atau Kotte, meski beberapa negara tetap mempertahankan kantor perwakilan mereka di Kolombo, termasuk KBRI untuk Srilangka & Maladewa, yang berada di sarana road, Kolombo, berseberangan dengan komplek Bandaranaike Center For Internationan Studies (BCIS). Srilangka  dikenal dunia internasional sebagai negara pertama yang dipimpin oleh seorang wanita ketika Sirimavo Bandarnaike menempati jabatan sebagai perdana menteri untuk masa jabatan pertama di tahun 1960-1965. Sri Lanka memiliki keterkaitan sejarah yang cukup erat dengan Indonesia, meski  media di Indonesia sangat jarang memberitakan negara ini.

Antara Indonesia dan Sri Lanka
75% penduduk Sri Langka ber-etnis Shinhala yang beragama Budha. Kerajaan kerajaan Budha di Indonesia pada masa lalu bermula dari ajaran Budha yang dibawa masuk ke Indonesia dari kerajaan kerajaan Budha di Sri Langka, dan kerajaan kerajaan tersebut memilki keterkaitan sejarah satu dengan lainnya. Sri Langka dan Indonesia juga pernah sama sama pada masa yang sama dijajah oleh Belanda. Penjajah Belanda kala itu menjadikan Sri Lanka sebagai tempat pengasingan atau lebih tepatnya disebut sebagai tempat pembuangan para pejuang kemerdekaan di saat Indonesia masih berupa Kerajaan Kerajaan dan Kesultanan yang tersebar dari Papua hingga Aceh.

Sri Lanka adalah salah satu Negara yang turut aktif dalam Konfrensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. John Kotelawala (1897-1980), Perdana Menteri Sri Lanka ke-3 menyelenggarakan konfrensi Kolombo tahun 1954 yang menjadi titik awal penyelenggaraan KAA di Bandung. 
Sri Lanka pernah menjadi buah bibir di tanah air ketika terjadi dua kali kecelakaan penerbangan pengangkut calon jemaah haji Indonesia tahun 1974 dan 1978 menewaskan ratusan penumpangnya, kecelakaan pesawat di Sri Lanka tersebut menjadi kecelakaan penerbangan terburuk yang pernah terjadi. Tahun 2004 lalu Sri Lanka kembali muncul di berbagai media tanah air ketika terjadi gempa bumi samudera hindia pada tanggal 26 Desember 2004, Gelombang tsunami akibat gempa tersebut menghancurkan Aceh dan Sumatera Utara, juga meluluhlantakkan wilayah pantai timur dan selatan Sri Lanka. Lebih dari 30 ribu rakyat  Sri Lanka tewas dalam bencana tersebut.

Ada Jejak Indonesia di Masjid Masjid Sri Lanka
Tahukah anda, ada jejak Indonesia di masjid masjid Sri Lanka. Muslim Indonesia yang dibuang ke Sri Lanka di masa lalu oleh penjajah Belanda telah berkontribusi bagi syiar Islam disana. Masjid Agung Kolombo yang berdiri kokoh di pusat kota Kolombo dirancang dan dibangun oleh bangsawan Bugis dari Goa. Masjid Jum’ah Wekande di kawasan Slave Island, Kolombo selatan merupakan wakaf dari Ulama Jawa, Masjid Militer Melayu di Java Lane Kolombo dibangun dengan dana pensiun Resimen Melayu di Kolombo, begitu pula halnya dengan Masjid Melayu di Kota Kurunegala dan Masjid Akbar di Kolombo yang dibangun oleh Inggris untuk Resimen Melayu yang bertugas disana. Masih ada sederet masjid yang memiliki keterkaitan dengan Indonesia di Sri Lanka. Bila mencermati sejarah masjid masjid tua Sri Lanka, kita akan menemukan nama nama melayu pada daftar nama pendirinya. Masjid masjid tersebut beberapa diantaranya akan di ulas dalam artikel ini.
Peta sebaran etnis etnis di Sri Lanka etnis Islam ditandai dengan lambang bulan sabit
Islam di Sri Lanka
Tahun 1980 pemerintah Sri Lanka membentuk Departemen Urusan Agama dan Budaya Islam, khusus menangani kepentingan muslim Sri Lanka, juga merupakan sikap tegas pemerintah Sri Lanka terhadap usaha Etnis Tamil yang berupaya menjadikan Muslim Sri Lanka sebagai  bagian dari Etnis Tamil. Pemerintah Sri Lanka yang dikuasai oleh Etnis Shinhala menentang usaha tersebut dan tetap menjadikan umat Islam disana sebagai ‘etnis muslim’ dengan identitas-nya sendiri. Selain Muslim Suni (mazhaf Syafi’I dan Hanafi) serta komunitas kecil Shiah, Komunitas Ahmadiyah di Sri Lanka sudah berdiri sejak  tahun 1915,namun  muslim Sri Lankamenganggap Ahmadiyah bukan bagian dari Islam.
Saat ini ada sekitar 5000 masjid di Sri Lanka yang senantiasa berkoordinasi dengan Departemen urusan agama dan Budaya Islam Sri Lanka. Selain masjid, ada sekitar 749 sekolah Islam dan 205 madrasah di Sri Lanka yang mengajarkan pendidikan Islam, salah satu sekolah Islam ternama di Sri Lanka adalah Zahira College di Kolombo. Zahira Collegge  merupakan sekolah Islam pertama di Sri Lanka, dibangun pada tahun 1892 oleh tokoh muslim Sri Lanka I. L. M. Abdul Aziz  dan Arasi Marikar Wapchie Marikar dengan bantuan dana dari Ahmed Orabi Pasha.  Awalnya sekolah ini merupakan Madrasah bernama Al Madrasathul Zahira dan kini menjadi sekolah Islam terbesar dengan siswanya mencapai 4000 orang dan merupakan salah satu sekolah paling bergengsi di Sri Lanka. Di dalam komplek sekolah ini terdapat masjid tertua di Sri Lanka, yang masih eksis hingga kini. Muslim Sri Lanka juga memilki universitas Islam di Beruwala (Jamiya Naleemiya).
Sejarah Islam di Sri Lanka
75% penduduk Sri Lanka ber-etnis Sinhala yang beragama Budha, di-ikuti etnis Tamil yang beragama Hindu, sedangkan Islam merupakan agama minoritas kedua dengan jumlah penganut sekitar 7% ~ 10% dari keseluruhan penduduk Sri Lanka, Berdasarkan sensus tahun 2001 yang diselenggarakan oleh GOSL menunjukkan bahwa ada 1,711,000 muslim di Sri Lanka yang terdiri dari tiga etnis yaitu (1) Moor Sri Lanka, (2) Muslim India dan (3) muslim Melayu. Masing masing memilki sejarah dan tradisi mereka sendiri. Angka tersebut menurut beberapa pihak lebih kecil dari angka sesungguhnya yang diperkirakan mencapai 10%.
salah satu nama jalan di kota Kolombo
Java Lane. Java di nama jalan tersebut
memang merujuk kepada kata Jawa.
Etnis Moor Sri Lanka, merupakan etnis muslim terbesar sekitar 92% dari keseluruhan muslim disana, disusul oleh etnis melayu sekitar 5% dan etnis India. Masyarakat dan pemerintah, menyebut semua etnis muslim tersebut dalam satu kesatuan sebagai “etnis Muslim” secara khusus ditujukan kepada muslim Moor Sri Lanka. Yang lebih menarik adalah etnis Shinhala yang beragam Islam pun turut disebut sebagai “Etnis Muslim”.

Muslim Moor Sri Lanka
Islam masuk ke Sri Lanka di mulai di abad ke 8 Masehi dibawa oleh para pedagang pedagang Arab, sejak itu Islam mulai berkembang di Sri Lanka. Sejarawan Islam Ibnu Batutah pernah menyinggahi pelabuhan Kolombo di abad ke 14M dan menulis dalam catatannya tentang Kolombo yang disebutnya sebagai Kalanpu. Di abad ke 15M pedagang arab sudah menguasai jalur perdagangan di kawasan samudera hindia termasuk Sri Lanka. Banyak diantara mereka yang kemudian menetap disana dan turut memperkuat syiar Islam.
Tahun 1505 penjelajah Portugis dibawah pimpinan Lourenco de Almeida mulai masuk ke Sri Lanka, lalu membuat perjanjian dagang dengan raja Kotte Parakramabahu VIII (1484–1508), namun kemudian berubah menjadi penjajahan Portugis atas Sri Lanka, ummat Islam mulai ditindas, termasuk dipaksa untuk pindah ke pedalaman dan pantai timur Sri Lanka. Portugis yang secara tradisi memusuhi muslim Moor (Maroko) tetangganya di Afrika, kemudian menyamaratakan semua muslim yang ditemuinya sebagai musuh dan menyebutnya dengan sebutan Moor atau Moro, terutama kepada muslim arab. Itu sebabnya Portugis juga menyebut semua muslim Arab di Sri Lanka dengan  sebutan Moor. Sebutan itu menjadi satu nama yang terwariskan hingga kini di Sri Lanka.
Muslim yang tinggal di kawasan Pettah membangun sebuah masjid yang sangat impresif dengan rancangan unik mirip sebuah bangunan istana gula gula dengan warnanya yang berlapis lapis merah dan putih seperti kue lapis. Masjid ini begitu terkenal di kota Kolombo sampai sampai disebut sebagai Landmark nya kota Kolombo sejak selesai dibangun tahun 1909 hingga kini. Masjid tersebut terkenal dengan Masjid Jami Ul Alfar di Pettah Salah satu warisan budaya Islam di Kolombo.
(foto wikipedia) nama masjid Pettah atau Saman Kotai, aslinya bernama Masjid Jami Ul Alfar.
Muslim India - Sri Lanka
Muslim India pertama kali masuk ke Sri Lanka di masa penjajahan Portugis lalu gelombang berikutnya masuk di masa penjajahan Inggris (saat itu India juga dibawah jajahan Inggris). Yang paling dikenal adalah muslim dari Pakistan dan India selatan yang memperkenalkan mazhab Hanafi dan Syiah. Mereka masuk ke Sri Lanka untuk mencari peluang usaha. Mayoritas muslim India berasal dari Tamil Nadu dan Kerala (Kerala terkenal dengan Masjid Jami’ Cheraman, masjid pertama di India, sudah pernah di ulas dalam posting sebelumnya di blog ini).
Sedangkan muslim Memon berasal dari Sindh (kini masuk ke dalam wilayah Pakistan). Tahun 1980 jumlah muslim India di Sri Lanka ada sekitar 3000 jiwa, mereka juga muslim suni, mengikuti mazhab Hanafi. Salah satu masjid warisan dari muslim India di Sri Lanka adalah masjid Al Jami ul Azhar Jumma Mosquedi kota Kurunegala. Masjid Muslim India ini cukup besar dan indah, kini menjadi masjid Jami’ nya kota Kurunegala, Letaknya tak jauh dari Masjid Jum’ah Melayu Kurunegala.
Muslim Melayu Sri Lanka
Di abad ke 18, Muslim Melayu dari Indonesia dan Malaysia masuk ke Sri Lanka, dibawa oleh  penguasa Belanda. Kala itu baik Indonesia, Malaysia dan Sri Lanka sama-sama dibawah penjajahan Belanda. Muslim melayu yang masuk ke Sri Lanka merupakan tentara resimen melayu bentukan Belanda untuk ditempatkan di Sri Lanka dan para tahanan Politik dari Indonesia yang dibuang ke sana. Muslim dari Indonesia terdiri dari para bangsawan, tokoh masyarakat, ulama beserta keluarganya yang menentang penjajahan Belanda.
Ada sekitar 50 ribu jiwa keturunan mereka kini yang di Sri Lanka, mereka mengadaptasi beberapa tradisi Moor Sri Lanka namun tetap mempertahankan tradisi melayu termasuk penggunaan Bahasa Melayu di lingkungan mereka sendiri hingga kini. Sama seperti di Indonesia dan Malaysia, muslim melayu Sri Lanka merupakan muslim sunni dan berpegang pada mazhab Safi’i. Berikut ini beberapa masjid di Sri Lanka yang memiliki ‘keterkaitan’ dengan Melayu Indonesia dan Malaysia.

Masjid Agung Kolombo.
Ketika Portugis datang ke Sri Lanka tahun 1505, Masjid Agung Kolombo sudah berdiri di lokasinya yang sekaran, meski tak ada catatan pasti kapan pertama kali masjid tersebut dibangun. Portugis kemudian malah menjadikan Sri Lanka sebagai wilayah jajahan. Tahun 1520 Raja Vijaya Bahu menyerbu benteng Portugis, namun tentara Portugis yang unggul persenjataan dan teknik perang, berhasil memukul mundur pasukan Raja Vijaya Bahu. Tak sampai disitu, Portugis bahkan membumihanguskan kota Kolombo berikut Masjid Agung-nya hingga rata dengan tanah. Ummat Islam sempat mengalami masa masa sulit, sebagian besar terusir dari kota Kolombo. 24 tahun setelah itu (tahun 1524) sebuah masjid baru dengan ukuran lebih kecil kembali dibangun persis di lokasi asli masjid sebelumnya.
Masjid Agung Kolombo, dibangun oleh Muhammad Balang Kaya, putra
dari Hulu Balang Kaya, Bangsawan dari Goa Sulawesi Selatan.
(foto dari Panoramio)
Tahun 1658 giliran Belanda yang berkuasa di Sri Lanka dan menjadikan wilayah jajahan barunya itu sebagai tempat pembuangan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Tokoh tokoh istana dan kalangan ningrat hingga alim ulama yang menentang penjajahan Belanda ditangkap dan dibuang ke Sri Lanka. Di tahun 1790 tercatat 176 orang tahanan politik yang terdiri dari 23 keluarga dari Indonesia, tiba di Kolombo. Diantara 23 keluarga tersebut terdapat Sultan Goa - Sulawesi Selatan yang bernama Raja Gusman Usman dan seorang pejabat menterinya bernama Hulu Balang Kaya, mereka semua tinggal di kawasan Moor Street, tempat dimana Masjid Agung Kolombo berada. Hulu Balang Kaya memiliki putra bernama Muhammad Balang Kaya. Dan Tuan Bagoos Krawan Balangkaya.
Ketika Inggris berkuasa di Sri Lanka (1796-1948), Masjid Agung Kolombo yang kecil itu sudah benar benar tak mampu lagi menampung jemaah. Muhammad Balang Kaya yang merupakan seorang arsitek otodidak, kemudian merancang sendiri sekaligus membangun masjid Agung Kolombo dengan dananya sendiri bersama teman teman bisnisnya dari kalangan Muslim Moor. Tahun 1826 Masjid Agung Kolombo selesai dibangun dalam bentuk nya saat ini. Gubernur Inggris di Sri Lanka Letnan Jenderal Sir Edward Barnes, GCB, datang berkunjung ke masjid ini memuji hasil kerja Muhammad Balang Kaya yang luar biasa di masjid tersebut.
Tuan Bagoos Krawan Balangkaya Putra bungsu dari Muhammad Balangkayalahir pada hari selasa, 21 Rajab 1243H / 28 January 1827. Adalah seorang cendekiawan muslim yang kemudan ketika dewasa menempati posisi sebagai Khalifah di Kolombo. Tuan Bagoos Krawan Balangkaya merupakan salah satu tokoh terkemuka Muslim Melayu yang bermakam di pemakaman Muslim Masjid Agung Kolombo.
Wekande Jummah Masjid (Masjid Jum’ah Wekande)
Wekande Jummah Masjid atau Masjid Jum’ah Wekande adalah salah satu masjid tertua dan terbesar di Kolombo dan Sri Lanka. Masjid ini berada di Wekande Jumma Masjid Road, Slave Island kota Kolombo. Disebut Slave Island, karena memang daerah ini dulunya adalah tempat bermukimnya kaum budak dari Afrika yang dibawa oleh penjajah Portugis dan Belanda ke Sri Lanka. Slave Island juga bukanlah sebuah pulau dalam arti sebenarnya. Disebut Island karena sebagian besar daerah ini menjorok ke tengah danau Beira di sebelah selatan Benteng Kolombo.
Masjid Jum'ah Wekande dibangun di atas
tanah  wakaf  dari  Pandaan  Bali, Orang  Indonesia  yang berasal dari
pulau Jawa.
Masjid Jummah Wekande dibangun di atas lahan wakaf bangsawan asal Indonesia dari pulau Jawa bernama Pandaan Bali. Lahan tersebut kemudian diserahkan kepada Khatib Saboo Latiff pada tanggal 17 Agustus 1786M (1201H) untuk pembangunan masjid dan lahan pemakaman muslim. Pandaan Bali tiba di Kolombo dalam pengasingan-nya oleh Belanda bersama dengan tentara Resimen Melayu bentukan Belanda.
Sedangkan Kathib Saboo Latiff adalah seorang ulama besar Sri Lanka yang juga seorang bangsawan dari kesultanan di Kalimantan Barat. Pandaan Bali memang tak penah tahu bahwa 225 tahun setelah beliau mewakafkan tanah miliknya untuk masjid di Kolombo, Indonesia mengumandangkan proklamasi kemerdekaan di tanggal yang sama persis dengan tanggal beliau mewakafkan tanahnya. Meski beliau tak sempat menikmati kemerdekaan itu, namun berkat sumbangan beliau, muslim Kolombo yang minoritas memilki sebuah masjid besar bersejarah yang manfaatnya masih terasa hingga kini.
Pada 27 November 2011, yang bertepatan dengan tahun baru hijriah 1 Muharram 1433, Masjid Jummah Wekande meluncurkan website Masjid Jummah Wekanda dengan alamat www.wekandarmasjid.com. Peluncuran website itu juga bertepatan dengan perayaan 232 tahun berdirinya masjid tersebut (berdasarkan Kalender Hijriah 1201H~1433H). Dalam kesempatan itu, Duta Besar RI untuk Sri lanka, Djafar Husein didaulat untuk meresmikan peluncuran website tersebut. Usai peresmian dilanjutkan dengan pengajian umum yang disampaikan oleh As Sheikh Arkam Nooramith dari Darul Uloom, Afrika Selatan dan juga Chairman dari Darul Hasanath Foundation.
Malay Jumma Mosque Kurunegala
Malay Jumma Mosque Kurunegala atau Masjid Jum’ah Melayu di Kurunegala. Lokasinya ada di persimpangan jalan Dambula road, Welagedara Veediya dan Nortk tank road Kurunegala. Masjid ini merupakan masjid pertama di Kurunegala. Dibangun oleh pemerintah kolonial inggris pada tahun 1848 untuk tentara resimen melayu yang bertugas di kota tersebut.
Malay Jumma Mosque Kurunegala (Masjid Jum'ah Melayu Kurunegala) dibangun bagi Muslim Anggota Resimen Melayu di Sri Lanka
(foto dari lankilibrary)
Resimen melayu awalnya merupakan tentara bentukan Belanda di Hindia Belanda (indonesia) yang kemudian dibawa ke Sri Lanka. Ketika inggris menang perang melawan Belanda dan berkuasa di Sri Lanka, resimen melayu ini kemudian menjadi bagian dari Resimen Melayu dibawah kekuasaan Inggris, Inggris sendiri yang juga berkuasa di Malaysia dan Singapura menambah pasukan resimen melayu ini dengan anggota pasukan yang direkrut dari Malaysia.
Karena keseluruhan anggota resimen melayu beragama Islam, Inggris kemudian membangun sebuah masjid untuk keperluan mereka beribadah. Awalnya masjid ini dikenal sebagai Malay military Mosque (Masjid Militer Melayu) dan kemudian terkenal dengan nama Masjid Jum’ah Melayu (Malay Jumma Mosque in Kurunegala). Masji ini masih eksis hingga kini. Letaknya tak jauh dari danau kurunegala, di persimpangan jalan di pusat kota kurunegala, Sri Lanka tengah.
Masjid Melayu di Java Lane - Kolombo
Java Lane tempat masjid ini berada merujuk kepada kawasan yang merupakan pemukiman muslim Jawa di kota Kolombo. Resminya masjid ini bernama Masjidul Jamiah namun lebih dikenal dengan nama Masjid Militer Melayu (Malay Military Mosque) atau Java Lane Mosque. Masjid ini dibangun dari uang pensiun para pensiunan tentara Resimen Melayu di Kolombo.
Masjid Melayu di Java Lane - Kolombo, atau disebut juga Java Lane-
Mosque atau Malay Military Mosque, dibangun dari dana pensiun
Anggota Resimen Melayu di Kolombo.
Masjid Melayu Java Lane dibangun tahun 1864, dan di fungsikan sebagai masjid Jum’ah (masjid yang digunakan untuk sholat Jum’at, di Indonesia kita menyebutnya sebagai masjid Jami’). Di masa pendudukan Inggris di Sri Lanka beberapa lagi masjid Melayu yang dibangun di daerah Kandy, Kurunegala, Trincomalee, Hambantota dan Kinniya.
Referensi
International.kompas.com-tragedi besar bagi indonesia 4 Desember
kemlu.go.id - Duta Besar RI resmikan website Masjid Jummah Wekande
wekandamasjid.com – histry of Masjid
lankalibrari – malay masque in kurunegala
rootsweb.ancestry.com – A brief History of the Colombo Grand Masque 

No comments :

Post a Comment

Islam di Nepal

1 comment
Islam di Nepal
Dari  Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Masjid di Kathamandu Nepal.

Islam adalah salah satu agama minoritas di Nepal. Berdasarkan sensus Nepal tahun 2011, 4,4% dari populasi penduduk negara Nepal (1.162.370 orang) adalah Muslim.
Islam umumnya dianggap diperkenalkan oleh umat Islam India yang melakukan perjalanan ke Nepal dan kemudian menetap di sana.
Muslim Nepal bermukim di 74 distrik dari 75 distrik yang ada di Nepal. Dan mayoritas Muslim ada di wilayah Terai (dengan jumlah lebih dari lima puluh persen dari populasi Muslim Nepal), yaitu di distrik Banke, Rautahat, Kapilvastu dan Parsa. Muslim Nepal menggunakan bahasa Nepali, Urdu, Hindi, dan beberapa bahasa lainnya.
Sebagian besar Muslim Nepal hidup di bawah garis kemiskinan.
Di Nepal, Muslim Bukan Lagi Warga Kelas Dua (1)
Rep: Fitria Andayani/ Red: Chairul Akhmad

Seorang Muslim tengah berdoa di depan Masjid Kashmiri Taqiya, Kathmandu, Nepal.
REPUBLIKA.CO.ID, Komunitas Muslim ingin dilibatkan dalam proses pembangunan kembali Nepal yang koyak oleh perang saudara.

Nepal dikenal sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Hindu. Namun ternyata, Islam punya sejarah yang panjang di negara ini.  Diperkirakan, Islam masuk ke Nepal pada abad ke-5 Hijriah atau 11 Masehi. Islam dibawa oleh para saudagar Arab yang datang untuk berdagang di lembah Kathmandu. Sedangkan, Muslim untuk pertama kalinya menetap (berdomisili) di Nepal terjadi pada masa pemerintahan Raja Ratna Malla (1482-1520). Mereka adalah Muslim Kashmir yang merupakan para saudagar. 
Mereka sebenarnya menjual karpet, aneka produk dari kulit binatang dan wol kepada masyarakat Tibet, namun menjadikan Nepal sebagai lintasan mereka. Orang-orang Kashmir ini dikenal sebagai kalangan Muslim terpelajar dan pebisnis sukses.  Beberapa dari mereka bahkan masuk ke dalam jajaran birokrasi dan politik. Di Shayambhu, Nepal, kaum Muslim Kashmir memiliki lahan pemakaman khusus. Pada masa-masa berikutnya, Muslim terus berdatangan ke Nepal. Pada abad ke-19, tepatnya 1857, gelombang kedua Muslim India masuk ke negara itu. Mereka tinggal di wilayah Terai yang merupakan perbatasan India dan Nepal.  Wilayah ini diakuisisi oleh Nepal di bawah Perdana Menteri Jung Bahadur bersama Kerajaan Inggris. Hal ini sebenarnya upaya Inggris agar Muslim tidak terkonsentrasi di India yang semakin membahayakan penjajahan Inggris atas India. 
Di bawah tekanan penjajah Inggris, Muslim di daerah perbatasan mengungsi ke wilayah Terai. Sejak saat itu, Muslim tunduk pada Undang-Undang Kerajaan Nepal Tahun 1853 sebagai warga negara dengan kasta terendah. Selain Muslim India, banyak pula Muslim dari Tibet yang mendatangi negara tersebut. Mereka awalnya juga masuk dengan tujuan berdagang dan lama kelamaan menetap di Nepal. Jumlah mereka semakin banyak pada 1960-an sebagai akibat gejolak politik di Tibet.  Kini, Muslim Tibet yang ada di Nepal sudah berbaur dengan warga setempat, baik bahasa, budaya, maupun cara berpakaian mereka sudah seperti orang Nepal. Umumnya, Muslim keturunan Tibet cukup sukses di Nepal.  Hingga saat ini, mereka masih menjalin hubungan bisnis dengan negeri leluhur, Tibet, dan tentunya dengan Cina yang kini menguasai Tibet.

1 comment :

Post a Comment